Tuesday, September 9, 2014

tugas individu : matkul perilaku organisasi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang selalu berupaya dalam pembangunan baik itu yang sifatnya pembangunan fisik maupun non-fisik, dalam arti lain pembangunan non-fisik yaitu dengan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Dewasa sekarang ini, dunia kerja sangat membutuhkan orang yang bisa berfikir untuk maju, cerdas, inovatif dan mampu berkarya dengan semangat tinggi dalam menghadapi kemajuan jaman. Lebih daripada itu, dalam kondisi saat ini peran dari sumber daya manusia sendiri yang mempunyai peran penting dalam suatulembaga, juga diprioritaskan pada aspek manajerial yang matang dalam pengelolaan organisasi. Berbagai organisasi, lembaga dan instansi berupaya dalam meningkatkan kinerja dari seluruh elemen yang ada dalam organisasi masing-masing dengan tujuan mencapai kelangsungan hidup organisasi.
Persaingan diberbagai sektor membuat proses pengelolaan, dan pemeliharaan manajemen organisasi semakin mendapatkan perhatian yang serius dari seluruh elemen yang ada dalam organisasi untuk menciptakan sebuah sistem manajerial yang tangguh dan mampu mengikuti perkembangan saat ini. Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah para pegawai/karyawan pada sebuah lembaga/organisasi, tentunya berusaha bekerja dengan kemampuan yang mereka miliki agar dapat mencapai kepuasan kerja yang diinginkan. Semakin banyak aspek – aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan karyawan, semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. (Moh. As’ad, 1995 : 104). Salah satu contohnya yaitu Rasa aman akan suasana kerja yang mampu mendorong pegawai/karyawan untuk lebih berdedikasi tinggi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pimpinan baik suasana aman sebelum kerja, saat kerja maupun setelah kerja. Kondisi kerja yang aman semacam ini, serta didukung rekan kerja yang dapat diajak untuk bekerjasama dalam berbagai aktifitas merupakan keinginan dari setiap karyawan /pegawai di suatu instansi/organisasi. Dengan situasi semacam itu diharapkan para karyawan dapat bekerja secara maksimal dan senang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan orang/karyawan terhadap pekerjaannya. Pegawai/karyawan tidak hanya secara formalitas bekerja dikantor, tetapi harus mampu merasakan dan menikmati pekerjaannya, sehingga ia tidak akan merasa bosan dan lebih tekun dalam beraktifitas. Para karyawan akan lebih senang dalam bekerja apabila didukung oleh berbagai situasi yang kondusif, sehingga dapat meningkatkan keterampilan dan semangat kerja para pegawai yang bekerja.
Di sisi lain, kebutuhan karyawan dalam memenuhi keinginannya semakin meningkat. Para karyawan bekerja dengan harapan akan memperoleh upah/gaji yang dapat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang saat ini sangat begitu kompleks dari hal yang paling pokok/primer terutama masalah kebutuhan sandang, pangan, perumahan, pendidikan, istirahat kerja yang cukup, perlu mendapatkan skala prioritas utama dalam hal pemenuhannya. Selain itu, pemenuhan kebutuhan dari para pegawai akan pelayanan dan penghargaan oleh atasan terhadap prestasi kerja yang dihasilkannya yang sesuai dengan prinsip keadilan dapat memotivasi kerja mereka. Sehingga dengan seringnya para pegawai/karyawan termotivasi untuk melakukan pekerjaannya dengan baik, akan meningkatkan kualitas dan kepuasan kerja yag diinginkan, karena kuat lemahnya dorongan atau
motivasi kerja seseorang akan menentukan besar kecilnya kepuasan kerja. ( Moh.As’ad, 1995 : 45 ).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.    Apa pengertian motivasi kerja dan bagaimana bentuk imbalan (upah) pegawai dalam organisasi?
2.    Bagaimana factor kepuasan kerja yang ada di organisasi?
3.    Bagaimana keterkaitan motivasi kerja dan kepuasan kerja dalam organisasi?


BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi Motivasi
Motivasi merupakan fungsi dari berbagai macam variabel yang saling mempengaruhi. Ia merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri manusia atau suatu proses psikologis. Pada dasarnya motivasi sesungguhnya merupakan proses psikologis dalam mana terjadi interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, proses belajar, dan pemecahan persoalan.
Menurut Martoyo (2007), motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja dengan kata lain pendorong semangat kerja. Motivasi yang tinggi akan mendorong seseorang untuk mencapai tujuannya namun apabila motivasi yang dimiliki rendah maka orang tersebut kurang mampu untuk mencapai tujuannya.
