بسم الله الرحمٰن الرحيم
إنَّ الحمدَ للَّهِ نحمدُهُ ونستعينُهُ ونستغفرُهُ ونعوذُ باللَّهِ من شرورِ أنفسنا ومن سيِّئاتِ أعمالنا ، من يَهدِهِ اللَّهُ فلاَ مضلَّ لَهُ ومن يضلل فلاَ هاديَ لَهُ وأشْهدُ أن لاَ إلَهَ إلاَّ اللَّهُ وحدَهُ لاَ شريكَ لَهُ وأنَّ محمَّدًا عبدُهُ ورسولُهُ
أما بعد، فإن أصدق الحديث كتاب الله وأحسن الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار
Empat Madzhab & Mazhab Dalam Hukum Islam
===============================
Untuk mengetahui perbedaan yang prinsipil antara empat Imam Madzhab, kita mulai dengan sejarah kehidupan mereka.
1. Pada masa Nabi Muhammad Saw hidup, yang dituliskan hanyalah Al-Qur’an. Hadits tidak dituliskan. Pada masa Khalifah yang ke III, Saidina Ustman bin Affan Rda (23 -35H) ayat Al-Qur’an yang ditulis cerai berai itu dikumpulkan menjadi satu mushaf yang sekarang dinamakan Mushaf ustman bin Affan Rda.
2. Hadits-hadits Nabi Muhammad Saw, yakni ucapan-ucapan, perbuatan Beliau yang dinamakan Sunnah Rasul semuanya tersimpan dalam dada para Sahabat yang boleh dinamakan “Pemangku Hadits”. Para Sahabat, Pemangku Hadits ini, baik sebelum Nabi Muhammad wafat maupun sesudahna, telah mengembara ke seluruh pelosok negeri, sesuai dengan perkembangan daerah-daerah Islam. Ada diantara mereka yang tetap di Mekkah, di Madinah dan ada pula yang sudah pindah ke Mesir, Iraq, Yaman, Persia, Hadharal-maut, Ethiopia, Sudan dan bahkan kabarnya ada yang sampai ke Timur jauh, ke Tiongkok dan lain sebagainya. Nasib Hadits agak malang ketika itu, karena belum terkumpul ke dalam satu atau dua buku, tetapi tersimpan dalam ribuan dada dan hati Sahabat-Sahabat Nabi yang telah mengembara ke sana-sini.
3. Pada zaman para sahabat Nabi, kira-kira dari tahun 13 H sampai 70 H (yakni 57 tahun) fatwa-fatwa agama dan hokum-hukum dalam pengadilan dipegang oleh para Sahabat Nabi.
Mereka tidak merasa banyak kesulitan dalam menghadapi masalah hukum sesuatu peristiwa, karena mereka mempunyai kitab suci Al-Qur’an dan banyak pula diantara mereka yang hafal Sunnah Rasul di luar kepala.
Sesuatu persoalan yang datang / timbul ditetapkan hukumnya sesuai dengan Al-Qur’an dan sesuai pula dengan Hadits yang dihafalnya. Apabila ia tidak banyak menghafal Hadits, maka ditanyaklan kepada kawannya sesame Sahabat, kiranya diantara mereka ada yang menghafal Hadits yang dapat dipakai dalam menghadapi persoalan yang baru timbul.
Masalah-masalah yang dihadapinya dalam soal-soal yang baru tidak banyak. Selain dari itu baik diketahui bahwa para Sahabat Nabi seakan-akan sudah menjadi dua golongan:
Golongan yang pertama dan jumlahnya banyak, ialah Pemangku Hadits saja dengan pekerjaannya hanya menyampaikan Hadits-hadits yang dihafalnya itu kepada pengikut-pengikutnya tanpa komentar tentang isinya. Golongan ini dinamakan “Ahli Riwayah”, yakni golongan yang menyampaikan/ merawikan Hadits- hadits.
Golongan kedua yang jumlahnya lebih sedikit, selain Pemangku Hadits, juga berfatwa dan menghadapi hokum-hukum masalah yang ditanyakan kepada mereka. Golongan ini dinamakan golongan “Mufti”, “Fuqaha” atau “Pemberi Fatwa”. Tidak banyak Sahabat yang masuk golongan kedua ini, hanya kira-kira 130 orang saja.
4. Kemudian tibalah masa Tabi’in yaitu masa orang-orang berjumpa/berguru dengan/kepada Sahabat Nabi. Orang-orang ini tidak berjumpa dengan nabi. Para Tabi’in aktif sekali , selain mempelajari bermacam-macam ilmu juga menerima Hadits-hadits Nabi dari para Sahabat-sahabat.
Para Tabi’in ini sudah besar jumlahnya dari jumlah Sahabt karena setiap Sahabt mengajar 10 sampai 50 orang Tabi’in.
Para Tabi’in itu setelah belajar dari Sahabat, lantas bertebaran keseluruh pelosok dunia untuk mengajar, bertabligh dan menjadi hakim dalam pelbagai pengadilan.
Masa Tabi’in ini dapat kita katakana dari tahun 70 H s/d 130 H (yaitu kira-kira 60 tahun).
Para Tabi’in ini sama juga dengan para Sahabat, terbagi dalam dua golongan tadi, yaitu
Golongan pertama, yaitu pemangku Hadits saja (perawi)
Golongan kedua, selain pemangku Hadits, juga memberikan fatwa, menjadi Qadli, menjadi Mufti dan menjadi Muballigh.
Diantara para Tabi’in terdapat seorang Ulama Besar di Kufah (Iraq) namanya, Nu’man bin Tsabit. Asalnya dari Persia dan kemudian menetap di Kufah dekat Bagdad. (Lahir 80 H, Wafat 150H)
Beliau ini Ulama Besar sehingga sampai derajat ilmunya kepada bisa menjabat Imam Mujtahid.
Beliau melaksanakan istinbath (menggali hukum dari Al Qur’an dan Hadits) dan beliau menjadi Imam Mujtahid dalam Ilmu Fiqih yang kemudian dinamai Madzhab Abu Hanifah, Nu’man bin Tsabit atau Madzhab Hanafi.
Imam Abu Hanifah hanya berjumpa dengan 7 orang sahabat Nabi, yaitu:
Anas bin Malik, Abdullah bin Harits, Abdullah bin Abi Aufa, Wasnilan bi Al Asda, Maaqil bin Yasar, Abdullah bin Anis, Abu Thafail.
Guru-gurnya yang lain para Tabi’in. Abu Hanifah menggali hukum dari Al-Qur’an dan Hadits, baik hukum yang ditanyakan kepada beliau atau yang belum ditanyakan.
5. Pada waktu hampir bersamaan, muncul pula di Madinah seorang Ulama Besar dalam ilmu Fikih, yaitu Malik bin Anas, pembangun Madzhab Maliki. (Lahir 93H – Wafat 179H)
Beliau hidup pada masa Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in (orang yang berjumpa dengan Sahabat Nabi dan orang yang berjumpa dengan orang telah berjumpa dengan Sahabat Nabi)
Perbedaan umur antara Imam Hanafi dan Imam Maliki hanya 13 tahun, karena Imam Maliki lahir tahun 93H dan Imam Hanafi tahun 80H.
Walaupun pada zaman yang sama, tetapi keadaan tempat tinggal berbeda
Imam Hanafi di Kufah (Ibu kerajaan Islam), tetapi Imam Maliki tinggal di Madinah, negeri yang pada ketika itu boleh dikatakan tidak ramai, hanya didiami oleh pemangku-pemangku hadits, ulama ahli tasawuf, ahli tafsir, sedang kota Kufah didiami oleh ahli-ahli politik dan ulama-ulama fungsinya.
