Tuesday, September 9, 2014

tugas individu matkul organisasi dan adm internasional



NAMA                       :  SEA AGUSTIN
NPM                           : 3504110010
PRODI                       : ADMINISTRASI NEGARA
MATA KULIAH      : ORGANISASI DAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL
“PERMASALAHAN TENTANG SALAH SATU BUDAYA INDONESIA “LAGU RASA SAYANG’E” YANG DIKLAIM OLEH NEGARA MALAYSIA”.
A.    PENDAHULUAN
Indonesia dengan berbagai suku bangsa dan bahasa tentunya tidak heran apabila Indonesia menjadi negara yang majemuk dari segala bidang yang ada didalamnya, salah satunya yaitu dari bidang budaya dan bahasa sampai pada lagu daerah yang berbeda dan memiliki cirri khasnya masing- masing antata satu daerah dan daerah yang lain, akan tetapi dengan beragamnya budaya tersebutlah sehingga membuat bangsa Indonesia sendiri lupa untuk selalu menjaganya serta bersikap untuk lebih bijak dalam arti terdapat upaya – upaya yang dilakukan pihak pemerintah dalam menjaga keutuhan keragaman budaya yang ada didalamnya, selain daripada itu, pihak masyarakat yang tetnunya memiliki peranan penting pula dalam menjaga keutuhan kebudayaan yang seharusnya dijaga dan dilestarikan sebagai suatu warisan yang telah diwariskan oleh nenek moyang terdahulu, karena sikap kita yang kurang memperhatikan hal tersebut sampailah pada akhirnya salah satu atau beberapa dari budaya – budaya yang dimiliki Indonesia kemudian diklaim oleh negara lain seperti salah satu contohnya seperti lagu Rasa Sayange atau Rasa Sayang-Sayange adalah lagu berbahasa asli Maluku yang kemudian diklaim oleh pihak Malaysia yang berasal dari Melayu, Malaysia. Pada dasarnya lagu ini merupakan lagu anak anak yang selalu dinyanyikan secara turun-temurun sejak dahulu oleh masyarakat Maluku untuk mengungkapkan rasa sayang mereka terhadap lingkungan dan dalam melakukan sosialisasi di antara masyarakat. Dalam hal mengklaim tentunya bukan baru pertama kali pihak malaysia mengklaim terhadap apa yang dimiliki Indonesia. Hal ini didasari karena masih adanya rasa kurang memilki terhadap keberadaan budaya – budaya yang begitu beragam di Indonesia baik itu sikap pemerintah itu sendiri ataupun masyarakat secara umum yang memang dewasa ini lebih suka dan mempelajari budaya – budaya asing dibandingkan harus mempelajari kebudayaannya sendiri sehingga negara lain dapat dengan mudahnya mengambil apa yang tadinya milik Indonesia.
B.     PEMBAHASAN
Jakarta (ANTARA News) - Semasa kecil hampir seluruh anak Indonesia amat akrab berdendang lagu 'Rasa Sayange', sebab di bangku SD guru kesenian menjadikannya sebagai salah satu lagu daerah yang mesti dihafal.
Lagu 'Rasa Sayange' terasa riang, sederhana, dan amat menyenangkan dinyanyikan bersama-sama. Dan semua sepakat ketika menyanyikan lagu itu terbayang di pelupuk mata betapa indahnya Ambon nun di Maluku sana.
Pantas bila kemudian hampir seluruh warga Indonesia terperanjat saat secara tiba-tiba Malaysia menjadikan lagu yang berirama sama persis dengan 'Rasa Sayange' sebagai "jingle" promosi pariwisata negeri jiran itu.
Meski syair lagunya tidak sama, 'Rasa Sayange' versi Malaysia yang berjudul 'Rasa Sayang Hey' itu memiliki notasi dan irama yang hampir sama persis dengan lagu 'Rasa Sayange' yang lebih dahulu ada di Indonesia.
Lagu 'Rasa Sayange' itulah yang kemudian menjadi pemicu riak gejolak hubungan Indonesia-Malaysia saat ini.
Terlebih pasca merebaknya beberapa kasus penyiksaan TKW asal Indonesia di Malaysia.
Beberapa aksi demonstrasi anti-Malaysia terjadi di Indonesia. Itu belum termasuk "perang" kata para blogger Indonesia dan Malaysia di dunia maya (internet) pada sejumlah situs.
Boleh jadi, saat ini rasa sayang sebagai tetangga selama puluhan tahun antara Indonesia dan Malaysia tengah teruji.

