Sunday, May 22, 2016

Beragama Jangan Membuat Rusuh

Dulu, waktu saya kelas satu aliyah, saya sempat menjadi pribadi yang suka menganggap ini haram dan menghukumi itu bid'ah,
.
Suatu ketika, saat sedang duduk-duduk dengan Uda Yunal Isra dan Uda Yazid 'ejieb', saya mencoba beropini, "Menurut habib, doa bersama itu bid'ah, Da. Karena, melakukan hal itu saja Nabi Saw tidak pernah,"
.
Da Yunal tersenyum sejenak, kemudian menjawab, "Dari mana Habib tahu kalau Nabi Saw tidak pernah berdoa bersama? Memangnya sudah berapa hadis yang Habib hafal? Sudah berapa kitab hadis yang Habib telaah?"
.

Jleb! Saya diskakmat dengan jawaban singkat. Tiba-tiba saya merasa bersalah,
.
***
.
Kini baru saya sadar, bahwa ternyata praktek doa bersama itu ada di zaman Nabi, terutama saat keadaan mendesak, seperti doa qunut dan doa salat istisqa', karena yang berdoa dan yang mengaminkan punya keinginan yang sama. Semakin saleh yang berdoa, semakin banyak yang mengaminkan, harapannya doa tersebut cepat dikabulkan Allah,
.
Itu mungkin titik awal saya merenung; dengan pengetahuan yang sedikit, kenapa saya begitu mudah mengatakan ini salah,itu haram? Saya jadi paham, bahwa agama itu lapang, jangan dipersempit, jangan pula diperlapang. Agama bukan kekang, namun adalah ajaran santun dan indah,
.
Saya jadi paham, bahwa dalam ibadah, terdapat banyak perbedaan pendapat, dan tidak ada pendapat yang salah (selama disandarkan kepada hujjah serta 'Imam Mujtahid' yang diakui ilmunya). Yang salah adalah yang menyalahkan. Alhamdulillah,
.
***
.
Itu cerita saya, namun kini, ternyata kesalahan saya dahulu dilakukan oleh oknum-oknum ustaz yang seharusnya menjadi penerang, bukan penyebab perpecahan,
.
Seperti saat hari raya kemarin, baru saya tahu ternyata sudah banyak masjid yang tidak lagi takbiran setelah salat, dengan alasan, "Ustad yang mengisi pengajian di sini melarang,"
.
Lho?! Dilarang kenapa?? Mereka menjawab, "Karena Nabi Saw tidak pernah melakukan,"
.
Antara prihatin dan sedih, kok bisa-bisanya ada ustaz yang pikirannya sempit seperti itu. Kok bisa ada ustaz yang pikirannya tidak lebih baik dari saya waktu kelas 1 aliyah dulu? Belumkah ia baca tentang sunnahnya takbiran di dalam Kitab Busyra Karim Syarah Muqaddimah Hadhramiyah?
.
Atau apakah hafalan hadisnya sudah lebih banyak dari pada Imam Nawawi, dan nalar alimnya lebih tajam dari pada Imam Taqiyuddin As-Subky, sehingga ia bisa menghukumi kalau takbiran itu salah?
.
Innalillah, innalillah,
.
Takbiran adalah salah satu syiar Islam dalam berhari raya. Ia adalah tanda bahwa umat Islam berbahagia,
.
Bahkan dengan takbiran, orang yang lidahnya asing dengan lafaz zikir akan terbiasa mengucapkan. Yang telinganya asing akan terbiasa mendengarkan. Betapa banyak pahala orang takbiran yang membuat orang lain pun ikut berzikir dalam hatinya?
.
Kalaupun memang, ada ulama mujtahid yang melarang takbiran, hendaknya praktek takbiran yang sudah ada jangan dilarang. Bukankah tadi sudah saya katakan, bahwa jika ada perbedaan pendapat Imam, berarti pendapat ini benar, yang itu pun benar. Yang salah adalah yang menyalahkan,
.
Apatah lagi jika memang tidak ada Imam yang melarang takbiran. Siapa kita untuk bisa berfatwa bahwa ini haram, ini dilarang karena Nabi Saw tidak pernah melakukan?
.
Semoga masjid-masjid lebih selektif memilih ustaz yang akan mengisi pengajian,
.
Semoga ustaz-ustaz juga lebih bijak dalam menyampaikan ilmu dan berdakwah, jangan gunakan status sebagai sarana untuk menimbulkan permasalahan,
.
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. (^_^)
.
NB :
Baiknya kita sadar, bagaimana mungkin kita yang hafalan hadisnya baru 40, sudah berani menyalahkan, atau membid'ahkan apa yang ditulis oleh 'Imam Mujtahid'* yang rata2 hafalan hadisnya lebih dari 40 ribu? smile emotikon
.
*Imam Mujtahid : Ulama yang keilmuannya berlevel tinggi sehingga ia berhak meneliti serta menghukumi sesuatu berdasarkan dalil yang ada.

No comments:

Post a Comment