Menurut Denny (1992), pribadi yang menentukan motivasi kerja yang tinggi adalah pribadi yang memperlihatkan karakteristik bersikap positif, memiliki dorongan untuk mencapai tujuan, dan memiliki harapan untuk membuahkan hasil yang sebaik mungkin.
2.2 teori motivasi
Ada beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, hal ini dapat dimengerti karena motivasi kerja merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu, walaupun tidak bermaksud mengulangi lagi beberapa teori yang sudah ada, dari segi perilaku organisasi rasanya perlu kita bahas kembali beberapa teori motivasi.



Bila kita teliti kembal teori-teori motivasi dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok. Yatu sebagai berikut :
1.    Teori motivasi instrumental
Teori ini berpendapat bahwa harapan akan imbalan atau hukuman merupakan pendorong bagi tindakan seseorang. Berikut ini adalah bagian-bagian dari teori instrumental yaitu :
a.     Teori tukar-menukar
Teori inii berasal dari konsep Bernad dan Simon yang dalam literature ilmu administrasi dan manajemen disebut model keseimbangan organisasi. (model of organizational equilibrium).
Menurut teori ini, dalam setiap organisasi selaku terjadi proses tukar-menukar atau jual-beli antara organsasi (pimpinan organisasi) dengan orang –orang yang bekerja di dalamnya. Dalam proses tukar-menukar ini, setiap orang memberikan atau menyumbangkan pengetahuannya kepada organisasi yang dia masuki. Sebaliknya, organisasi memberikan imbalan atau menukarnya dengan gaji atau upah dan bentuk imbalan lainnya. Pengetahuan dan keterampilan orang yang memasukinya, berikut sumber-sumber lainnya diproses lebih lanjut oleh organisasi untuk menghasilkan barang atau jasa. Hasil produksi organisasi, baik yang berupa barang atau jasa kemudian dijual. Hasil penjualan merupakan pendapatan organisasi. Dari pendapat inilah organisasi lalu membayar imbalan atas setiap kontribusi yang telah diberikan para anggotanya.
      Dengan demikian, terdapat hubungan langsung antara besarnya sumbangan (pengetahuan dan keterampilan) seseorang dengan penghasilan (imbalan) yang dterimanya. Seseorang akan memberikan sumbangannya selama ia merasakan bahwa penghasilannya mempunyai nilai yang besar dari nilai sumbangannya. Sebaliknya, organisasi akan memberikan imbalan dalam suatu nilai tertentu, karena organisasi berpendapat bahwa imbalan tersebut mempunyai nilai yang lebih rendah dari nilai sumbangan yang dberikan oleh seseorang. Dengan perkataan lain, dalam setiap organisasi terdapat suatu keseimbangan atau suatu keadaan dalam mana baik organisasi maupun para anggotanya sama-sama merasa untung. Seseorang dapat saja meninggalkan organisasinya apabila merasa bahwa imbalan yang ia peroleh dinilainya lebih rendah dari nilai sumbangannya. Sebaliknya, setiap organisasi boleh saja mengurangi imbalan atau memberhentikan seseorang apabila organisasi (pimpinannya) merasa bahwa sumbangan orang tersebut dinilai lebih rendah dari imbalan yang telah diberikan.
Selanjutnya teori ini sama sekali tidak mempersoalkan hubungan atau rasa ketertarikan seseorang terhadap organisasi dan sebaliknya organisasi juga tidak perlu menuntut kesetiaan dari para anggotanya. Prinsip dan teknik motivasi seluruhnya ditentukan oleh proses atau perjanjuan tukar-menukar antara organisasi dengan mereka yang ingin memasuki organisasi tersebut.
b.    Teori harapan
Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa motivasi seseorang dalam organisasi bergantung pada harapannya. Seseorang akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk untuk berprestasi tinggi dalam organisasi kalau ia berkeyakinan bahwa dari prestasinya itu ia dapat mengharapkan imbalan yang lebih besar.   Seseorang yang tidak mempunyai harapan bahwa prestasinya tidak akan dihargai lebih tinggi, tidak akan berusaha meningkatkan prestasinya.
Untuk dapat lebih memperjelas teori ini, diperlukan uraian lebih lanjut hal-hal yang berkaitan dengan hasil tingkat pertama (first level outcomes) hasil tngkat kedua (second level outcomes), valensi (valence), dorongan (force atau motivation) dan kemampuan (ability). Sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut :
·         Hasil tingkat pertama adalah segala hasil sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, seperti tingkat prestasi, poduktivitas, turnover, dan absensisme.
·         Hasil tingkat kedua adalah segala sesuatu akibat atau hasl dari hasil pertama, seperti penghasilan, promosi, dukungan atau pujian atasan, penerimaan kelompok atau keuntungan lainnya.
