Ini satu kisah dalam perjalanan panjang kehidupan Syekh Ibrahim Musa,
Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Madrasah Sumatera Thawalib Parabek Agam, dulu aku belajar di sana,
Beliau pernah diundang ke sebuah acara syukuran, dalam bahasa masyarakat di Minang disebut "Mandoa" (berdoa),
Saat akan diadakan doa, pemimpin doa membakar kemenyan, tak ada satu pun yang tahu tujuannya,
Salah satu yang hadir kepada Syekh Ibrahim Musa bertanya,
"Wahai Syekh, membakar kemenyan hukumnya apa?"
Syaikh Ibrahim Musa tersenyum, karena beliau tahu jawaban tepatnya,
Beliau menjawab, "Membakar kemenyan untuk harum-haruman tidak berdosa,"
Subhanallah, bagi orang yang paham sindir, mengerti kiasan, jawaban beliau luar biasa,
Menandakan bahwa penggunaan asal kemenyan sebagai harum-haruman tidak apa-apa,
Namun saat kemenyan digunakan sebagai sarana perdukunan, memanggil makhluk halus dan sebagainya, ini baru jadi sebuah perkara,
Dan memang, sejauh yang ku lihat, pembakaran kemenyan saat doa bukan untuk memanggil makhluk halus dan makhluk lainnya,
Namun memang untuk relaksasi, membuat nyaman suasana,
Ini pelajaran bagi para da'i setelahnya, agar dalam memilih kata lebih bijaksana,
Juga pelajaran bagi masyarakat agar menggunakan kemenyan sesuai dengan penggunaan asalnya,
Kisah ini kusadur dari buku Sang Inspirator Kebangkitan, Pak Subhan Afifi penulisnya,
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren Madrasah Sumatera Thawalib Parabek Agam, dulu aku belajar di sana,
Beliau pernah diundang ke sebuah acara syukuran, dalam bahasa masyarakat di Minang disebut "Mandoa" (berdoa),
Saat akan diadakan doa, pemimpin doa membakar kemenyan, tak ada satu pun yang tahu tujuannya,
Salah satu yang hadir kepada Syekh Ibrahim Musa bertanya,
"Wahai Syekh, membakar kemenyan hukumnya apa?"
Syaikh Ibrahim Musa tersenyum, karena beliau tahu jawaban tepatnya,
Beliau menjawab, "Membakar kemenyan untuk harum-haruman tidak berdosa,"
Subhanallah, bagi orang yang paham sindir, mengerti kiasan, jawaban beliau luar biasa,
Menandakan bahwa penggunaan asal kemenyan sebagai harum-haruman tidak apa-apa,
Namun saat kemenyan digunakan sebagai sarana perdukunan, memanggil makhluk halus dan sebagainya, ini baru jadi sebuah perkara,
Dan memang, sejauh yang ku lihat, pembakaran kemenyan saat doa bukan untuk memanggil makhluk halus dan makhluk lainnya,
Namun memang untuk relaksasi, membuat nyaman suasana,
Ini pelajaran bagi para da'i setelahnya, agar dalam memilih kata lebih bijaksana,
Juga pelajaran bagi masyarakat agar menggunakan kemenyan sesuai dengan penggunaan asalnya,
Kisah ini kusadur dari buku Sang Inspirator Kebangkitan, Pak Subhan Afifi penulisnya,
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
No comments:
Post a Comment