Pemangku-pemangku hadits yaitu Sahabat Nabi, Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in banyak tinggal di madinah. Hal ini sangat menolong Imam Maliki dengan mudahnya dalam mengumpulkan Hadits-hadits Nabi, Sunnah Rasul.
Imam Maliki sebelum menjadi Imam Mujtahid Muthlaq telah menghafal hadits-hadits sahih sejumlah 100.000 hadits yang dikumpulkan dari gurunya.
Hadits yang 100.000 itu diteliti lagi oleh beliau, diteliti matannya, diteliti pemangkunya, dicocokan isinya dengan Al-Qur’an dan kalau kedapatan agak lemah maka hadits itu ditinggalkannya dan tidak pakai untuk dasar hukum.
Satu keistimewaan yang harus dicatat bahwa di kota Madinah waktu itu, boleh dikatakan hanya didiami semula oleh nabi dan Sahabat-sahabat Beliau, kemudian oleh Tabi’in dan sesudah itu Tabi’ Tabi’in. Orang yang tidak demikian halnya, seumpama orang yang datang dari luar daerah tetapi bukan Sahabat dan tidak pula berjumpa dengan Nabi, ataupun berjumpa tetapi tidak iman dengan Nabi dan orang yang bukan Tabi’in (orang yang berada di Madinah tetapi tidak berjumpa dengan Sahabat, karena berada tinggal di pinggir kota, sehingga tidak berjumpa dengan Sahabat Nabi). Orang yang demikian tidak ada di Madinah pada zaman Imam Maliki.
Hal ini penting untuk dimaklumi karena Imam Maliki memakai pula dasar “amalan orang Madinah” sebagai dasar hukum
6. Pada zaman Imam Maliki muncul pula di Mekkah seorang Tabi’ Tabi’in, yaitu Muhammad bin Idris yang kemudian ternyata pembangun Madzhab Syafi’I Rhl.
Imam Syafi’I sebagai dimaklumi adalah seorang yang sering pindah-pindah tempat tinggal dari satu negeri ke negeri lain.
Beliau tinggal di Mekkah dan bergaul dengan seluruh Tabi’in, kemudian pindah ke Madinah dan bergaul juga dengan seluruh Tabi’in, pndah lagi ke Yaman dan bergaul dengan seluruh Tabi’in, pindah ke Iraq dan bergaul dengan seluruh Tabi’in, pindah ke Persia, kembali lagi ke Mekkah, dari sini pindah lagi ke Madinah dan akhirnya ke Mesir.
Perlu dimaklumi bahwa perpindahan beliau itu bukanlah untuk berniaga, bukan untuk turis, tetapi untuk mencari ilmu, mencari hadits-hadits, untuk pengetahuan agama.
Jadi tidak heran kalau Imam Syafi’I Rhl, lebih banyak mendapatkan hadits daripada Tabi’in yang lain, melebih dari yang didapat oleh Imam Hanafi dan Imam Maliki.
Ilmu beliau pun lebih banyak dari kedua Imam sebelumnya karena beliau banyak melihat, banyak mendengar, banyak bergaul dengan bangsa-bangsa lain bukan Arab (dari Persia, Turki dll).
Hadits-hadits dicari beliau kemana-mana. Para Tabi’in yang telah berjauhan tempat tinggalnya dijumpai dan ditemui bliau. Oleh karena itu beliau banyak sekali mendapat Hadits.
7. Pada tahun 164H , lahir di Bagdad (Iraq) seorang yang bernama Ahmad bin Hanbal. Beliau lebih muda dari Imam Syafi’I 14 tahun. Beliau wafat tahun 214H, yaitu 37 tahun terkemudian dari Imam Syafi’I Rhl.
Barang siapa yang mempelajari riwayat Imam hanbali ini, ia akan kagum dengan ke’alimannya, ketaqwaannya, ketabahannya menghadapi cobaan, kezuhudannya dengan harta dunia dan kepintarannya yang luar biasa.
Beliau Imam Hanbali belajar Agama di Baghdad dengan Ulama-ulama Tabi’ Tabi’in.
Imam Hanbali belajar Tafsir, Hadits, Tasauf dan lain-lain, yaitu kepada murid-murid Imam Abu Hanifah dan lain-lain, juga kepada Imam Syafi’I Rhl, ketika beliau berada di Bagdad.
Imam Hanbali kemudian sampai derajat ilmunya kepada Mujtahid yang bisa berijtihad sendiri, lepas dari ijtihad guru-gurnya. Sebagai bukti atas ke’aliman beliau adalah sebagai yang diceritakan oleh anak beliau sendiri Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa, “ayahku telah menghafal diluar kepala 10.000.000 (sepuluh juta).
Di dalam kitab al Masnad karangan Imam Ahmad bin Hanbal yang kemudian terkenal dengan nama Masnad Ahmad bin Hanbal dikumpulkannya empat puluh ribu (40.000) hadits, yaitu hadits-hadits yang disaringnya dari yang 10.000.000 itu.
Di antara Imam Mujtahid yang empat ini terdapat persamaan dan perbedaan dalam cara-cara mengagali hukum (istinbath) dalam menghadapi peristiwa-peristiwa / permasalahan yang terjadi.
Persamaan dalam memakai dan mempergunakan Al-Qur’an untuk menjadi dasar hukum. Setiap beliau yang berempat ini sama halnya, yakni mula-mula sekali melihat dan mencari hukum dalam Al-Qur’an.
Kalau dalam satu masalah yang terjadi ada hukumnya dalam Al-Qur’an, syukur, tetapi kalau tidak ada maka beliau-beliau itu pindah kepada yang kedua yaitu Hadits / Sunnah Rasul.
Berikut daftar ringkas mengambil hukum dikalangan Imam Mujtahid yang empat.
a. Sumber Madzhab Hanafi
Al-Qur’an
Hadits Nabi yang kuat , sahih-sahih dan masyur saja
Ijma’ sahabat Nabi
Qiyas (pendapat)
Ihtisan (pendapat, kebaikan umum atau yang “lebih baik”).
b. Sumber Madzhab Maliki
Al-Quran
Hadits Nabi yang sahih menurut pandangan beliau.
Amalan para Ulama Ahli Madinah ketika itu.
Qiyas (pendapa)
Masalihul-mursalah (kepentingan umum)
c. Sumber Madzhab Syafi’i
Al-Qur’an
Hadits yang sahih menurut pandangan beliau (hadits shahih mutawatir, hadits shahih aahaad, hadits shahih masyur)
Ijma’ para Mujtahid
Qiyas
d. Sumber Madzhab Hanbali
Al-Qur’an
Ijma Sahabat nabi
Hadits, termasuk hadits mursal dan hadits dha’if.
Qiyas (pendapat)
Nah, dengan pendapat yang berbeda-beda ini dapatlah kita ketahui dalam 4 Madzhab itu muncul hukum-hukum yang berlainan karena asalnya perbedaan prinsip dalam sumber hukum dan cara memakai hadits-hadits itu.
Tetapi sejarah telah membuktikan bahwa Dunia Islam dari dulu sampai sekarang telah menerima dan mengikuti madzhab-madzhab itu. Tidak seorang pun dari mereka yang membantah. Jadi seolah-olah ijma’ (sepakat), yang tidak bisa diganggu gugat lagi.