·         Valensi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan keinginan seseorang. Keinginan seseorang sudah pernah dibahas bahwa setiap orang mempunyai keinginan atau preferensi atas hasil tindakan tertentu. Konsespsi mengenai valensi ini berlaku, baik pada hasil tingkat pertama maupun pada tingkat kedua.
·         Instrumentalitas . konsep ini berkaitan dengan persepsi seseorang mengenai hubungan antara hubungan antara hasil dan tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua. Dalam hal mempelajari motivasi seseorang memasuki kelompok di atas kenyataan adanya peningkatan status seseorang sesudah yang bersangkutan mengikuti kelompok tersebut, merupakan implementasi konsep instrumental.
·         Harapan. Secara umum dapat dikatakan bahwa harapan adalah suatu keyakinan sementara seseorang bahwa suatu tindakan tertentu akan diikuti oleh hasil atau tindakan berikutnya. Dalam konsep ini, harapan tersebut dapat dinilai nol (harapan sama sekali tidak ada) tetapi dapat pula dinilai satu, bila sangat dyakini bahwa hasilnya pasti positif ada.
·         Dorongan atau motivasi. Dalam konsepsi ini dipersoalkan bahw tindakan seseorang ditentukan oleh dorongan yang paling kuat dari dalam diri orang tersebut.
·         Kemampuan. Konsepsi ini berkaitan dengan tingkat kemampuan seseorang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. Hal ini berarti bahwa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan selalu masih tersedia suatu tingkat kemampuan yang belum dipergunakan oleh seseorang.

2.    Teori motivasi kebutuhan
Teori ini menitikberatkan pembahasan pada pengenalan dorongan dari dalam atau kebutuhan seseorang sebagai dasar melakukan motivasi. Kedalam kelompok ini dapat disebutkan teori Maslow, Teori Dua Faktor dari Herzberg, dan teori kebutuhan dari David McClelland.
Akan tetapi pada penulisan ini akan dibahas mengenai teori dari Herzberg.
Teori Herzberg :
Teori ini berkembang berdasarkan hasil penelitian Frederick Herzberg cs pada The Psychlogical Service Of Pittsburgh terhadap 20 Insinyur dan akuntan dari sebelas perusahaan yang bergerak di bidang industry.
Dalam penelitian tersebut, dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bila mereka merasa tidak puas maka mereka selalu mengaitkannya dengan factor lingkungan. Sebaliknya apabila mereka puas, hal tersebut selalu merekan hubungkan dengan pekerjaan itu sendri. Selain itu, mereka juga menyimpulkan bahwa factor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja tidak selalu menyebabkan ketidakpuasan kerja bila segala factor tersebut tidak ada. Demikian pula sebaliknya, hilangnya factor yang menyebabkan ketidakpuasan, tidak dapat secara langsung akan menimbulkan kepuasan kerja. Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja bukanlah lawan dari kepuasan kerja. Karena menurut Herzberg dalam mempersoalkan motivasi pegawai, factor lingkungan dan pekerjaan itu sendiri perlu mendapatkan perhatian.
Factor lingkungan adalah keseluruhan factor yang kalau ada yang menyebabkan ketidakpuasan, tetapi sebaliknya hilangnya factor yang menyebabkan timbulnya kepuasan kerja. Kepuasan kerja ini tidak memberiikan motivasi, tetapi dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja. Factor ini tidak meningkatkan prestasi kerja seseorang, tetapi dapat menurunkan prestasi kerja. Oleh sebab itu, factor ini sering disebut juga factor pemeliharaan. Ke dalam factor kebijaksanaan organisasi, supervise, hubungan dengan atasan dan rekan kerja serta lingkungan pekerjaan.
Factor lainnya yaitu pekerjaan itu sendiri. Factor ini tdak menimbulkan ketidakpuasan bila ia tidak ada, kehadirannya dapat menimbulkan kepuasan kerja dan juga dapat meningkatkan prestasi kerja para pegawai. Factor ini sering disebut dengan factor pendorong atau factor pemuas. Ke dalam factor ini termasuk factor pekerjaan itu sendiri, rekognisi, pengembangan, kemungkinan peningkatan dan prestasi tidak dapat dipungkiri bahw teori Herzberg ini memberikan sumbangan yang besar bagi pengembangan teori motivasi.
