Sunday, May 29, 2016

Berdakwah Tanpa Menghakimi

Di sebuah pengajian.
.
Seorang dai menyebutkan lafaz hadis berbahasa Arab, kemudian menerjemahkan dan menjelaskannya.
.
“Jadi, di dalam hadisnya Rasulullah Saw menjelaskan bahwa, apabila mati anak Adam, maka terputuslah pahalanya, kecuali tiga; ilmu yang bermanfaat, sedekah jariah dan anak saleh yang mendoakannya. Selain tiga amal itu, semuanya tertolak dan pahalanya tidak sampai kepada si mayat,”

.
“Sehingga, membaca surat Yasin, al-Fatihah, ataupun surat-surat lainnya saat takziah, itu pahalanya tidak akan sampai kepada si mayat. Bahkan melakukan hal tersebut adalah bid’ah, dan tempatnya adalah di neraka!” ujarnya berapi-api.

.
Salah seorang jamaah pun menunjuk tangan, hendak bertanya.
.
“Ustaz! Tadi Ustaz sampaikan bahwa kalau seseorang sudah mati, maka pahalanya tidak akan bertambah, kecuali tiga hal di dalam hadis tadi. Saya jadi mau bertanya Ustaz. Kira-kira, doa untuk si mayat pada salat jenazah itu, pahalanya sampai ke mayat atau tidak?”
.
Si dai pun terdiam.
.
“Andai pahalanya tidak sampai, karena memang tidak termasuk salah satu dari tiga di dalam hadis tadi, berarti salat jenazah yang kita lakukan selama ini sia-sia ya Ustaz? Berarti Nabi sudah memerintahkan ibadah yang sia-sia kepada kita, Ustaz? Kan pahalanya tidak akan bermanfaat bagi si mayat kan?”
.
Si dai kembali diam. Beberapa jamaah mulai bisik-bisik berisik.
.
“Atau mungkin malah Ustaz yang salah memahami hadis tadi, karena salah menerjemahkannya. Di dalam hadis tersebut, Rasul Saw menyebutkan bahwa yang terputus adalah ‘amaluhu’ (amalnya), bukan ajruhu (pahalanya). Nah, kesalahan terjemah ini yang berdampak pada kesalahpahaman memahami hadis tersebut, Ustaz. Karena yang namanya orang mati, ya jelas dia tidak bisa beramal lagi. Kecuali amal yang berdampak panjang, yaitu mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada orang lain sehingga terus terpakai, menyedekahkan benda bermanfaat sehingga bisa terus digunakan, dan mendidik anak agar jadi saleh sehingga bisa terus mendoakannya. Ini yang dimaksud ‘amal’ di dalam hadis tersebut ustaz, Ustaz. Perbuatan.”
.
Jamaah yang tadi mulai berisik, kini jadi hening.
.
“Kalau masalah pahala, ya itu kan urusannya dengan Allah, Ustaz. Kita kan cukup berusaha agar tabungan pahala kita banyak. Bukan hak kita pula mengatakan bahwa sebuah pahala itu sampai atau tidak. Jadi saya pikir, tak usahlah ustaz mengharamkan orang membaca al-Quran, bahkan sampai membid’ahkannya. Ini akan membuat orang bertanya-tanya, apakah mungkin seseorang diazab di neraka gara-gara membaca Quran?”
.
Si dai mulai terpelongo.
.
“Karena, perlu ustaz ketahui, ulama pun berbeda pendapat mengenai masalah ini. Ada yang mengatakan bahwa pahala bacaan Quran tersebut sampai kepada mayat, ada pula yang mengatakan bahwa pahalanya tidak sampai kepada si mayat. Akan tetapi, ustaz, perlu digarisbawahi, bahwa semua ulama SEPAKAT bahwa YANG MEMBACA QURAN PASTI DAPAT PAHALA. Tidak ada yang mengatakan kalau yang membaca Quran itu akan diazab di neraka,”
.
“Makanya, setelah membaca Quran, kita berdoa agar Allah juga memberikan pahala kepada si mayat sebesar pahala yang Allah berikan kepada si pembaca Quran tadi. Mau Allah kabulkan atau tidak, itu adalah HAK ALLAH, BUKAN HAK KITA SEBAGAI MAKHLUK,”
.
Akhirnya, majlis yang tadi ceramahnya diisi oleh si dai, malah berganti menjadi ta’lim yang diisi oleh salah satu jamaah. Dai yang tertukar. :D
.
***
.
Memang, segala sesuatu dalam beragama harus dikembalikan kepada Quran dan sunah,
.
Akan tetapi, kembali kepada Quran-sunah tanpa pemahaman tepat, ujungnya akan berakhir pada pengamalan salah,
.
Makanya, kembalilah kepada Quran-sunah sesuai dengan pemahaman yang sah,
.
Pemahaman siapa? Ya pemahaman ulama, pewaris Nabi Saw, yang baru akan berani menafsirkan Quran-sunah setelah memantapkan segala ilmu terkait, juga diiringi dengan rasa takut kepada Allah,
.
Jangan turuti penafsiran dengan pendapat pribadi yang tidak didasari keilmuan yang matang. Jangan kira untuk memahami Quran-sunah cukup dengan terjemah. Jangan kira memahami Quran-sunah itu mudah,
.
Lagi, kembalilah kepada para ulama, ulama yang sebenar ulama, yang akan lebih memilih diam dari pada salah,
.
Ah, ya, untuk pada da'i, saat berdakwah, cukup berdakwah. Jangan labelkan sesat, kafir, bahkan penghuni neraka kepada target yang akan kita bina. Boleh jadi nanti efeknya seperti cerita di atas, si dai diskakmat oleh jamaah,
.
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. (^_^)
.
*Cerita hanyalah fiktif belaka
.
*Terinspirasi dari nasihat Syaikh Salim al-Khathib dalam salah satu majlis ilmu beliau
.
*Maaf jika menyinggung hal-hal sensitif. Karena meskipun sensitif, hal ini perlu disampaikan

No comments:

Post a Comment