Dari Mekkah, sampai Madinah, sampai Kufah dab Baghdad terus ke Mesir, Maroko, Spanyol sampai ke pelosok-pelosok Afrika dan dari Timur sampai ke Persi, ke India, ke Thailand, ke Indonesia, ke Philipina dan bahkan sampai ke Amrika, kesemuanya adalah penganut Madzhab
Jadi, melarang orang mengikut madzhab adalah bertentangan dengan ijma’ dan berlawanan dengan dunia Islam.
Di mesjid Mekkah berabad-abad lamanya didirikan tempat-tempat khusus bagi Imam-imam yang berempat, ada maqam Hanafi, ada maqam Maliki, ada maqam Syafi’I, dan ada maqam Hanbali. Setiap maqam itu mempunyai sepihak Ka’bah.
Rupanya sudah satu isyarat dari Tuhan yang menjadikan Ka’bah bersegi empat, sehingga setiap Imam yang berempat mempunyaiu satu segi.
Walaupun sekarang pada zaman pemerintahan Wahabi maqam-maqam itu sudah ditiadakan dengan alasan untuk memperluas tempat Thawaf, akan tetapi madzhab-madzhab itu berjalasn terus dan penguasa-penguasa Wahabi menganut madzhab Hanbali dalam furu’ syariat.
Mazhab Dalam Hukum Islam
Islam merupakan agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hukum-hukum islam diperuntukkan bagi kemaslahatan umat. Begitu banyaknya hukum islam, hingga banvak ulama yang memberikan penjelasan tentang hukum-hukum itu. Akhirnya, hukum islam ini terbagi dalam beberapa mazhab, yang kita kenal sekarang.
Mazhab secara bahasa berarti jalan yang dilalui dan dilewati sesuatu yang menjadi tujuan seseorang. Sedangkan menurut para ulama dan ahli agama islam, mazhab adalah metode (manhaj) yang dibuat setelah melalui pemikiran dan penelitian sebagai pedoman yang jelas untuk kehidupan umat. Lain lagi menurat para ulama fiqih. Menurat mereka, yang dimaksud dengan mazhab adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh seorang ahfi fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain, yang mengantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu'.
Sebenamya mazhab dalam islam cukup banyak. Hal mi karena begitu banyaknya ulama-ulama sejak masa para sababat yang berijtihad. Namun dari sekian banyak mazhab yang ada tersebut, hanya sedikit yang mampu bertahan dan masih terus dijadikan panduan hingga saat ini. Mazhab yang digunakan saat ini terbagi atas dua kelompok besar, yaitu mazhab golongan Sunni (Ahlus-sunnah wal Jamaah) dan mazhab golongan Syi'ah.
Pengertian Madzhab
Kalimat Madzhab berasal dari bahasa Arab yang bersumberkan dari kalimat Dzahaba, kemudian diubah kepada isim maf ul yang berarti, Sesuatu yang dipegang dan diikuti, dalam makna lain mana-mana pendapat yang dipegang diikuti disebut madzhab, dengan begitu madzhab adalah suatu pegangan bagi seseorang dalam berbagai masalah, mungkin lebih kita kenal lagi. Dengan sebutan aliran kepercayaan atau sekte, bukan hanya dari permasalahan Fiqih tetapi juga mencakup permasalahan 'Aqidah, Tashawuf, Nahu, Shorof, dan Iain-lain, didalam Fiqih kita dapati berbagai macam madzhab, seperti madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi'i, didalam 'Aqidah kita dapati madzhab 'Asya'irah, Maturidiyah, Muktazilah, Syi'ah, didalam Tashawuf kita dapati madzhab Hasan al-Bashri, RabPatu adawiyah, Ghazaliyah, didalam Nahu kita dapati madzhab al-Kufiyah dan madzhab al-Bashriyah.
Pada zaman Rasulullah SAW "madzhab" belum dikenal dan digunakan karena pada zaman itu Rasul masih berada bersama sahabat, jadi jika mereka mendapatkan permasalahan maka Rasul akan menjawab dengan wahyu yang diturunkan kepadanya, tetapi setelah Rasulullah meninggal dunia, para shahabat telah tersebar diseluruh penjuru negeri Islam, sementara itu umat islam dihadirkan dengan berbagai permasalahan yang menuntut para shahabat berfatwa untuk menggantikan kedudukan Rasul, tetapi tidak seluruh shahabat mampu berfatwa dan berijtihad, sebab itulah terkenal dikalangan para sahabat yang berfatwa ditengah sahabat-sahabat Rasul lainnya, sehingga terciptanya Mazhab Abu bakar, Umar, Utsman, AH, Sayyidah 'Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah Bin Umar, Abdullah Bin Mas'ud dan yang lainnya, kenapa shahabat-sahabat yang lain hanya mengikuti sahabat yang telah sampai derajat mujtahid, karena tidak semua sahabat mendengar hadits Rasul dengan jumlah yang banyak, dan derajat kefaqihan mereka yang berbeda-beda, sementara Allah telah menyuruh mereka untuk bertanya kepada orang yang ' Alim diantara mereka. Hendaklah kamu bertanya kepada orang yang mengetahui jika kamu tidak mengetahui Pada zaman TabHn timbul pula berbagai macam madzab yang lebih dikenal dengan madzhab Fuqaha Sab'ah ( Madzhab tujuh tokoh Fiqih) di kota Madinah, setalah itu bermunculanlah madzhab yang lainnya dinegeri islam, seperti madzhab Ibrahin an-Nakha'l, asy-Syukbi, sehingga timbulnya madzhab yang masyhur dan diikuti sampai sekarang yaitu Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, Hanabilah, madzhab ini dibenarkan oleh ulama-ulama untuk diikuti karena beberapa sebab :
Madzhab ini disebarkan turun-temurun dengan secara mutawatir.
Madzhab ini diturunkan dengan sanad yang Shahih dan dapat dipegang
Madzhab ini telah dibukukan sehingga aman dari penipuan dan perobahan
Madzhab ini berdasarkan al-Qur'an dan al-Hadits, selainnya para empat madzhab berbeda pendapat dalam menentukan dasar-dasar sumber dan pegangan.
Ijma' nya ulama Ahlus Sunnah dalam mengamalkan empat madzhab tersebut
Sejarah Timbulnya Madzhab
fiqih pada periode ini merupakan puncak Dari perjalane kesejarahan tasyri'. Bahwa munculnya madzhab-madzhab fiqih itu lahir dari perkembangan sejarah sendiri, bukan karena pengaru hokum romawi sebagaimana yang dituduhkan oleh para orientalis.
Fenomena perkembangan tadyrik pada periode ini, seperti tumbuh suburnya kajian-kajian ilmiah, kebebasan berpendapa banyaknya fatwa-fatwa dan kodifikasi ilmu, bahwa tasyri' memiliki keterkaitan sejarah yang panjangdan tidak dapat dipisahkan ant satu dengan lainnya.
Munculnya madzhab dalam sejarah terlihat adanya pemikirah fiqih dari zaman sahabat, tabi'in hingga muncul madzhal madzhabfiqih pada periode ini. Seperti contoh hokum yang dipertentangkan oleh Umar bin Khattab dengan Ali bin Abi Thalib ialah masa iddah wanita hamil yang ditinggalkan mati oleh suaminya. Golongan sahabat berbeda pendapat dan mengikuti salah satu pendapat tersebut, sehingga munculnya madzhab-madzhab yang dianut.