3.    Teori kebutuhan untuk berprestasi
Menurut McClelland dalam diri manusia terdapat 3 (tiga) macam motif, yaitu :
a.    Motif berprestasi
Ini tercermin pada orientasinya kepada tujuan dan pengabdian demi tercapainya tujuan dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya McClelland , seseorang yang mempunyai motivasi berprestas tinggi sangat menyukai pekerjaan yang menantang keahliannya dan kemampuannya memecahkan persoalan, ia tidak begitu percaya kepada nasib baik, karena ia yakin bahwa segala sesuatu akan diperoleh melalui usaha., ia menyukai tugas yang sulit tetapi cukup realistis. Ia percaya pada kemampuannya sendiri, kalaupun ia memerlukan orang lain ia akan memilih orang atau sekelompok orang atas dasar kemampuannya, bukan atas dasar kekerabatan, setia kawan dan lain sebabagainya.
b.    Motif untuk berafiliasi.
Tercermin pada keinginannya untuk menciptakan, memelihara, dan mengembangkan hubungan dan suasana kebatinan dan perasaan yang saling menyenangkan antara sesame manusia. Buat seseorang yan didominasi oleh motif untuk berafiliasi, disenangi oleh pimpinan dan rekan sekerja merupakan factor pendorong utama. Ia tidak begitu mempersoalkan prestasi seseorang dalam organisasi. McClelland mengatakan bahwa mereka yang mempunyai motif untuk berafiliasi jarang menjadi manajer atau entrepreneur kalu tinggi motivasinya untuk berprestasi.
c.    Motivasi berkuasa
Dalam hal ini, seseorang merasa mendapat dorongan apabila ia mengawasi dan mempengaruhi tindakan orang lain. Motivasi untuk berkuasa tidaklah perlu diartikan sama dengan keinginan untuk menjadi penguasa yang totaliter ata kepemimpinan yang otokratis.
Untuk memahami motivasi pegawai dalam penelitian ini digunakan komponen teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun komponen tersebut yaitu terdapat pada komponen Satisfiers (motivator factors), komponen ini meliputi :
1) Prestasi
2) Pengakuan
3) Penghargaan
4) Pekerjaan itu sendiri
5) Pengembangan potensi individu (Hasibuan, 1996: 110).
2.3 Metode-Metode Motivasi
Terdapat dua metode dalam motivasi, metode tersebut adalah metode langsung dan metode tidak langsung, menurut Hasibuan (1996:100). Kedua metode motivasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.    Metode Langsung (Direct Motivation),
merupakan motivasi materiil atau non materiil yang diberikan secara langsung kepada seseorang untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasannya. Motivasi ini dapat diwujudkan misalnya dengan memberikan pujian, penghargaan, bonus dan piagam.
b.    Metode Tidak Langsung (Indirect Motivation),
merupakan motivasi yang berupa fasilitas dengan maksud untuk mendukung serta menunjang gairah kerja dan kelancaran tugas.
2.4 Kepuasan kerja
Salah satu sarana penting pada manjemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para pegawai/ karyawan. Kepuasan kerja menurut Susilo Martoyo (1992: 115), pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Kepuasan sebenarnya merupakan keadaan yang sifatnya subyektif yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang diterima pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan yang diharapkan diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal yang pantas atau berhak atasnya. Sementara setiap tenaga kerja/ pegawai secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan. Dalam tulisannya Jewell & Siegell (M. Idrus, 2006: 96) mengungkap bahwa kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Lebih lanjut diungkap oleh Jewell & Siegell bahwa karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya dibandingkan yang tidak. Lebih lanjut diungkap oleh Jewell & Siegell, mengingat kepuasan kerja adalah sikap, dan karenanya merupakan konstruksi hipotesis sesuatu yang tidak dilihat, tetapi ada atau tidak adanya diyakini berkaitan dengan pola perilaku tertentu.

Kepuasan kerja secara umum menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap, pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal, seperti kognisi, emosi dan kecenderungan perilaku seseorang. Kepuasan itu tdak Nampak secara nyata, tetapi dapat berwujud dalm suatu hasil pekerjaan. Oleh karena itu, kepuasan kerja, walaupun sulit dan abstrak tetap perlu mendapatkan perhatian. Berikut ini adalah beberapa diantara alasan tersebut adalah
a.    Alasan nilai
Para pegawai menggunakan sebagian waktu bangunnya dalam pekerjaannya. Oleh sebab itu, baik manager maupun bawahan, menginginkan agar waktu tersebut dapat digunakan dengan penuh kesenangan, kegembiraan dan kebahagiaan.
b.    Kesehatan jiwa
Sudah dikemukakan bahwa pekerjaan, khususnya dan organisasi merupakan factor yang dapat menimbulkan tekanan psikologis. Juga sudah umum diketahui bahwa seorang yang melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang tdak berharga atau sebaga sesuatu yang tidak penting, cenderung membawanya ke lingkungan keluarganya dan masyarakat disekitarnya.
c.    Kesehatan jasmaniah
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Palmore (1969) di AS membuktikan bahwa manusia yang menyenangi pekerjaannya cenderung berumur lebih panjang dibandingkan dengan yang menghadapi pekerjaan yang kurang mereka senangi.