Pasca kasus sengketa Pulau Sipadan-Ligitan, klaim Malaysia atas batik, angklung, dan budaya Dayak, dan juga kiriman asap kebakaran hutan dari Indonesia ke Malaysia memang menjadi ujian yang berat bagi hubungan baik kedua negara.
Sejumlah klaim atas sesuatu oleh Malaysia itu juga menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan warga negara Indonesia untuk merancang regulasi yang protektif dan memperkuat rasa memiliki atas kekayaan sendiri.
Payung Hukum

'Rasa Sayange' paling tidak memiliki sisi baik tersendiri. Dari situ kemudian dapat dirasakan tumbuhnya nasionalisme terhadap bangsa sekaligus kesadaran pemerintah untuk menentukan kebijakan yang lebih protektif terhadap budaya bangsa.
Belum lama ini Departemen Kebudayaan dan Pariwisata(Depbudpar) dan Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia (Depkumham) menjalin kerja sama untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan kekayaan intelektual ekspresi budaya warisan tradisional milik bangsa Indonesia.
"Dengan adanya kerja sama ini, saya mengharapkan agar karya budaya kita yang belum terlindungi secara hukum segera didaftarkan dalam HAKI secara kolektif sehingga cepat selesai," kata Menbudpar Jero Wacik.
Pada akhirnya ditandatanganilah Naskah Kesepahaman antara Jero Wacik dan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Andi Mattalatta, tentang perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kekayaan intelektual ekspresi budaya warisan tradisional milik bangsa Indonesia.
Perjanjian kerja sama tersebut bertujuan untuk memberdayakan ekspresi budaya milik bangsa Indonesia melalui perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas sekumpulan karya cipta yang bernilai luhur.
"Kerja sama ini merupakan payung hukum dalam memberikan perlindungan terhadap karya budaya bangsa Indonesia dari pemanfaatan oleh pihak asing," kata Menbudpar.
Dalam kerja sama itu, Depbudpar berkewajiban untuk melakukan inventarisasi dan dokumentasi berbagai jenis karya atau warisan budaya bangga.
Sedangkan Depkumham akan menetapkan jenis-jenis ekspresi budaya milik bangsa Indonesia yang perlu dilindungi.
Sementara itu Menkumham, Andi Mattalatta, mengakui kerja sama itu merupakan upaya proteksi yang dapat dibilang terlambat tetapi tetap perlu dilakukan.

Menurut dia, upaya tersebut merupakan tindakan perlindungan sekaligus penghargaan dan perangsang terhadap timbulnya karya budaya baru anak bangsa.
"Ini harus kita lakukan apalagi setelah beberapa karya budaya kita diklaim negara lain seperti lagu Rasa Sayange, batik, tahu, dan tempe. Kalau tidak segera didaftarkan maka ada kemungkinan bisa diklaim orang lain," katanya.
Berlebihan
Sementara itu, warga Malaysia dalam sebuah situs di dunia maya sebagian besar menganggap Indonesia terlalu berlebihan menyikapi hal itu.
Sebagian di antara mereka bahkan menganggap Indonesia tidak dapat membedakan persoalan yang penting dan yang remeh serta kerap membesar-besarkan sesuatu.
Konflik itu terasa ironis mengingat dalam riwayat sejarah Indonesia-Malaysia telah menjadi "sahabat" sejak lama meski beberapa kali terlibat konfrontasi.
Kedua negara memang sempat mengalami konfrontasi pada 1967, berlanjut sengketa Sipadan-Ligitan, dan yang terbaru mengenai status kepemilikan Ambalat.
Namun, ibarat sejarah yang terus berulang melalui meja diplomasi semua permasalahan terselesaikan.
Tanpa mengesampingkan nasionalisme yang terusik akibat kedaulatan yang dirasakan terinjak, semua berharap kemelut RI-Malaysia kembali terselesaikan melalui jalur diplomasi.
COPYRIGHT © 2007
C.    ANALISIS
Pembangunan suatu negara memanglah didukung dari berbagai sector baik itu sector perekonomian, politik, bahkan sampai pada social bduaya masyarakat yang ada didalamnya, Salah satu sector yang tentunya juga memiliki peranan penting terhadap pembangunan dan factor kemajuan negara itu sendiri yaitu dari factor kebudayaan. dimana dengan beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia dapat dijadikan salah satu cara demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena disitulah daya tarik negara lain untuk dapat berkunjung ke Indonesia walaupun hanya untuk sekedar menikmati, menyaksikan akan keberagaman kebudayaan Indoesia selain daripada itu, dapat meningkatkan rasa kecintaan dan rasa nasionalisme dari bangsa Indonesia itu sendiri sehingga para generasi muda khususnya tidak hanya mengenali budaya asing yang datang ke Indonesia akan tetapi lebih mencintai budayanya sendiri.
 Terlebih dari pada itu, Nilai budaya pada suatu negara atau bangsa dijadikan sebagai Identitas Nasional dari bangsa tersebut yang dijadikan ciri yang berbeda dengan bangsa – bangsa lain. Dalam hal ini identitas yang dimaksud artinya “ Menunjukkan sifat khas yang menjelaskan dan sesuai dengan kesadaran diri, golongan, kelompok, komunitas, atau negara sendiri, sedangkan kata Nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok yang lebih besar , yang diikat oleh kesamaan fisik.
Berbeda pada era globalisasi pada zaman sekarang, karena saat ini nilai kebudayaan tidak sedikit banyak terpengaruh  oleh berbagai lembaga, termasuk sistem pendidikan, agama, keluarga dan lain – lain baik yang sifatnya langsung dan tidak langsung, ini dapat berpengaruh terhadap identitas budaya yang selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun secara terus menerus. Pada kenyataannya, dengan adanya pengaruh dari keberadaan globalisasi dinilai sangat tinggi salah satu contoh nyata yang dapat dilihat dan tidak asing lagi adalah adanya perubahan terhadap model berpakaian, tarian modern, lagu – lagu dan hal – hal lainnya. Selain daripada itu, Sangat disayangkan karena banyak juga dari para pelajar yang bangga akan adanya kebudayaan asing daripada harus bangga dan mencintai budaya asli sendiri, ini karena mereka menilai bahwa budaya asli tersebut ketinggalan zaman atau dengan kata lain sudah tidak sesuai dengan zaman modern sekarang ini karena adanya globalisasi tadi..
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sengketa yang melibatkan negara Indonesia dan Malaysia ini merupakan permasalahan yang sangat mungkin terjadi dan berkelanjutan apabila tidak langsung diatasi dan adanya sikap baik antara kedua belah pihak, hal ini didasarkan karena antara Indonesia dan Malaysia memiliki kedekatan secara wilayah yang kemudian dipengaruhi pula dengan adanya globalisasi sehingga terkesan tidak adanya batasan baik itu ruang dan waktu antara satu wilayah dengan wilayah lainnya sebagaimana Indonesia dan Malaysia alami.