Di samping itu, adanya pengaruh turun temurun dari ulama-ulama yang hidup sebelumnya tentang timbulnya madzhab ada beberapa faktor yang mendorong, diantaranya :
Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam sehingga hukum islampun menghadapi berbagai macam masyarakat yang berbeda-beda tradisinya
Muncunya ulama-ulama besar pendiri madzhab-madzhab fiqih berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat study tentang fiqih, yang diberi nama AI-Madzhab atau AI-Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi school, kemudian usaha tersebut dijadikan oleh murid-muridnya.
Adanya kecenderungan masyarakat islam ketika memilih salah satu pendapat dari ulama-ulama madzhab ketika menghadapi masalah hukum. Sehingga pemerintah (kholifah) merasa perlu menegakkan hokum islam dalam pemerintahannya.
Permasalahan politik, perbedaan pendapat di kalangan muslim awal trntang masalah politik seperti pengangkatan kholifah-kholifah dari suku apa, ikut memberikan saham bagi munculnya berbagai madzhat hukum islam.
Dampak Adanya Madzhab Terhadap Perkembangan Fiqih
Dampak Positifnya
Adanya madzhab-madzhab tersebut berarti memberikan peluang yang cukup signifikan terhadp fiqh islam untuk berkembang dan bahkan berpeluang untuk tersebar lebih luas.
Dampak Negatif
Sesudah munculnya madzhab-madzhab muncul pula pola pikir fanatis terhadap madzhab yang berdampak terhadap semakin menipisnya sikap toleransi bermadzhab dan bahkan berdampak terhadap persaingan yang kurang sehat dan bahkan lebih dari itu berdampak terhadap terjadinya permusuhan akibat fanatisme madzhab yang berlebihan.
Setelah munculnya madzhab-madzhab fiqh tersebut, muncul pula anggapan bahwa pintu ijtihad ditutup.
Ahmad az-Zarqa mengatakan bahwa dalam periode ini untuk pertama kali muncul perayataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Menurutnya, paling tidak ada tiga faktor yang mendorong munculnya pernyataan tersebut.
Dorongan para penguasa kepada para hakim (qadi) untuk menyelesaikan perkara di pengadilan dengan merujuk pada salah £ mazhab fiqh yang disetujui khalifah saja.
Munculnya sikap at-taassub al-mazhabi yang berakibat pada sikap kejumudan (kebekuan berpikir) dan taqlid (mengikuti pendapat imam tanpa analisis) di kalangan murid imam mazhab.
Munculnya gerakan pembukuan pendapat masing-masing mazhab yang memudahkan orang untuk memilih pendapat mazhat dan menjadikan buku itu sebagai rujukan bagi masing-masing mazhab, sehinga aktivitas ijtihad terhenti. Ulama mazhab tidak perlu lagi melakukan ijtihad, sebagaimana yang dilakukan oleh para imam mereka, tetapi mencukupkan diri dalam menjawat berbagai persoalan dengan merujuk pada kitab mazhab masing-masing. Dari sini muncul sikap taqlid pada mazhab tertentu/diyakini sebagai yang benar, dan leblh jauh muncul pula pernyataan haram melakukan talfiq.
Persaingan antar pengikut mazhab semakin tajam, sehingga subjektivitas mazhab lebih menonjol dibandingkan sikap ilmiah dalam menyelesaikan suatu persoalan. Sikap ini amat jauh berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh masing-masing imam mazhab, karena sebagaimana yang tercatat dalam sejarah para imam mazhab tidak menginginkan seorang pun mentaqlidkan mereka. Sekalipun ada upaya ijtihad yang dilakukan ketika itu, namun lebih banyak berbentuk tarjih (menguatkan) pendapat yang ada pada mazhab masing-masing. Akibat lain dari perkembangan ini adalah semakin banyak buku yang bersifat sebagai komentar, penjelasan ulasan terhadap buku yang ditulis sebelumnya dalam masing-masing mazhab.
Sebab-sebab Perbedaan Pendapat
Salah satu kenyataan dalam fiqh adalah adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Meskipun demikian bijaksanaan fiqh menetapkan bahwa keluar dari perbedaan pendapat itu disenangi, dan mendahulukan apa yang disepakati daripada hal-hal lain di mana terdapat perbec pendapat di kalangan para ulama.
Sesuai dengan kaidah :
Adapun sebab-sebab terjadinya peroeaaan penaapat tersebut adalah:
Karena berbeda dalam memahami dan mengartikan kata- kata dan istilah baik dalam Al-Qur'an maupunHadits. Seperti lafal musytarak, makna haqiqat (sesungguhnya) atau majaz (kiasan), dan lain-lainnya.
Karena berbeda tanggapannya terhadap Hadits. Ada Hadits yang sampai kepada sebagian ulama, tetapi tidak sampai kepada ulama yang lain. Kalau Hadits tersebut diketahui oleh semua ulama, sering terjadi sebagian ulama menerimanya sebagai Hadits sahih, sedang yang lain menganggap dha'if, dan lain sebagainya.
Berbeda dalam menanggapi kaidah-kaidah Ushul. Misalnya ada ulama yang berpendapat bahwa lapal am yang sudah ditakh'sis itu bisa dijadikan hujah. Demikian pula ada yang berpendapat segala macam mafhum tidak bisa dijadikan hujah. Ulama-ulama yang berpendapat bahwa mahfum itu adalah hujah, kemudian berbeda lagi tanggapannya terhadap mafhum mukhalafah.
Berbeda tanggapannya tentang taarudl (pertentangan antara dalil) dan tarjih (menguatkan satu dalil atas dalil yang lain). Seperti: tentang nasakh dan mansukh, tentang pentakwilan, dan lain sebagainya yang dibahas secara luas dalam ilmu Ushul Fiqh.
Berbeda pendapat dalam menetapkan dalil yang sifatnya ijtihadi. Ulama sepakat bahwa Al-Qur'an dan Al-Sunnah al-Shahihah adalah sumber hukum. Tetapi berbeda pendapatnya tentang istihsan, al-maslahah al-mursalah, pendapat sahabat, dan lain-lainnya yang digunakan dalam era berijtihad. Sering pula terjadi, disepakati tentang dalilnya, tetapi penerapannya berbeda-beda. Sehingga mengakibatkan hukumnya berbeda pula. Misalnya tentang Qiyas: Jumhur ulama berpendapat bahwa Qiyas adalah dalil yang bisa digunakan. Tetapi dalam menetapkan illat hukum sering berbeda. Karena adanya perbedaan dalam menentukan illat hukumnya, maka berbeda pula dalam hukumnya.
Pengertian Perbandingan Madzhab
Perbandingan mazhab dalam bahasa Arab disebut muqaranah al-madzahib, kata muqaranah menurut bahasa, berasala dari kata kerja qarana yuarinu muqaranatan yang berarti mengmpulkan, membandingkan dan menghimpun. Pengertian ini diambil dari perkataan orang Arab yang berarti menggabungkan sesuatu. Mazhab asal artinya tempat berjalan, aliran. Dalam istilah islam ber; pendapat paham atau aliran seseorang alim besar dalam islam yang disebut imam seperti mazhab imam Abu Hanifah dan sebagainya.
Ruang lingkup perbandingan mazhab adalah:
Hukum Amaliyah, baik yang disepakati, maupun yang masih diperselisihkan antara para mujtahid dengan membahas cara berrjtihad mereka dan sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum.
Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh para mujtahid bak dari Al-Qur'an maupun sunah atau dalil lain yang diakui oleh syara hukum-hukum vang berlaku di Neaara tempat muqarin hidup. baik hukum nasional maupun positif dan hukum internasional.
Tujuan Melakukan Perbandingan Madzhab
Dapat memahami pendapat-pendapat imam muztahid tentang masalah yang di ikhtilafkan (selisih) diantara mereka dan dapat mengetahui sandaran pendapat tersebut.
Dapat mengetahui dasar-dasar dan faedah-faedah yang dipergunakan oleh setiap imam mazhab dalam menetapkan hukum melalui dalil supaya mengetahui pendapat yang paling kuat berdasarkan dalil yang kuat.
Dapat mengetahui bahwa dalil yang dipergunakan oleh imam mazhab adakalanya Al-qur'an dan adakalanya Hadits dan ada pula yang mempergunakan Qiyas atau kaidah-kaidah yang bersifat umum dan khusus yang dipergunakan mazhab tertentu, tapi tidak dipegunakan mazhan yang lain.
Yang paling diharapkan adalah mengamalkan hukum yang diyakini kuat dalilnya dan tidak boleh berpaling daripadanya.
Untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam Mazhab dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara istibath hukum dari dalilnya oleh mereka. Untuk mengetahui dasar-dasar dan qaidah-qaidah yan digunakan setiap imam mazhab (imam mujtahid). Dalam mengistinathkan hukum dari dall-dalilna. Dimana setiap imam mujtahid tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dengan memperhatikan landasan berpikir para imam mazhab, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab dapat mengetahui hahwa dasar-dasar mereka pada hakikatnya tidak kejuar dari As-Sunnah dan Al-Our'an denoan perbedaan interpretasi.
===============================
Untuk mengetahui perbedaan yang prinsipil antara empat Imam Madzhab, kita mulai dengan sejarah kehidupan mereka.
1. Pada masa Nabi Muhammad Saw hidup, yang dituliskan hanyalah Al-Qur’an. Hadits tidak dituliskan. Pada masa Khalifah yang ke III, Saidina Ustman bin Affan Rda (23 -35H) ayat Al-Qur’an yang ditulis cerai berai itu dikumpulkan menjadi satu mushaf yang sekarang dinamakan Mushaf ustman bin Affan Rda.
2. Hadits-hadits Nabi Muhammad Saw, yakni ucapan-ucapan, perbuatan Beliau yang dinamakan Sunnah Rasul semuanya tersimpan dalam dada para Sahabat yang boleh dinamakan “Pemangku Hadits”. Para Sahabat, Pemangku Hadits ini, baik sebelum Nabi Muhammad wafat maupun sesudahna, telah mengembara ke seluruh pelosok negeri, sesuai dengan perkembangan daerah-daerah Islam. Ada diantara mereka yang tetap di Mekkah, di Madinah dan ada pula yang sudah pindah ke Mesir, Iraq, Yaman, Persia, Hadharal-maut, Ethiopia, Sudan dan bahkan kabarnya ada yang sampai ke Timur jauh, ke Tiongkok dan lain sebagainya. Nasib Hadits agak malang ketika itu, karena belum terkumpul ke dalam satu atau dua buku, tetapi tersimpan dalam ribuan dada dan hati Sahabat-Sahabat Nabi yang telah mengembara ke sana-sini.
3. Pada zaman para sahabat Nabi, kira-kira dari tahun 13 H sampai 70 H (yakni 57 tahun) fatwa-fatwa agama dan hokum-hukum dalam pengadilan dipegang oleh para Sahabat Nabi.
Mereka tidak merasa banyak kesulitan dalam menghadapi masalah hukum sesuatu peristiwa, karena mereka mempunyai kitab suci Al-Qur’an dan banyak pula diantara mereka yang hafal Sunnah Rasul di luar kepala.
Sesuatu persoalan yang datang / timbul ditetapkan hukumnya sesuai dengan Al-Qur’an dan sesuai pula dengan Hadits yang dihafalnya. Apabila ia tidak banyak menghafal Hadits, maka ditanyaklan kepada kawannya sesame Sahabat, kiranya diantara mereka ada yang menghafal Hadits yang dapat dipakai dalam menghadapi persoalan yang baru timbul.
Masalah-masalah yang dihadapinya dalam soal-soal yang baru tidak banyak. Selain dari itu baik diketahui bahwa para Sahabat Nabi seakan-akan sudah menjadi dua golongan:
Golongan yang pertama dan jumlahnya banyak, ialah Pemangku Hadits saja dengan pekerjaannya hanya menyampaikan Hadits-hadits yang dihafalnya itu kepada pengikut-pengikutnya tanpa komentar tentang isinya. Golongan ini dinamakan “Ahli Riwayah”, yakni golongan yang menyampaikan/ merawikan Hadits- hadits.
Golongan kedua yang jumlahnya lebih sedikit, selain Pemangku Hadits, juga berfatwa dan menghadapi hokum-hukum masalah yang ditanyakan kepada mereka. Golongan ini dinamakan golongan “Mufti”, “Fuqaha” atau “Pemberi Fatwa”. Tidak banyak Sahabat yang masuk golongan kedua ini, hanya kira-kira 130 orang saja.
4. Kemudian tibalah masa Tabi’in yaitu masa orang-orang berjumpa/berguru dengan/kepada Sahabat Nabi. Orang-orang ini tidak berjumpa dengan nabi. Para Tabi’in aktif sekali , selain mempelajari bermacam-macam ilmu juga menerima Hadits-hadits Nabi dari para Sahabat-sahabat.
Para Tabi’in ini sudah besar jumlahnya dari jumlah Sahabt karena setiap Sahabt mengajar 10 sampai 50 orang Tabi’in.
Para Tabi’in itu setelah belajar dari Sahabat, lantas bertebaran keseluruh pelosok dunia untuk mengajar, bertabligh dan menjadi hakim dalam pelbagai pengadilan.
Masa Tabi’in ini dapat kita katakana dari tahun 70 H s/d 130 H (yaitu kira-kira 60 tahun).
Para Tabi’in ini sama juga dengan para Sahabat, terbagi dalam dua golongan tadi, yaitu
Golongan pertama, yaitu pemangku Hadits saja (perawi)
Golongan kedua, selain pemangku Hadits, juga memberikan fatwa, menjadi Qadli, menjadi Mufti dan menjadi Muballigh.
Diantara para Tabi’in terdapat seorang Ulama Besar di Kufah (Iraq) namanya, Nu’man bin Tsabit. Asalnya dari Persia dan kemudian menetap di Kufah dekat Bagdad. (Lahir 80 H, Wafat 150H)
Beliau ini Ulama Besar sehingga sampai derajat ilmunya kepada bisa menjabat Imam Mujtahid.
Beliau melaksanakan istinbath (menggali hukum dari Al Qur’an dan Hadits) dan beliau menjadi Imam Mujtahid dalam Ilmu Fiqih yang kemudian dinamai Madzhab Abu Hanifah, Nu’man bin Tsabit atau Madzhab Hanafi.
Imam Abu Hanifah hanya berjumpa dengan 7 orang sahabat Nabi, yaitu:
Anas bin Malik, Abdullah bin Harits, Abdullah bin Abi Aufa, Wasnilan bi Al Asda, Maaqil bin Yasar, Abdullah bin Anis, Abu Thafail.
Guru-gurnya yang lain para Tabi’in. Abu Hanifah menggali hukum dari Al-Qur’an dan Hadits, baik hukum yang ditanyakan kepada beliau atau yang belum ditanyakan.
5. Pada waktu hampir bersamaan, muncul pula di Madinah seorang Ulama Besar dalam ilmu Fikih, yaitu Malik bin Anas, pembangun Madzhab Maliki. (Lahir 93H – Wafat 179H)
Beliau hidup pada masa Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in (orang yang berjumpa dengan Sahabat Nabi dan orang yang berjumpa dengan orang telah berjumpa dengan Sahabat Nabi)
Perbedaan umur antara Imam Hanafi dan Imam Maliki hanya 13 tahun, karena Imam Maliki lahir tahun 93H dan Imam Hanafi tahun 80H.
Walaupun pada zaman yang sama, tetapi keadaan tempat tinggal berbeda
Imam Hanafi di Kufah (Ibu kerajaan Islam), tetapi Imam Maliki tinggal di Madinah, negeri yang pada ketika itu boleh dikatakan tidak ramai, hanya didiami oleh pemangku-pemangku hadits, ulama ahli tasawuf, ahli tafsir, sedang kota Kufah didiami oleh ahli-ahli politik dan ulama-ulama fungsinya.
Pemangku-pemangku hadits yaitu Sahabat Nabi, Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in banyak tinggal di madinah. Hal ini sangat menolong Imam Maliki dengan mudahnya dalam mengumpulkan Hadits-hadits Nabi, Sunnah Rasul.
Imam Maliki sebelum menjadi Imam Mujtahid Muthlaq telah menghafal hadits-hadits sahih sejumlah 100.000 hadits yang dikumpulkan dari gurunya.
Hadits yang 100.000 itu diteliti lagi oleh beliau, diteliti matannya, diteliti pemangkunya, dicocokan isinya dengan Al-Qur’an dan kalau kedapatan agak lemah maka hadits itu ditinggalkannya dan tidak pakai untuk dasar hukum.
Satu keistimewaan yang harus dicatat bahwa di kota Madinah waktu itu, boleh dikatakan hanya didiami semula oleh nabi dan Sahabat-sahabat Beliau, kemudian oleh Tabi’in dan sesudah itu Tabi’ Tabi’in. Orang yang tidak demikian halnya, seumpama orang yang datang dari luar daerah tetapi bukan Sahabat dan tidak pula berjumpa dengan Nabi, ataupun berjumpa tetapi tidak iman dengan Nabi dan orang yang bukan Tabi’in (orang yang berada di Madinah tetapi tidak berjumpa dengan Sahabat, karena berada tinggal di pinggir kota, sehingga tidak berjumpa dengan Sahabat Nabi). Orang yang demikian tidak ada di Madinah pada zaman Imam Maliki.
Hal ini penting untuk dimaklumi karena Imam Maliki memakai pula dasar “amalan orang Madinah” sebagai dasar hukum
6. Pada zaman Imam Maliki muncul pula di Mekkah seorang Tabi’ Tabi’in, yaitu Muhammad bin Idris yang kemudian ternyata pembangun Madzhab Syafi’I Rhl.
Imam Syafi’I sebagai dimaklumi adalah seorang yang sering pindah-pindah tempat tinggal dari satu negeri ke negeri lain.
Beliau tinggal di Mekkah dan bergaul dengan seluruh Tabi’in, kemudian pindah ke Madinah dan bergaul juga dengan seluruh Tabi’in, pndah lagi ke Yaman dan bergaul dengan seluruh Tabi’in, pindah ke Iraq dan bergaul dengan seluruh Tabi’in, pindah ke Persia, kembali lagi ke Mekkah, dari sini pindah lagi ke Madinah dan akhirnya ke Mesir.
Perlu dimaklumi bahwa perpindahan beliau itu bukanlah untuk berniaga, bukan untuk turis, tetapi untuk mencari ilmu, mencari hadits-hadits, untuk pengetahuan agama.
Jadi tidak heran kalau Imam Syafi’I Rhl, lebih banyak mendapatkan hadits daripada Tabi’in yang lain, melebih dari yang didapat oleh Imam Hanafi dan Imam Maliki.
Ilmu beliau pun lebih banyak dari kedua Imam sebelumnya karena beliau banyak melihat, banyak mendengar, banyak bergaul dengan bangsa-bangsa lain bukan Arab (dari Persia, Turki dll).
Hadits-hadits dicari beliau kemana-mana. Para Tabi’in yang telah berjauhan tempat tinggalnya dijumpai dan ditemui bliau. Oleh karena itu beliau banyak sekali mendapat Hadits.
7. Pada tahun 164H , lahir di Bagdad (Iraq) seorang yang bernama Ahmad bin Hanbal. Beliau lebih muda dari Imam Syafi’I 14 tahun. Beliau wafat tahun 214H, yaitu 37 tahun terkemudian dari Imam Syafi’I Rhl.
Barang siapa yang mempelajari riwayat Imam hanbali ini, ia akan kagum dengan ke’alimannya, ketaqwaannya, ketabahannya menghadapi cobaan, kezuhudannya dengan harta dunia dan kepintarannya yang luar biasa.
Beliau Imam Hanbali belajar Agama di Baghdad dengan Ulama-ulama Tabi’ Tabi’in.
Imam Hanbali belajar Tafsir, Hadits, Tasauf dan lain-lain, yaitu kepada murid-murid Imam Abu Hanifah dan lain-lain, juga kepada Imam Syafi’I Rhl, ketika beliau berada di Bagdad.
Imam Hanbali kemudian sampai derajat ilmunya kepada Mujtahid yang bisa berijtihad sendiri, lepas dari ijtihad guru-gurnya. Sebagai bukti atas ke’aliman beliau adalah sebagai yang diceritakan oleh anak beliau sendiri Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa, “ayahku telah menghafal diluar kepala 10.000.000 (sepuluh juta).
Di dalam kitab al Masnad karangan Imam Ahmad bin Hanbal yang kemudian terkenal dengan nama Masnad Ahmad bin Hanbal dikumpulkannya empat puluh ribu (40.000) hadits, yaitu hadits-hadits yang disaringnya dari yang 10.000.000 itu.
Di antara Imam Mujtahid yang empat ini terdapat persamaan dan perbedaan dalam cara-cara mengagali hukum (istinbath) dalam menghadapi peristiwa-peristiwa / permasalahan yang terjadi.
Persamaan dalam memakai dan mempergunakan Al-Qur’an untuk menjadi dasar hukum. Setiap beliau yang berempat ini sama halnya, yakni mula-mula sekali melihat dan mencari hukum dalam Al-Qur’an.
Kalau dalam satu masalah yang terjadi ada hukumnya dalam Al-Qur’an, syukur, tetapi kalau tidak ada maka beliau-beliau itu pindah kepada yang kedua yaitu Hadits / Sunnah Rasul.
Berikut daftar ringkas mengambil hukum dikalangan Imam Mujtahid yang empat.
a. Sumber Madzhab Hanafi
Al-Qur’an
Hadits Nabi yang kuat , sahih-sahih dan masyur saja
Ijma’ sahabat Nabi
Qiyas (pendapat)
Ihtisan (pendapat, kebaikan umum atau yang “lebih baik”).
b. Sumber Madzhab Maliki
Al-Quran
Hadits Nabi yang sahih menurut pandangan beliau.
Amalan para Ulama Ahli Madinah ketika itu.
Qiyas (pendapa)
Masalihul-mursalah (kepentingan umum)
c. Sumber Madzhab Syafi’i
Al-Qur’an
Hadits yang sahih menurut pandangan beliau (hadits shahih mutawatir, hadits shahih aahaad, hadits shahih masyur)
Ijma’ para Mujtahid
Qiyas
d. Sumber Madzhab Hanbali
Al-Qur’an
Ijma Sahabat nabi
Hadits, termasuk hadits mursal dan hadits dha’if.
Qiyas (pendapat)
Nah, dengan pendapat yang berbeda-beda ini dapatlah kita ketahui dalam 4 Madzhab itu muncul hukum-hukum yang berlainan karena asalnya perbedaan prinsip dalam sumber hukum dan cara memakai hadits-hadits itu.
Tetapi sejarah telah membuktikan bahwa Dunia Islam dari dulu sampai sekarang telah menerima dan mengikuti madzhab-madzhab itu. Tidak seorang pun dari mereka yang membantah. Jadi seolah-olah ijma’ (sepakat), yang tidak bisa diganggu gugat lagi.
Dari Mekkah, sampai Madinah, sampai Kufah dab Baghdad terus ke Mesir, Maroko, Spanyol sampai ke pelosok-pelosok Afrika dan dari Timur sampai ke Persi, ke India, ke Thailand, ke Indonesia, ke Philipina dan bahkan sampai ke Amrika, kesemuanya adalah penganut Madzhab
Jadi, melarang orang mengikut madzhab adalah bertentangan dengan ijma’ dan berlawanan dengan dunia Islam.
Di mesjid Mekkah berabad-abad lamanya didirikan tempat-tempat khusus bagi Imam-imam yang berempat, ada maqam Hanafi, ada maqam Maliki, ada maqam Syafi’I, dan ada maqam Hanbali. Setiap maqam itu mempunyai sepihak Ka’bah.
Rupanya sudah satu isyarat dari Tuhan yang menjadikan Ka’bah bersegi empat, sehingga setiap Imam yang berempat mempunyaiu satu segi.
Walaupun sekarang pada zaman pemerintahan Wahabi maqam-maqam itu sudah ditiadakan dengan alasan untuk memperluas tempat Thawaf, akan tetapi madzhab-madzhab itu berjalasn terus dan penguasa-penguasa Wahabi menganut madzhab Hanbali dalam furu’ syariat.
Mazhab Dalam Hukum Islam
Islam merupakan agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hukum-hukum islam diperuntukkan bagi kemaslahatan umat. Begitu banyaknya hukum islam, hingga banvak ulama yang memberikan penjelasan tentang hukum-hukum itu. Akhirnya, hukum islam ini terbagi dalam beberapa mazhab, yang kita kenal sekarang.
Mazhab secara bahasa berarti jalan yang dilalui dan dilewati sesuatu yang menjadi tujuan seseorang. Sedangkan menurut para ulama dan ahli agama islam, mazhab adalah metode (manhaj) yang dibuat setelah melalui pemikiran dan penelitian sebagai pedoman yang jelas untuk kehidupan umat. Lain lagi menurat para ulama fiqih. Menurat mereka, yang dimaksud dengan mazhab adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh seorang ahfi fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain, yang mengantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu'.
Sebenamya mazhab dalam islam cukup banyak. Hal mi karena begitu banyaknya ulama-ulama sejak masa para sababat yang berijtihad. Namun dari sekian banyak mazhab yang ada tersebut, hanya sedikit yang mampu bertahan dan masih terus dijadikan panduan hingga saat ini. Mazhab yang digunakan saat ini terbagi atas dua kelompok besar, yaitu mazhab golongan Sunni (Ahlus-sunnah wal Jamaah) dan mazhab golongan Syi'ah.
Pengertian Madzhab
Kalimat Madzhab berasal dari bahasa Arab yang bersumberkan dari kalimat Dzahaba, kemudian diubah kepada isim maf ul yang berarti, Sesuatu yang dipegang dan diikuti, dalam makna lain mana-mana pendapat yang dipegang diikuti disebut madzhab, dengan begitu madzhab adalah suatu pegangan bagi seseorang dalam berbagai masalah, mungkin lebih kita kenal lagi. Dengan sebutan aliran kepercayaan atau sekte, bukan hanya dari permasalahan Fiqih tetapi juga mencakup permasalahan 'Aqidah, Tashawuf, Nahu, Shorof, dan Iain-lain, didalam Fiqih kita dapati berbagai macam madzhab, seperti madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi'i, didalam 'Aqidah kita dapati madzhab 'Asya'irah, Maturidiyah, Muktazilah, Syi'ah, didalam Tashawuf kita dapati madzhab Hasan al-Bashri, RabPatu adawiyah, Ghazaliyah, didalam Nahu kita dapati madzhab al-Kufiyah dan madzhab al-Bashriyah.
Pada zaman Rasulullah SAW "madzhab" belum dikenal dan digunakan karena pada zaman itu Rasul masih berada bersama sahabat, jadi jika mereka mendapatkan permasalahan maka Rasul akan menjawab dengan wahyu yang diturunkan kepadanya, tetapi setelah Rasulullah meninggal dunia, para shahabat telah tersebar diseluruh penjuru negeri Islam, sementara itu umat islam dihadirkan dengan berbagai permasalahan yang menuntut para shahabat berfatwa untuk menggantikan kedudukan Rasul, tetapi tidak seluruh shahabat mampu berfatwa dan berijtihad, sebab itulah terkenal dikalangan para sahabat yang berfatwa ditengah sahabat-sahabat Rasul lainnya, sehingga terciptanya Mazhab Abu bakar, Umar, Utsman, AH, Sayyidah 'Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah Bin Umar, Abdullah Bin Mas'ud dan yang lainnya, kenapa shahabat-sahabat yang lain hanya mengikuti sahabat yang telah sampai derajat mujtahid, karena tidak semua sahabat mendengar hadits Rasul dengan jumlah yang banyak, dan derajat kefaqihan mereka yang berbeda-beda, sementara Allah telah menyuruh mereka untuk bertanya kepada orang yang ' Alim diantara mereka. Hendaklah kamu bertanya kepada orang yang mengetahui jika kamu tidak mengetahui Pada zaman TabHn timbul pula berbagai macam madzab yang lebih dikenal dengan madzhab Fuqaha Sab'ah ( Madzhab tujuh tokoh Fiqih) di kota Madinah, setalah itu bermunculanlah madzhab yang lainnya dinegeri islam, seperti madzhab Ibrahin an-Nakha'l, asy-Syukbi, sehingga timbulnya madzhab yang masyhur dan diikuti sampai sekarang yaitu Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, Hanabilah, madzhab ini dibenarkan oleh ulama-ulama untuk diikuti karena beberapa sebab :
Madzhab ini disebarkan turun-temurun dengan secara mutawatir.
Madzhab ini diturunkan dengan sanad yang Shahih dan dapat dipegang
Madzhab ini telah dibukukan sehingga aman dari penipuan dan perobahan
Madzhab ini berdasarkan al-Qur'an dan al-Hadits, selainnya para empat madzhab berbeda pendapat dalam menentukan dasar-dasar sumber dan pegangan.
Ijma' nya ulama Ahlus Sunnah dalam mengamalkan empat madzhab tersebut
Sejarah Timbulnya Madzhab
fiqih pada periode ini merupakan puncak Dari perjalane kesejarahan tasyri'. Bahwa munculnya madzhab-madzhab fiqih itu lahir dari perkembangan sejarah sendiri, bukan karena pengaru hokum romawi sebagaimana yang dituduhkan oleh para orientalis.
Fenomena perkembangan tadyrik pada periode ini, seperti tumbuh suburnya kajian-kajian ilmiah, kebebasan berpendapa banyaknya fatwa-fatwa dan kodifikasi ilmu, bahwa tasyri' memiliki keterkaitan sejarah yang panjangdan tidak dapat dipisahkan ant satu dengan lainnya.