Adapun alasan lain yang dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja anatara lain adalah :
a.    Pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian
b.    Pekerjaan yang menyediakan perlengkapan yang cukup
c.    Pekerjaan yang menyediakan informasi yang cukup lengkap
d.    Pimpinan yang lebih banyak mendorong tercapainya suatu hasil dan tidak terlalu banyak atau ketat melakukan pengawasan.
e.    Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang cukup memadai
f.     Pekerjaan yang memberikan tantangan untuk lebih mengembangkan diri
g.    Pekerjaan yang memberikan rasa aman dan ketenangan
h.    Harapan yang dikandung pegawai itu sendiri.
Adapun Menurut Robbins (2008), kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Definisi ini mengandung pengertian yang luas. Dengan kata lain kepuasan kerja merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsure pekerjaan yang dibedakan dan dipisahkan satu sama lain (discrete job element). Howell dan Dipboye (dalam Munandar, 2011), memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerjamen cerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.
Blum (dalam Jannah, 2007) menyatakan bahwa aspek pengukuran kepuasan kerja dapat diketahui melalui :
a. Pekerjaan itu sendiri, termasuk tugas – tugas yang diberikan, ekpresi kerja serta hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
b. Promosi, yang mempunyai hubungan erat dengan masalah kenaikan pangkat maupun jabatan, kesempatan untuk maju, pengembangan karier dan prospek masa depan.
c. Gaji dan jamina sosial, termasuk disini adalah gaji bersih yang diterima setiap bulan dan jaminan social.
d. Teman kerja, meliputi hubungan antara pegawai.
e. Pengawasan atau supervisi, termasuk hubungan antara pegawai dan atasan, peraturan kerja, pengawasan kerja dan kualitas kerja.
Merujuk kepada teori di atas, penulisan ini bertujuan untuk mengetahui adanya keterkaitan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja pegawai di organisasi Hubungan antara keduanya dapat digambarkan sebagai dinamika psikologis pada bagian berikut.
Motivasi kerja merupakan suatu proses yang merujuk kepada munculnya dorongan untuk melakukan aktivitas pekerjaan, sedangkan kepuasan kerja merujuk kepada perasaan positif karena terpenuhinya harapan atas aktivitas pekerjaan yang dilakukan. Saat individu termotivasi dan puas, maka individu akan berusaha untuk melakukan aktivitas pekerjaan yang lebih baik lagi, bahkan pekerjaan yang bukan menjadi tugas utamanya.
Menurut Wulani (2005), motivasi kerja begantung pada persepsi pekerja terhadap pengalaman pekerjaan mereka. Perilaku akan muncul jika ada persepsi positif dan sikap kerja yang positif. Jika karyawan dalam organisasi memiliki OCB, karyawan dapat mengendalikan perilakunya sendiri dan karyawan tersebut akan berusaha untuk meningkatkan potensi yang dimiliki untuk kemajuan perusahaan yang menaunginya.
Motivasi mendorong individu dengan tindakan supaya dapat menguatkan karakternya. Individu akan mengejar pekerjaannya dan memperlihatkan perilaku supaya memperoleh sambutan atau dukungan sosial dan status.
Karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap tenang dalam bekerja, mempunyai motivasi berkerja yang tinggi dalam mengghadapi pekerjaan yang banyak dan memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang dalam bekerja. Ia juga dapat bekerja dengan tenang dan nyaman di tempat kerja, dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja serta mampu berkomunikasi dengan baik dengan rekan kerja dengan baik dalam berbagai situasi. Hal ini karena ia memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik dan selalu bersikap positif dalam menghadapi permasalahan dalam bekerja.



2.5 Teori – Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yulk (Moch. As’ad, 1995: 105), pada dasarnya teori – teori tentang kepuasan kerja yang lazim dikenal ada tiga macam yaitu:
a. Discrepancy theory
Discrepancy theory yang dipelopori oleh Porter menjelaskan bahwa kepuasan kerja seseorang diukur dengan menghitung selisih apa yang seharusnya diinginkan dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada
perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang menurut persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaannya. Orang akan puas apabila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan maka orang akan
menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat “discrepancy”, tetapi merupakan discrepancy positif. Sebaliknya, semakin jauh dari kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi discrepancy negatif, maka makin besar pula ketidakpuasan terhadap pekerjaannya.
b. Equity theory
Equity theory dikembangkan oleh Adams tahun 1963. Dalam equity theory, kepuasan kerja seseorang tergantung apakah ia merasakan keadilan atau tidak atas situasi. Perasaan keadilan atau ketidakadilan atas suatu situasi diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang lain
yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Menurut Wexley dan Yulk (Moch. As’ad, 1995: 105), teori elemen–elemen dari equity ada tiga yaitu :
1) Input adalah sesuatu yangberharga yang dirasakan pegawai sebagai
sumbangan terhadappekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman
kerja, dan kecakapan.
