Dulu, dengan menikah, seorang lelaki otomatis akan mendapatkan pekerjaan,
.
Misalnya ayah saya, yang karena menikah, beliau bisa bercocok tanam di tanah pusaka suku Pisang, menanam jeruk serta sayuran,
.
Atau Pak Ngah saya (paman), yang karena menikah dengan kakak ayah saya, beliau bisa bercocok tanam di tanah pusaka suku Simabua, kadang menanam jagung kadang menanam ubi batang, tergantung apa yang laku di pasaran,
.
Bahkan Nabi Musa AS pun, karena menikah pula, beliau bisa mendapatkan pekerjaan sebagai penggembala dari Nabi Syu'aib, terlepas dari apakah beliau menikah dahulu atau bekerja dahulu, yang penting keduanya beriringan,
.
Adapun sekarang, dengan bekerja, seorang lelaki baru bisa melangsungkan pernikahan,
.
.
Misalnya ayah saya, yang karena menikah, beliau bisa bercocok tanam di tanah pusaka suku Pisang, menanam jeruk serta sayuran,
.
Atau Pak Ngah saya (paman), yang karena menikah dengan kakak ayah saya, beliau bisa bercocok tanam di tanah pusaka suku Simabua, kadang menanam jagung kadang menanam ubi batang, tergantung apa yang laku di pasaran,
.
Bahkan Nabi Musa AS pun, karena menikah pula, beliau bisa mendapatkan pekerjaan sebagai penggembala dari Nabi Syu'aib, terlepas dari apakah beliau menikah dahulu atau bekerja dahulu, yang penting keduanya beriringan,
.
Adapun sekarang, dengan bekerja, seorang lelaki baru bisa melangsungkan pernikahan,
.
Jangankan pengangguran, yang sudah bekerja dengan gaji pas-pasan saja akan banyak pertimbangan, banyak pertanyaan,
.
Pertanyaan paling utama : dengan apa nanti anak gadis orang diberi makan?
.
Beda memang, pernikahan dulu mendatangkan rahmat, pernikahan kini malah membuat melarat, materi kini menjadi patokan segala urusan,
.
Ini mungkin salah satu alasan mengapa di Minang ada sistem tanah pusako, yang merupakan harta milik kaum, harta bersama, namun hak penggunaannya dimiliki oleh wanita, sebagai modal nanti jika akan melangsungkan pernikahan,
.
Dan sistem ini pula yang kini mulai hilang, terjual demi segepok uang, diharamkan berbekal dalil sedang, tanpa paham dampak 10 atau 20 tahun kemudian,
.
Lihatlah sekarang dampaknya sudah mulai terlihat, banyaknya generasi muda yang takut menikah karena alasan klise : tak punya pekerjaan,
.
Mereka lupa bahwa 20 tahun lalu, pernikahanlah yang membawa rejeki, meskipun hanya sepetak tanah untuk bertani, insyaAllah cukup untuk kebutuhan rumah tangga asal punya kemauan,
.
Kita lupa, bahwa orang-orang dahulu bukanlah orang-orang bodoh. Mereka adalah orang-orang cerdas yang membentuk sistem berdasarkan pengalaman, dengan pertimbangan maslahat, pun juga dengan memperhatikan batasan-batasan syariat yang merupakan perintah Tuhan,
.
Dampaknya jelas, pernikahan yang kini menjadi momok menakutkan, dulu merupakan penyebab datangnya berkah melimpah, pembuka pintu rejeki, benar-benar menjadi sumber 'ketenangan', (litaskunû ilaihâ)
.
Dan banyak dampak-dampak lain yang insyaAllah akan disebutkan jika ada kesempatan,
.
Alhamdulillah, ayah, pak ngah, serta banyak orang sempat mendapatkan rejeki lewat pernikahan,
.
Mudah-mudahan generasi ini tetap bisa mendapatkan rejeki macam ini, generasi-generasi sesudahnya pun tak lupa kita doakan,
.
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. (^_^)
No comments:
Post a Comment