Ya, beberapa ratus para siswa/i di sekolah ini yaitu anak-anak Tenaga Kerja Indonesia yg telah bertahun-tahun bermukim di Jeddah. Anak² ini lahir & besar di tanah Arab, yg jauh dari akar budaya ke-2 orang tua mereka. Sebahagian di antaranya berstatus ilegal.
Sekolah di pusat kota yg jadi pintu masuk ke Mekkah itu didirikan Elly Warti Maliki. Butuh 23 thn bagi wanita tangguh ini wujudkan mimpinya. Pasti bukan perkara mudah mendirikan satu buah sekolah di negara asing.
Hambatan utama tak semata beratnya persyaratan, namun pula sebab beliau seseorang perempuan & penduduk asing. Di Arab Saudi, perempuan tak memiliki peran penting. Tapi Elly sanggup mendobrak dominasi kaum lelaki di negara yg membatasi ruang gerak para wanita itu.
Perempuan bergelar doktor di bagian Studi Islam & Bahasa Arab dari Kampus Al Azhar, Mesir, ini berkisah menyangkut jatuh bangun mendirikan Sekolah Darul Umum terhadap VIVA.co.id.
Elly merintisnya dari satu buah lokasi pengajian. Kala itu th 1992, dia mengikuti sang suami, almarhum Adywarman Arby, yg bekerja di suatu perusahaan di Arab Saudi. Walau Arab Saudi membatasi aktivitas masyarakat asing, Elly yg semasa kuliah di Kairo amat sangat aktif, tak ingin tinggal diam.
Terlebih di Saudi dia menjumpai tidak sedikit anak-anak TKI yg katanya, jangankan bisa berbahasa Arab, mengaji saja tak mampu. Elly yg ketika itu baru saja menyelesaikan sekolah magister Studi Islam & Bahasa Arab lalu membuka taman pendidikan alquran yang merupakan pendamping Sekolah Indonesia Jeddah yg telah lebih dahulu ada. Aktivitas dilakukan di lokasi tamu ruangan tinggalnya. Murid mengajinya kala itu ada seputar 10 orang.
Elly dianggap nekat. Dikarenakan, aturan di Arab Saudi dikala itu amat ketat. Pemerintah tak memperkenankan warganya berkumpul, terlebih orang asing. Sementara rumahnya senantiasa ramai. Banyak Mobil penjemput murid mengajinya kerap parkir di depan rumah.
"Waktu itu ada yg mengatakan ke aku, Bu Elly nggak boleh (menyatukan orang), nanti digerebek polisi. Ya, pernah kejar-kejaranlah istilahnya. Ini jadi tantangan pertama," papar perempuan berdarah Padang, Sumatera Barat itu.
Semakin hari murid yg mencari ilmu mengaji & bahasa Arab di tempatnya makin banyak. "Dari 10 anak, menjadi 20 anak, setelah itu hingga 100 anak lebih. Keadaan semakin mencekam, walaupun kami tak sempat digerebek," tuturnya.
Cuma saja, ungkap beliau, diwaktu muridnya makin tidak sedikit, Elly menyewa suatu gedung sederhana tatkala dua th yg anggaran sewanya dibantu menteri agama kala itu, Tarmizi Taher. Suatu hri, ga ada angin tak ada hujan, pohon beringin yg selagi ini berdiri gagah di depan gedung tumbang. Sebab pohon yg tumbang mengganggu jalan, dirinya berinisitif memotong batang & dahan-dahan, setelah itu menyingkirkannya. Tetapi tindakannya mendapat sorotan dari baladiyah (semacam pamong praja).
"Di batang pohon ditempeli kertas dgn tulisan dalam 24 jam mesti lapor ke baladiyah. Aku pun menghadap ke kantor baladiyah. Kehadiran aku dianggap aneh & menjadi perhatian dikarenakan tak sempat ada wanita yg masuk ke kantor itu," tutur perempuan berumur 55 th itu.
Begitu menghadap baladiyah, wajah Elly serta-merta ditunjuk-tunjuk lantaran melanggar aturan memotong pohon. Elly yg menguasai bahasa Arab dgn teramat baik seterusnya memaparkan hal tindakannya memotong pohon & mengungkapkan bahwa di ruangan itu ada aktivitas menggali ilmu mengaji & Bahasa Arab.
Mendengar penuturan Elly, pimpinan baladiyah pun luluh. "Akhirnya, beliau malah bilang, apa yg mampu aku bantu untukmu. Mereka lalu mengirim tujuh truk buat mengangkut batang-batang pohon yg tumbang," tuturnya.
No comments:
Post a Comment