2) Out Comes adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan pegawai
sebagai hasil dari pekerjaannya, seperti gaji, status, simbol, dan
penghargaan.
3) Comparation Person adalah dengan membandingkan input, out comes terhadap orang lain. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Akan tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan, akan
menimbulkan ketidakpuasan. Kelemahan dari teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan kerja seseorang juga ditentukan oleh individual differences (misalnya pada waktu orang melamar kerja
apabila ditanya tentang besarnya upah/ gaji yang diinginkan. Selain itu, menurut Locke tidak liniernya hubungan antara besarnya kompensasi dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan dengan kenyataan (Moch. As’ad, 1995: 105).
C. Two Factor Teory
Menurut two factor theory, kepuasan kerja itu merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variable kontinyu. Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi perasaan seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers atau motivator yang terdiri dari prestasi pengakuan, tanggungjawab. Kedua yaitu kelompok sebagai sumber ketidakpuasan atau dissatisfiers yang terdiri dari prosedur kerja, upah atau gaji, hubungan antar pegawai. Menurut Herzberg, perbaikan terhadap kondisi dalam kelompok dissatisfiers ini akan mengurangi ketidakpuasan, tetapi tidak akanmenimbulkan kepuasan kerja karena bukan merupakan sumber kepuasan kerja. Sedangkan kelompok satisfiers merupakan faktor yang menimbulkan kepuasan kerja.
2.6 Faktor – Faktor Timbulnya Kepuasan Kerja
Sebagian besar orang berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan factor utama untuk dapat menimbulkan kepuasan kerja. Sampai taraf tertentu, hal ini memang bisa diterima, terutama dalam negara yang sedang berkembang, dimana uang merupakan kebutuhan yang sangat vital untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari – hari. Akan tetapi kalau masyarakat sudah bisa
memenuhi kebutuhan keluarganya secara wajar, maka gaji atau upah ini tidak menjadi faktor utama. Sesuai dengan tingkatan motivasi manusia yang dikemukakan oleh Maslow, maka upah atau gaji merupakan kebutuhan dasar. Harold E. Burt (Moch. As’ad, 1995: 112) mengemukakan pendapatnya tentang faktor – faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja antara lain:
a. Faktor hubungan antar pegawai, antara lain hubungan antara pimpinan dengan pegawai, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara pegawai, sugesti dari teman kerja, emosi dan situasi kerja.
b. Faktor individual, antara lain sikap kerja seseorang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja, serta jenis kelamin pegawai.
c. Faktor – faktor dari luar (ekstern) antara lain keadaan keluarga pegawai, rekreasi, pendidikan (training, up grading dan lain – lain).
Sedangkan menurut pendapat Gilmer (Moch. As’ad, 1995: 114) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :
a. Kesempatan untuk maju.
Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh kesempatan peningkatan pengalaman dan kemampuan kerja selama bekerja.
b. Keamanan kerja.
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik pegawai pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan kerja pegawai selama bekerja.
c. Gaji
Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang yang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
d. Manajemen kerja.
Manajemen kerja yang baik adalah yang memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga pegawai dapat bekerja dengan nyaman.
e. Kondisi kerja.
Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parkir.
f. Komunikasi.
Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pimpinan banyak dipakai untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi pegawainya sangat berperan dalam menimbulkan kepuasan kerja.
Menurut pendapat Moch. As’ad (1995: 115), faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja antara lain :
a. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja.
b. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, kesehatan pegawai.
c. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan pegawai, yang meliputi sistem penggajian, jaminan sosial, besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan lain-lain.
Menurut Chruden & Sherman (Rita Johan, 2002: 8) faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah:
a. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol
terhadap pekerjaan
b. Supervisi
c. Organisasi dan manajemen
d. Kesempatan untuk maju
e. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
f. Rekan kerja
g. Kondisi pekerjaan.
Kepuasan kerja dapat dirumuskan sebagai respon umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh tenaga kerja sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi/ institusi/ perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja.
Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi
kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian dengan antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insentif.
2.7 Komponen Kepuasan Kerja
Ada beberapa komponen kepuasan kerja menurut beberapa tokoh.