D.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Keberadaan kebudayaan merupakan salah satu aspek yang memiliki peranan penting dalam upaya pembangunan dalam mencapai kesejaheraan masyarakat yang lebih baik tentunya. Dimana keberadaan budaya didalamnya tidak hanya berkaitan hanya dengan masalah bahasa, keragaman busana adat, akan tetapi berkaitan dengan keberadaan lagu – lagu daerah yang tentunya tidak dapat terpisah didalamnya.
Dengan adanya sikap yang dinilai masih kurang memperhatikan hal seperti itu baik itu dari pihak pemerintah ataupun masyarakat secara umumnya. Sehingga pihak lain dalam hal ini negara Malaysia seolah – olah dapat bersikap secara leluasa untuk mengklaim segala yang ada di Indonesia tidak terkecuali budaya Indonesia itu sendiri.
Dengan lagu daerah 'Rasa Sayange' yang diklaim oleh Malaysia setidaknya memiliki hal baik tersendiri. Dari adanya kasus tersebut kemudian dapat menumbuhkan rasa nasionalisme yang tumbuh disetiap hati masyarakat Indonesia terlebih lagi dihati generasi – generasi muda terhadap bangsa dan negaranya sekaligus meningkatkan akan kesadaran pemerintah dalam menentukan kebijakan yang lebih protektif terhadap keberadaan keragaman kebudayaan negara Indonesia.
2.      Saran
Ketegasan yang dapat dilakukan oleh pemerntah dan masyarakat secara umumnya yaitu lebih menghargai hasil dari nialai-nilau budaya asli, adapun hal-hal yang dipergunakan didalam lingkungan seharusnya tidak serta merta segala hal yang ada dan tersebar di Indonesia diadopsi secara keseluruhnya, pemerintah diharapkan dapat menyikapinya secara serius dalam menanggapi masalah tindaklanjut atapun legalitas melalui pengeluaran atas hak cipta daripada hasil budaya yang dikeluarkan, selain daripada itu, kita khususnya sebagai generasi muda harus bangga dengan budaya asli sendiri yang ada di negara kita, seperti kita bangga terhadap salah satunya yaitu “lagu daerah rasa sayange” yang diklaim oleh Malaysia.
Sehingga kedepanya, tentunya diharapkan tidak akan ada lagi nada – nada  karena adanya sengketa-sengketa lainnya terkait segala bidang yang ada di Indonesia dengan negara lain, sebagaimana yang telah terjadi yaitu antara Indonesia dan Malaysia
E.     DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment