بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURIPendapat Ulama Tentang ISIS
Ulama Besar Arab Saudi, Ahli Hadits Kota Suci Madinah, Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr hafizhahullah berkata dalam risalah “Fitnatul Khilafah Ad-Da’isyiah Al-‘Iraqiyah Al-Maz’umah” di website resmi beliau,
Seruan Ulama Besar Ahlus Sunnah Terkait ISIS
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وحده وصلى الله وسلم على من لا نبي بعده نبينا محمد وعلى آله وصحبه. أما بعد؛
Sungguh telah lahir di Iraq beberapa tahun yang lalu, sebuah kelompok yang menamakan diri Daulah (Negara) Islam Iraq dan Syam, dan dikenal dengan empat huruf awal nama daulah khayalan tersebut yaitu [داعش] (ISIS), dan muncul bersamaan dengan itu, sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian orang yang mengamati tingkah pola dan pergerakan mereka, sejumlah nama sebagai julukan bagi anggota mereka dengan sebutan: Abu Fulan Al-Fulani atau Abu Fulan bin Fulan, kuniah (julukan) yang disertai penisbatan kepada negeri atau kabilah, inilah kebiasaan orang-orang majhul (yang tidak dikenal), bersembunyi di balik julukan dan
penisbatan.
Selang beberapa waktu terjadi peperangan di Suriah antara pemerintah[1] dan para penentangnya, masuklah sekelompok orang dari ISIS ini ke Suriah, bukan untuk memerangi pemerintah, akan tetapi memerangi Ahlus Sunnah yang menentang pemerintah dan membunuh Ahlus Sunnah dengan cara yang sangat kejam, dan telah masyhur cara membunuh mereka terhadap orang yang ingin mereka bunuh, dengan menggunakan pisau-pisau yang merupakan cara terjelek dan tersadis dalam membunuh manusia.
Dan di awal bulan Ramadhan tahun ini (1435 H) mereka merubah nama kelompok mereka menjadi “Al-Khilafah Al-Islamiyah”. Khalifahnya yang dinamakan Abu Bakr Al-Baghdadi berkhutbah di sebuah masjid di Mosul, diantara yang ia katakan dalam khutbahnya, “Sungguh aku telah dijadikan pemimpin kalian padahal aku bukan yang terbaik di antara kalian”. Sungguh dia telah berkata benar bahwa ia bukanlah yang terbaik di antara mereka, karena ia telah membunuh orang yang mereka bunuh dengan pisau-pisau, apabila pembunuhan itu atas dasar perintahnya, atau ia mengetahuinya dan membolehkannya maka ia adalah yang terburuk di antara mereka (memang bukan yang terbaik), berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk maka ia mendapat pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” [HR. Muslim no. 6804 dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Dan kalimat yang ia katakan dalam khutbahnya tersebut, telah dikatakan oleh khalifah pertama dalam Islam setelah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,yaitu Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu wa ardhaahu, dan beliau adalah orang terbaik umat ini, sedang umat ini adalah umat yang terbaik di antara umat-umat yang ada, beliau mengatakan demikian dalam rangka tawadhu’ (bersikap rendah hati) sedang beliau mengetahui, para sahabat juga mengetahui bahwa beliau adalah orang yang terbaik di antara mereka berdasarkan dalil-dalil yang menunjukkannya dari ucapan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Termasuk kebaikan (yang kami nasihatkan) untuk kelompok ini, hendaklah mereka sadar diri dan kembali kepada kebenaran, sebelum daulah mereka hilang terbawa angin seperti daulah-daulah lain yang semisalnya di berbagai masa.
Dan sangat disayangkan, fitnah (bencana) khilafah khayalan yang lahir beberapa waktu yang lalu ini, diterima oleh anak-anak muda yang bodoh di negeri Al-Haramain, mereka menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan terhadap khilafah khayalan ini layaknya kebahagiaan orang yang haus terhadap minuman, dan diantara mereka ada yang berkhayal telah membai’at khalifah majhul ini! Bagaimana mungkin diharapkan kebaikan dari orang-orang yang tersesat dengan ajaran takfir (pengkafiran terhadap kaum muslimin) dan pembunuhan dengan cara yang paling kejam dan sadis…?!