Komponen tersebut antara lain :
a. Menurut Yudha (Agoes Dariyo, 2003: 76) kepuasan kerja merupakan
kombinasi dari beberapa komponen pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan Psikologi Sosial (The Social Psychological Approach)
Berkaitan dengan bagaimana persepsi individu terhadap pekerjaan itu sendiri. meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja.
2) Pendekatan Ekonomi Neo -Klasik (Neo-Classical Economic Approach)
Berhubungan dengan berapa jumlah kompensasi yang diperoleh melalui pekerjaan tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya (termasuk keluarganya), seperti gaji, tunjangan, fasilitas yang diberikan,promosi kesempatan untuk maju, dll.
3) Pendekatan Sosiologi (Sociological Approach)
Menekankan bagaimana kondisi hubungan interpersonal dalam konteks lingkungan sosial. Misalkan lebih pada aktualisasi diri, hubungan dengan sesama tenaga kerja, hubungan bawahan denganpimpinannya.
b. Menurut Greenberg dan Baron (Agoes Dariyo, 2003: 76) kepuasan kerja
meliputi beberapa komponen, yaitu :
1) Komponen Evaluatif (Evaluative Component) adalah dasar afeksi
(perasaan, emosi) yang berfungsi untuk menilai suatu objek. Dalam komponen ini seperti minat kerja, perasaan terhadap pekerjaannya, perasaan terhadap hasil kerja, perasaan terhadap aturan/ kebijaksanaan, lingkungan kerja dan kepemimpinan.
2) Komponen Kognitif (Cognitive Component), yaitu mengacu pada unsure kecerdasan (intelektual) untuk mengetahui suatu objek, yakni sejauh mana individu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan objek yang dimaksud, seperti anggapan seseorang tentang kesesuaian gaji dengan beban kerjanya, kompensasi/ tunjangan di luar jam kerja, penghargaan yang sesuai dengan prestasi kerja, pandangan terhadap aturan sekolah, sebagai contoh: seorang guru berpendapat bahwa dirinya lebih pantas mendapatkan promosi daripada rekan kerjanya yang menurutnya prestasi rekannya tidak lebih baik dari pada prestasi dirinya.                   
3) Komponen Perilaku (Behavioral Component) adalah bagaimana individu
menentukan tindakan terhadap apa yang diketahui ataupun yang dirasakan. Sebagai contoh: penyelesaian tugas kerja, keaktifan dan sikap dalam berkerja, loyalitas dalam bekerja.
Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2003: 271) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu efektifitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dalam pekerjaanya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek yang lain. Lima model kepuasan kerja yang menonjol akan menggolongkan penyebabnya. Lima model kepuasan kerja tersebut diantaranya:
a. Pemenuhan Kebutuhan. Kepuasan kerja ditentukan oleh karakteristik dari suatu pekerjaan yang memungkinkan seorang individu untuk memenuhi
kebutuhannya.
b. Ketidakcocokan. Kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Pada saat harapan lebih besar dari output yang diterima maka karyawan akan merasakan ketidakpuasan. Namun, apabila output yang diterima sama atau lebih besar dari harapan maka karyawan akan merasa puas.
c. Pencapaian Nilai. Kepuasan berasal dari persepsi yang menganggap bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk memenuhi nilai kerja yang penting dari seseorang. Oleh karena itu, manajer dapat menciptakan nilai kerja bagi karyawan melalui strukturisasi lingkungan kerja, penghargaan dan pengakuan yang berhubungan dengan nilai-nilai karyawan.
d. Persamaan. Model ini, kepuasan kerja dipandang sebagai fungsi dari bagaimana seorang individu diperlakukan secara adil di tempat kerja.
e. Komponen watak/ genetik. Model kepuasaan ini berusaha menjelaskan secara khusus bahwa model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja merupakan sebagai fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik. Oleh karenanya, model ini menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama pentingnya dalam menjelaskan kepuasan kerja dengan
karakteristik lingkungan.
Robbins dan Judge (2008: 108) mengemukakan beberapa komponen yang merupakan faktor penentu kepuasan kerja yang berdasarkan skala standar,yaitu :
1. Pekerjaan itu Sendiri/ Sifat Pekerjaan
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah
keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
2. Gaji
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan
kerja.
3. Kesempatan atau Promosi
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan.
4. Supervisor
Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan.
5. Rekan Kerja
Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.

2.8 Definisi Upah atau Gaji
Rivai (2005 : 379) mengemukakan “gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan atau pegawai sebaga konsekuensi dari statusnya sebagai seorang pegawai yang memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi. Atau dapat dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang karena kedudukannya dalam organisasi. Dengan demikian, gaji pegawai merupakan salah satu balas jasa yang diberikan kepada seorang pegawai secara periodic.
Hal senada juga dikemukakan oleh Hariandja (2002 : 245) bahwa :
“gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang, yang diterima pegawai sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebaga seorang pegawai yang memberikan sumbangan dalam kedudukannya disebuah organisasi, dapat pula dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang dari keanggotaannya dalam sebuah organisasi”.
Begitupun menurut pendapat Wungu dan Brotoharsojo (2003 : 86) menyatakan bahwa “ gaji (salary) adalah komponen imbalan jasa atau penghasilan yang pemberiiannya didasarkan kepada berat ringannya tugas jabatan yang diduduki oleh pegawai. Dijelaskan sebagai berikut “gaji merupakan komponen penghasilan utama yang langsung berkaitan dengan jabatan atau direct compensation dan dalam penentuan berat ringannya tugas jabatan di lingkup organisasi dengan berdasarkan kepada kajian mendalam melalui kegiatan penilaian jabatan .
Tingkatan gaji merupakan hal penting karena dapat mempengaruhi kemampuan organisasi dalam memikat dan mempertahankan pekerja (pegawai) yang kompeten dan memiliki posisi yang kompetitif di pasar produk. 





BAB III
PEMBAHASAN

3.1  keterkaitan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja pegawai di organisasi
Wulani (2005) menyatakan bahwa motivasi kerja juga sangat bergantung pada persepsi pekerja terhadap pengalaman pekerjaan mereka. Ketika motivasi ekstrinsik (misalnya gaji, posisi, kenyamanan kerja, jaminan kerja) mereka tidak terpenuhi oleh organisasi, maka dapat muncul persepsi negatif dan berkurangnya keyakinan pekerja terhadap hubungan perjanjian kerja.
Berdasarkan hasil penulisan melalui bukti empiric dapt disimpulkan bahwa adanya keterkaitan yang sangat signifikan antara motvasi kerja dengan kepuasan kerja pegawai. Ini terbukti dengan adanya penelitian dengan memperoleh hasil yang baik terkait motivasi kerja dan kepuasan kerja pegawai, sehingga dapat diaktakan bahwa
karyawan dapat mengendalikan perilakunya sendiri sehingga mampu memilih perilaku yang terbaik untuk kepentingan organisasinya. Karyawan yang memiliki rasa tanggung jawab, disiplin, memiliki dorongan untuk mencapai tujuan, karier dan masa depan, memiliki harapan untuk membuahkan hasil yang sebaik mungkin.
Beberapa peneliti mengusulkan motivasi individu secara signifikan berhubungan dengan perilakunya. Tang dan Ibrahim (1998) melihat jika ada hubungan yang signifikan diantara kedua dalam ukuran motivasi dan kepuasan kerja (dalam Barbuto dkk, 2001). Sedangkan Menurut Hasibuan (1999) motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal.
Selanjutnya, Karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap tenang dalam bekerja, mempunyai motivasi berkerja yang tinggi dalam mengghadapi pekerjaan yang banyak dan memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang dalam bekerja, ia juga dapat bekerja dengan tenang dan nyaman di tempat kerja,ia juga mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja dan mampu bekomunikasi dengan baik dengan rekan kerja dengan baik dalam berbagai situasi karena ia memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik dan selalu bersikap positif dalam menghadapi permasalahan dalam bekerja.
Ketika kepuasan kerja tinggi secara otomatis memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerjanya hal ini didukung dengan hasil penelitian oleh Ghiselli dan Brown menyatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan menimbulkan keinginan untuk saling membantu antara rekan kerja. Ketika kepuasan kerja rendah otomatis karyawan kurang bisa maksimal dalam bekerja karena tidak merasa nyaman di lingkungan kerja tersebut.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh secara signifikan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja pegawai yang dapat mempengaruhi laju perkembangan organisasi sedangkan diluar motivasi kerja dan kepuasan kerja, seperti komitmen organisasi, persepsi terhadap organisasi, kepribadian, badaya dan iklim organisasi, dukungan organisasional, kohesivitas kelompok, dukungan dan perilaku kepemimpinan, kualitas hubungan atasan dan bawahan.









BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam upaya meningkatkan kinerja organiasi tentunya tidak terlepas dari beberapa factor yang mempengaruhinya salah satu contonya seperti adanya factor motivasi kerja dan kepuasan kerja, dimana keduanya saling memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dan akan saling mempengaruhi antara satu dan yang lainnya, motivasi dalam arti disini adalah dengan bentuk imbalan berupa upah atau gaji yang dibutuhkan oleh pegawai dengan begitu diharapkan pegawai dapat serta merta bekerja dengan maksimal sesuai dengan yang apa yang menjadi tujuan organisasinya.

No comments:

Post a Comment