Wajib atas para pemuda tersebut untuk melepaskan diri dari ikut-ikutan di belakang para provokator, dan hendaklah dalam setiap tindakan mereka kembali kepada dalil yang datang dari Allah ‘azza wa jalla dan dari Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam, karena padanya ada keterjagaan, keselamatan dan kesuksesan di dunia dan akhirat. Dan hendaklah mereka kembali merujuk kepada para ulama yang menasihati mereka dan menasihati kaum muslimin.
Diantara contoh keselamatan dari pemikiran sesat karena merujuk kepada ulama, adalah sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih beliau (no. 191) dari Yazid Al-Faqir, ia berkata,
كُنْتُ قَدْ شَغَفَنِى رَأْىٌ مِنْ رَأْىِ الْخَوَارِجِ فَخَرَجْنَا فِى عِصَابَةٍ ذَوِى عَدَدٍ نُرِيدُ أَنْ نَحُجَّ ثُمَّ نَخْرُجَ عَلَى النَّاسِ – قَالَ – فَمَرَرْنَا عَلَى الْمَدِينَةِ فَإِذَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ – جَالِسٌ إِلَى سَارِيَةٍ – عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ فَإِذَا هُوَ قَدْ ذَكَرَ الْجَهَنَّمِيِّينَ – قَالَ – فَقُلْتُ لَهُ يَا صَاحِبَ رَسُولِ اللَّهِ مَا هَذَا الَّذِى تُحَدِّثُونَ وَاللَّهُ يَقُولُ (إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ) وَ (كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا) فَمَا هَذَا الَّذِى تَقُولُونَ قَالَ فَقَالَ أَتَقْرَأُ الْقُرْآنَ قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ فَهَلْ سَمِعْتَ بِمَقَامِ مُحَمَّدٍ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَعْنِى الَّذِى يَبْعَثُهُ اللَّهُ فِيهِ قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ فَإِنَّهُ مَقَامُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- الْمَحْمُودُ الَّذِى يُخْرِجُ اللَّهُ بِهِ مَنْ يُخْرِجُ. – قَالَ – ثُمَّ نَعَتَ وَضْعَ الصِّرَاطِ وَمَرَّ النَّاسِ عَلَيْهِ – قَالَ – وَأَخَافُ أَنْ لاَ أَكُونَ أَحْفَظُ ذَاكَ – قَالَ – غَيْرَ أَنَّهُ قَدْ زَعَمَ أَنَّ قَوْمًا يَخْرُجُونَ مِنَ النَّارِ بَعْدَ أَنْ يَكُونُوا فِيهَا – قَالَ – يَعْنِى فَيَخْرُجُونَ كَأَنَّهُمْ عِيدَانُ السَّمَاسِمِ. قَالَ فَيَدْخُلُونَ نَهْرًا مِنْ أَنْهَارِ الْجَنَّةِ فَيَغْتَسِلُونَ فِيهِ فَيَخْرُجُونَ كَأَنَّهُمُ الْقَرَاطِيسُ. فَرَجَعْنَا قُلْنَا وَيْحَكُمْ أَتُرَوْنَ الشَّيْخَ يَكْذِبُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرَجَعْنَا فَلاَ وَاللَّهِ مَا خَرَجَ مِنَّا غَيْرُ رَجُلٍ وَاحِدٍ أَوْ كَمَا قَالَ أَبُو نُعَيْمٍ
“Aku pernah terpengaruh oleh satu pemikiran Khawarij, maka kami beberapa orang pergi untuk berhaji, kemudian kami ingin memberontak, kami pun melewati kota Madinah, ternyata ada sahabat Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhuma sedang duduk di sebuah sudut, beliau sedang menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, ketika itu beliau telah menyebutkan tentang al-jahannamiun (orang-orang yang dibebaskan dari neraka setelah diazab, lalu dimasukkan ke surga). Maka aku berkata kepadanya: Wahai sahabat Rasulullah, mengapa engkau menyampaikan ini padahal Allah telah berfirman,
إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ
“Sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia.” (Ali Imron: 192)
Dan firman Allah ta’ala,
كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا
“Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya.” (As-Sajadah: 20)
Maka apa yang bisa engkau katakan?
Beliau berkata: Apakah kamu membaca Al-Qur’an?
Aku berkata: Ya.
Beliau berkata: Apakah kamu pernah mendengar ayat tentang kedudukan (syafa’at) Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam yang akan Allah bangkitkan beliau dalam kedudukan ini?
Aku berkata: Ya.
Beliau berkata: Sesungguhnya itu kedudukan (syafa’at) Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam yang terpuji, yang dengan itu Allah mengeluarkan sebagian orang dari neraka.
Kemudian beliau menyebutkan tentang peletakan jembatan (shiroth) dan lewatnya manusia di atasnya –aku khawatir menyampaikannya karena aku tidak menghapalnya dengan baik, yang pasti beliau menyebutkan tentang satu kaum yang keluar dari neraka setelah mereka diazab di dalamnya, mereka keluar dalam bentuk seperti biji wijen yang terbakar sinar matahari- Beliau berkata: Mereka lalu masuk ke salah satu sungai di surga, mereka mandi padanya, lalu mereka keluar dalam bentuk seperti kertas-kertas putih.
Kami pun kembali, lalu kami berkata kepada rombongan kami, celaka kalian apakah kalian menganggap Asy-Syaikh (Jabir bin Abdullah) berdusta atas nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam (beliau tidak mungkin berdusta)?! Maka kami pun kembali, demi Allah (setelah itu) tidak ada seorang pun dari kami yang keluar (mengikuti Khawarij) kecuali satu orang –atau seperti yang dikatakan oleh Abu Nu’aim-.” [HR. Muslim]
Abu Nu’aim adalah Al-Fadhl bin Dukain, beliau adalah salah seorang perawi hadits ini. Dan hadits ini menunjukkan bahwa kelompok ini telah tertipu dengan pemikiran Khawarij dalam mengkafirkan pelaku dosa besar dan meyakini kekalnya di neraka, dan dengan pertemuan bersama sahabat Jabir radhiyallahu’anhu dan penjelasan beliau, maka mereka kemudian mengikuti bimbingan beliau, meninggalkan kebatilan yang mereka pahami dan tidak jadi memberontak yang sudah mereka rencanakan akan dilakukan setelah melaksanakan haji, maka ini adalah faidah terbesar yang akan didapatkan oleh seorang muslim apabila ia merujuk kepada ulama.
Dan yang menunjukkan bahaya ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama dan menyimpang dari kebenaran serta menyelisihi pendapat Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dari hadits Hudzaifah radhiyallahu’anhu,
إنَّ أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك، قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو المرمي؟ قال: بل الرامي
“Sesungguhnya yang aku takuti menimpa kalian, adanya orang yang membaca Al-Qur’an, sampai apabila telah terlihat sinarnya dalam dirinya dan menjadi benteng bagi Islam, maka ia pun berlepas diri darinya dan membuangnya di belakang punggungnya, lalu ia memerangi tetangganya dengan pedang dan ia menuduh tetangganya itu telah melakukan syirik. Aku (Hudzaifah) berkata: Wahai Nabi Allah, siapakah yang lebih pantas dihukumi syirik, apakah yang menuduh atau yang tertuduh? Beliau bersabda: Bahkan yang menuduh.” [Diriwayatkan Al-Bukhari dalam At-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan Al-Bazzar, lihat Ash-Shahihah karya Al-Albani no. 3201]
Anak muda, umumnya buruk pemahaman, yang menunjukkan hal itu adalah sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam Shahih beliau (no. 4495) dengan sanadnya kepada Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya, bahwa beliau berkata,
قلت لعائشة زوج النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم وأنا يومئذ حديث السنِّ: أرأيتِ قول الله تبارك وتعالى: إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا، فما أرى على أحد شيئاً أن لا يطوَّف بهما، فقالت عائشة: كلاَّ! لو كانت كما تقول كانت: فلا جناح عليه أن لا يطوَّف بهما، إنَّما أنزلت هذه الآية في الأنصار، كانوا يُهلُّون لِمناة، وكانت مناة حذو قديد، وكانوا يتحرَّجون أن يطوَّفوا بين الصفا والمروة، فلمَّا جاء الإسلام سألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك، فأنزل الله إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا
“Aku berkata kepada Aisyah istri Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan aku ketika itu masih berumur muda: Apa pendapatmu tentang firman Allah ta’ala, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah termasuk syi’ar-syi’ar Allah, maka barangsiapa yang melakukan haji ke kakbah atau umroh, maka tidak ada dosa baginya untuk thawaf (sa’i) pada keduanya.” Maka aku berpendapat bahwa tidak ada dosa atas seorang pun yang tidak melakukan sa’i antara Shofa dan Marwah?
Aisyah berkata: Tidak, andaikan seperti yang engkau katakan maka ayatnya akan berbunyi, “Maka tidak ada dosa baginya untuk ‘tidak’ thawaf (sa’i) pada keduanya”. Hanyalah ayat ini turun ada sebabnya, yaitu tentang kaum Anshor, dulu mereka berihram untuk Manat, dan Manat terletak di Qudaid, dahulu mereka merasa berdosa untuk melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah, maka ketika datang Islam, mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang itu, lalu Allah menurunkan (firman-Nya), “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah termasuk syi’ar-syi’ar Allah, maka barangsiapa yang melakukan haji ke kakbah atau umroh, maka tidak ada dosa baginya untuk thawaf (sa’i) pada keduanya”.” [HR. Al-Bukhari]
Khawarij Menghapal Al-Qur’an Namun Tidak Memahaminya Seperti Pemahaman Salaf
Padahal ‘Urwah bin Az-Zubair termasuk sebaik-baik tabi’in, salah seorang dari 7 Fuqoha Madinah di masa tabi’in, beliau telah menyiapkan ‘udzurnya pada kesalahan beliau dalam memahami, yaitu keadaan beliau yang masih berumur muda ketika bertanya kepada Aisyah, maka jelaslah anak muda umumnya jelek pemahaman, dan bahwa kembali kepada ulama adalah kebaikan dan keselamatan.
Dan dalam Shahih Al-Bukhari (no. 7152) dari Jundab bin Abdullah radhiyallahu’anhu, ia berkata,
إنَّ أوَّل ما ينتن من الإنسان بطنُه، فمَن استطاع أن لا يأكل إلاَّ طيِّباً فليفعل، ومَن استطاع أن لا يُحال بينه وبين الجنَّة بملء كفٍّ من دم هراقه فليفعل
“Sesungguhnya bagian tubuh manusia yang pertama kali membusuk adalah perutnya, maka siapa yang mampu untuk tidak makan kecuali yang baik hendaklah ia lakukan, siapa yang mampu untuk tidak dihalangi antara dirinya dan surga dengan sepenuh genggaman darah yang ia tumpahkan hendaklah ia lakukan.” [HR. Al-Bukhari]
Al-Hafizh berkata dalam Al-Fath (13/130),
ووقع مرفوعاً عند الطبراني أيضاً من طريق إسماعيل بن مسلم، عن الحسن، عن جندب، ولفظه: (تعلمون أنِّي سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لا يحولنَّ بين أحدكم وبين الجنَّة وهو يراها ملءُ كفِّ دم من مسلم أهراقه بغير حلِّه)، وهذا لو لم يرِد مصرَّحاً برفعه لكان في حكم المرفوع؛ لأنَّه لا يُقال بالرأي، وهو وعيد شديد لقتل المسلم بغير حقٍّ
“Hadits ini secara marfu’ terdapat dalam riwayat Ath-Thabrani juga dari jalan Ismail bin Muslim, dari Al-Hasan, dari Jundab dengan lafaz: Kalian mengetahui bahwa aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
تعلمون أنِّي سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لا يحولنَّ بين أحدكم وبين الجنَّة وهو يراها ملءُ كفِّ دم من مسلم أهراقه بغير حلِّه
“Janganlah terhalangi antara seorang dari kalian dan surga dengan sepenuh genggaman darah seorang muslim yang ia tumpahkan tanpa alasan yang benar, padahal ia sudah melihat surga.”
Lafaz ini tidak secara tegas sampai kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam (marfu’) akan tetapi ia dihukumi marfu’ karena tidak mungkin dikatakan berdasarkan pendapat (mesti berdasarkan wahyu), sebab di dalamnya ada ancaman yang keras terhadap dosa membunuh seorang muslim tanpa alasan yang benar (ini tidak mungkin dari pendapat Jundab, mestilah beliau pernah mendengarkan dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam).”
Dan hadits-hadits serta atsar-atsar ini sebagiannya telah aku sebutkan dalam risalah,
بأي عقل ودين يكون التفجير والتدمير جهادا؟! ويحكم أفيقوا يا شباب
“Dengan akal dan agama apakah hingga pengeboman dan penghancuran dianggap jihad?! Kasihan kalian, sadarlah wahai para pemuda”
Dalam risalah ini terdapat beberapa ayat, hadits dan atsar yang banyak tentang haramnya bunuh diri dan membunuh orang lain tanpa hak. Risalah ini telah dicetak secara terpisah pada tahun 1424 H, dan dicetak pada tahun 1428 H bersama risalah lain yang berjudul,
بذل النصح والتذكير لبقايا المفتونين بالتكفير والتفجير
“Mengerahkan nasihat dan peringatan untuk sisa-sisa orang yang tertipu dengan pengkafiran dan pengeboman” termasuk dalam kumpulan kitab-kitab dan risalah-risalahku juz ke 6 hal. 225-279.
Dan untuk para pemuda yang telah ikut-ikutan di belakang penyeru kelompok (ISIS) ini, hendaklah mereka mengoreksi diri, kembali kepada kebenaran dan jangan berfikir untuk bergabung dengan mereka, yang akan menyebabkan kalian keluar dari kehidupan dengan bom bunuh diri yang mereka pakaikan atau disembelih dengan pisau-pisau yang telah menjadi ciri khas kelompok ini, dan (kepada para pemuda Arab Saudi) hendaklah mereka tetap konsisten dalam mendengar dan taat kepada pemerintah Arab Saudi yang mereka hidup di bawah kekuasaannya, demikian pula bapak-bapak dan kakek-kakek mereka hidup di negeri ini dalam keadaan aman dan damai. Negeri ini, dengan kebenaran (aku berkata) adalah sebaik-baiknya negeri di dunia ini, meskipun masih terdapat banyak kekurangan, diantara sebab kekurangan tersebut adalah bencana para pengikut Barat di negeri ini yang latah terhadap Barat, ikut-ikutan dalam perkara yang bermudarat.
Aku memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar memperbaiki kondisi kaum muslimin di setiap tempat, memberi hidayah kepada para pemuda kaum muslimin baik laki-laki maupun wanita kepada setiap kebaikan, menjaga negeri Al-Haramain baik pemerintah maupun masyarakat dari setiap kejelekan, memberi taufiq kepada setiap kebaikan dan melindungi dari kejelekan orang-orang yang jelek dan makar orang-orang yang buruk, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
Syekh. Dr. Mahmoud Muhanna: ISIS Tidak Mewakili Ahlussunah
Anggota Dewan Ulama Senior Universitas al-Azhar, Mesir, Syekh. Dr. Mahmoud Muhanna menegaskan bahwa kelompok Daulat Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah mencoreng citra Ahlussunnah dan karena itu jelas tidak merepresentasikan umat Islam Ahlussunnah.
“ISIS tidak mewakili Ahlussunnah karena mazhab Ahlussunnah tidak melanggarkan hal-hal yang diharamkan Allah dan tidak menganiaya orang-orang yang tak berdosa, apalagi umat Islam sendiri, sedangkan ISIS menghalalkan dan melakukan penumpahan darah orang-orang Islam dan non-Muslim,” ujar Muhanna, sebagaimana dilansir FNA Ahad (6/7/2014).
Dia menambahkan, “ISIS sangat mencoreng citra Ahlussunnah, sangat melecehkan Islam, dan memperkenalkan Islam sebagai agama main-main, sia-sia, pembunuhan dan pembantaian orang lain, sebab seorang Muslim tidak akan membunuh Muslim lainnya, dan hanya berperang dengan non-Muslim apabila pihak lawan memulai perang.”
Syekh Alawi Amin: Islam Berlepas Diri Dari ISIS
Syekh Alawi Amin, ulama dan guru besar Universitas al-Azhar, demikian dilaporkanTV al-Alam Selasa (17/6/2014). Mereka menilai ada konspirasi besar terhadap Irak yang dilancarkan melalui ISIS, kelompok yang diasuh dan dibesarkan oleh dana sejumlah negara Timur Tengah.
Syekh Alawi Amin, salah satu ulama dan guru besar Universitas al-Azhar menilai aksi ISIS di Irak tidak lepas dari agenda Amerika Serikat (AS) dan Zionisme internasional. “AS berada di balik barisan ini, sedangkan Zionisme internasional menggerakkan mereka yang menamakan dirinya ISIS dan mengaku Islam, padahal Islam berlepas diri dari mereka sebagaimana serigala berlepas diri dari dosa anak-anak Nabi Ya’kub as,” ujar Syekh Alawi.
Seperti diketahui, ungkapan ini mengacu pada kisah pencampakan Nabi Yusuf as ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya. Dalam kisah itu disebutkan bahwa ketika saudara-saudara Nabi Yusuf itu kembali kepada ayahnya, Nabi Ya’qub as, mereka berbohong kepada Nabi Yabi Ya’qub bahwa Nabi Yusuf as hilang diterkam serigala.
Syekh Alawi Amin menambahkan, “Mereka bukan umat Islam, karena seandainya mereka memahami Islam maka mereka tidak akan berbuat sedemikian rupa. Mereka hanya meletakkan namaMuslim pada diri mereka, namun mereka sama sekali tidak memahami agama Islam yang hakiki.”
Dosen Universitas al-Azhar, Kairo, Ashraf Fahmi Musa: Umat Islam Harus Bersatu Melawan ISIS
“Tindakan ISIS mendeklarasikan kekhalifahan Islam dan penunjukan seorang khalifah bagi umat Islam tidaklah berlandaskan ajaran Islam dan tidak pula diterima oleh umat Islam di dunia,” ujar Ashraf, sebagaimana dilansir FNA Rabu (2/7/2014).
Mengenai alasan mengapa kekhalafihan dan pengangkatan itu tidak bisa diterima, Ashraf mengatakan bahwa Islam sama sekali tidak membenarkan kita melakukan aksi pemaksaan dan agresi terhadap rakyat serta penjarahan harta benda penduduk. “Tak syak lagi bahwa agama Islam berlepas tangan dari orang-orang demikian,” tutur Ashraf.
Dia menambahkan, “Orang yang dipilih ISIS sebagai khalifah bagi umat Islam adalah penjahat yang sedemikian banyak melakukan kejahatan sehingga dijuluki sebagai manusia pembunuh dan teroris sehingga sama sekali tidak patut dianggap sebagai khalifah umat Islam.”
Dosen Universitas al-Azhar ini lantas menyerukan kepada umat Islam supaya bersatu melawan ISIS yang, menurutnya, telah melakukan kejahatan terbesar terhadap Islam karena telah mencoreng citra agama ini. “Islam sama sekali bukan agama penganjur kekerasan, dan dalam penyebaran ajarannyapun Islam menghindari kekerasan dan pemaksaan,” tegas Ashraf.
Syekh Harist al-Dhari: Deklarasi Khilafah ISIS Memecah Belah Umat
Ketua Majelis Ulama (Ahlussunnah) Irak, Syekh Harist al-Dhari, mengecam deklarasi kekhalifan militan takfiri Daulat Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan menyebutnya sebagai tindakan yang menjurus pada pemecah belahan Irak. Kecaman terhadap deklarasi itu juga dilontarkan oleh Ashraf Fahmi Musa, dosen Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.
Menurut laporan Shafaq News Rabu (2/7/2014), al-Dhari selaku ketua Majelis Ulama Irak dalam press rilisnya mengimbau semua pihak di Irak dan Suriah yang terlibat dalam deklarasi kekhalifahan supaya menarik deklarasi itu.
“Deklarasi sebuah pemerintahan (daulah), baik kekhalifahan ataupun bukan, tidak bisa dilakukan sebelum disediakan lahan untuk mencetak keberhasilan. Tanpa ini maka semua akan gagal dan kandas,” kata al-Dhari.
Al-Dhari menambahkan, “Baiat kepada kekhalifahan ini bukanlah kewajiban syariat bagi siapapun. Tindakan (deklarasi kekhalifahan) itu adalah dalih untuk memecah belah Irak serta mendatangkan kerugian dan petaka bagi rakyat negara ini.” (ba)
Terjadi sebuah perkembangan yang sangat besar pekan ini di Irak. Organisasi jihad “Negara Islam di Irak dan Syam (ISIS) atau yang sering disebut media Timur Tengah dengan nama Da’isy, mengumumkan telah berdirinya khilafah islamiyah.
Yang mengejutkan, khilafah tersebut mereka namakan dengan “Daulah Islamiyah” tanpa imbuhan “di Irak dan Syam’, sehingga berarti sebuah negara Islam bagi seluruh umat Islam dunia. Demikian disebutkan situs resmi Persatuan Ulama Muslim Se-Dunia (IUMS), Rabu (2/7/2014).
Tentang kasus ini, seorang ulama pakar Maqashid Syari’ah (Tujuan-tujuan Syariah Islam), Prof. Dr. Ahmad Ar-Raisuni, berkomentar bahwa deklarasi berdirinya khilafah islamiyah di Irak tak lebih adalah sebuah angan-angan, fatamorgana, dan mimpi. Baik itu ditinjau dari sisi realitas maupun sisi Syariah.
Ulama yang juga merupakan wakil ketua IUMS ini menambahkan bahwa saat ini umat Islam di berbagai negara sedang berjuang membebaskan diri mereka dari para penguasa diktator yang menindas mereka dengan kekerasan senjata. Di waktu yang sama malah tiba-tiba muncul sebuah organisasi baru dan mendeklarasikan berdirinya khilafah dengan kekuatan senjata, lalu mengangkat seorang khalifah juga dengan senjata, lalu memaksa kelompok lain untuk tunduk dan loyal kepadanya.
Menurutnya, deklarasi berdirinya khilafah ini tidak lain adalah sebuah khayalan. Janji setia hanya dilaksanakan oleh orang-orang yang tak dikenal kepada orang yang juga tidak dikenal. Kita tidak tahu mereka ada di mana, di padang pasir atau gua. Oleh karena itu kewajiban untuk loyal hanyalah mengikat orang-orang yang terkait saja.
Dalam hal ini beliau menukil perkataan Umar bin Khattab ra., “Orang yang berjanji setia seseorang tanpa melalui musyawarah dengan umat Islam, maka orang itu tidak perlu diberi kesetiaan, demikian juga orang yang berjanji setia kepadanya.”
Oleh karena itu, menurut Syaikh Raisuni, lebih tepat kalau dikatakan bahwa di Irak sana sudah terlaksana syuting sebuah adegan film yang bergenre khayalan. Tapi sayangnya, untuk melaksanakannya harus melalui pertumpahan darah. Padahal yang sebenarnya, kasus di Irak ini adalah salah satu akibat dari rangkaian kezhaliman yang mereka alami sejak dulu. Mulai dari masa Saddam Husein, penjajahan Amerika, dan pemerintahan Syiah yang disetir oleh Iran.
No comments:
Post a Comment