Munculnya madzhab dalam sejarah terlihat adanya pemikirah fiqih dari zaman sahabat, tabi'in hingga muncul madzhal madzhabfiqih pada periode ini. Seperti contoh hokum yang dipertentangkan oleh Umar bin Khattab dengan Ali bin Abi Thalib ialah masa iddah wanita hamil yang ditinggalkan mati oleh suaminya. Golongan sahabat berbeda pendapat dan mengikuti salah satu pendapat tersebut, sehingga munculnya madzhab-madzhab yang dianut.
Di samping itu, adanya pengaruh turun temurun dari ulama-ulama yang hidup sebelumnya tentang timbulnya madzhab ada beberapa faktor yang mendorong, diantaranya :
Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam sehingga hukum islampun menghadapi berbagai macam masyarakat yang berbeda-beda tradisinya
Muncunya ulama-ulama besar pendiri madzhab-madzhab fiqih berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat study tentang fiqih, yang diberi nama AI-Madzhab atau AI-Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi school, kemudian usaha tersebut dijadikan oleh murid-muridnya.
Adanya kecenderungan masyarakat islam ketika memilih salah satu pendapat dari ulama-ulama madzhab ketika menghadapi masalah hukum. Sehingga pemerintah (kholifah) merasa perlu menegakkan hokum islam dalam pemerintahannya.
Permasalahan politik, perbedaan pendapat di kalangan muslim awal trntang masalah politik seperti pengangkatan kholifah-kholifah dari suku apa, ikut memberikan saham bagi munculnya berbagai madzhat hukum islam.
Dampak Adanya Madzhab Terhadap Perkembangan Fiqih
Dampak Positifnya
Adanya madzhab-madzhab tersebut berarti memberikan peluang yang cukup signifikan terhadp fiqh islam untuk berkembang dan bahkan berpeluang untuk tersebar lebih luas.
Dampak Negatif
Sesudah munculnya madzhab-madzhab muncul pula pola pikir fanatis terhadap madzhab yang berdampak terhadap semakin menipisnya sikap toleransi bermadzhab dan bahkan berdampak terhadap persaingan yang kurang sehat dan bahkan lebih dari itu berdampak terhadap terjadinya permusuhan akibat fanatisme madzhab yang berlebihan.
Setelah munculnya madzhab-madzhab fiqh tersebut, muncul pula anggapan bahwa pintu ijtihad ditutup.
Ahmad az-Zarqa mengatakan bahwa dalam periode ini untuk pertama kali muncul perayataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Menurutnya, paling tidak ada tiga faktor yang mendorong munculnya pernyataan tersebut.
Dorongan para penguasa kepada para hakim (qadi) untuk menyelesaikan perkara di pengadilan dengan merujuk pada salah £ mazhab fiqh yang disetujui khalifah saja.
Munculnya sikap at-taassub al-mazhabi yang berakibat pada sikap kejumudan (kebekuan berpikir) dan taqlid (mengikuti pendapat imam tanpa analisis) di kalangan murid imam mazhab.
Munculnya gerakan pembukuan pendapat masing-masing mazhab yang memudahkan orang untuk memilih pendapat mazhat dan menjadikan buku itu sebagai rujukan bagi masing-masing mazhab, sehinga aktivitas ijtihad terhenti. Ulama mazhab tidak perlu lagi melakukan ijtihad, sebagaimana yang dilakukan oleh para imam mereka, tetapi mencukupkan diri dalam menjawat berbagai persoalan dengan merujuk pada kitab mazhab masing-masing. Dari sini muncul sikap taqlid pada mazhab tertentu/diyakini sebagai yang benar, dan leblh jauh muncul pula pernyataan haram melakukan talfiq.
Persaingan antar pengikut mazhab semakin tajam, sehingga subjektivitas mazhab lebih menonjol dibandingkan sikap ilmiah dalam menyelesaikan suatu persoalan. Sikap ini amat jauh berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh masing-masing imam mazhab, karena sebagaimana yang tercatat dalam sejarah para imam mazhab tidak menginginkan seorang pun mentaqlidkan mereka. Sekalipun ada upaya ijtihad yang dilakukan ketika itu, namun lebih banyak berbentuk tarjih (menguatkan) pendapat yang ada pada mazhab masing-masing. Akibat lain dari perkembangan ini adalah semakin banyak buku yang bersifat sebagai komentar, penjelasan ulasan terhadap buku yang ditulis sebelumnya dalam masing-masing mazhab.
Sebab-sebab Perbedaan Pendapat
Salah satu kenyataan dalam fiqh adalah adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Meskipun demikian bijaksanaan fiqh menetapkan bahwa keluar dari perbedaan pendapat itu disenangi, dan mendahulukan apa yang disepakati daripada hal-hal lain di mana terdapat perbec pendapat di kalangan para ulama.
Sesuai dengan kaidah :
Adapun sebab-sebab terjadinya peroeaaan penaapat tersebut adalah:
Karena berbeda dalam memahami dan mengartikan kata- kata dan istilah baik dalam Al-Qur'an maupunHadits. Seperti lafal musytarak, makna haqiqat (sesungguhnya) atau majaz (kiasan), dan lain-lainnya.
Karena berbeda tanggapannya terhadap Hadits. Ada Hadits yang sampai kepada sebagian ulama, tetapi tidak sampai kepada ulama yang lain. Kalau Hadits tersebut diketahui oleh semua ulama, sering terjadi sebagian ulama menerimanya sebagai Hadits sahih, sedang yang lain menganggap dha'if, dan lain sebagainya.
Berbeda dalam menanggapi kaidah-kaidah Ushul. Misalnya ada ulama yang berpendapat bahwa lapal am yang sudah ditakh'sis itu bisa dijadikan hujah. Demikian pula ada yang berpendapat segala macam mafhum tidak bisa dijadikan hujah. Ulama-ulama yang berpendapat bahwa mahfum itu adalah hujah, kemudian berbeda lagi tanggapannya terhadap mafhum mukhalafah.
Berbeda tanggapannya tentang taarudl (pertentangan antara dalil) dan tarjih (menguatkan satu dalil atas dalil yang lain). Seperti: tentang nasakh dan mansukh, tentang pentakwilan, dan lain sebagainya yang dibahas secara luas dalam ilmu Ushul Fiqh.
Berbeda pendapat dalam menetapkan dalil yang sifatnya ijtihadi. Ulama sepakat bahwa Al-Qur'an dan Al-Sunnah al-Shahihah adalah sumber hukum. Tetapi berbeda pendapatnya tentang istihsan, al-maslahah al-mursalah, pendapat sahabat, dan lain-lainnya yang digunakan dalam era berijtihad. Sering pula terjadi, disepakati tentang dalilnya, tetapi penerapannya berbeda-beda. Sehingga mengakibatkan hukumnya berbeda pula. Misalnya tentang Qiyas: Jumhur ulama berpendapat bahwa Qiyas adalah dalil yang bisa digunakan. Tetapi dalam menetapkan illat hukum sering berbeda. Karena adanya perbedaan dalam menentukan illat hukumnya, maka berbeda pula dalam hukumnya.
Pengertian Perbandingan Madzhab
Perbandingan mazhab dalam bahasa Arab disebut muqaranah al-madzahib, kata muqaranah menurut bahasa, berasala dari kata kerja qarana yuarinu muqaranatan yang berarti mengmpulkan, membandingkan dan menghimpun. Pengertian ini diambil dari perkataan orang Arab yang berarti menggabungkan sesuatu. Mazhab asal artinya tempat berjalan, aliran. Dalam istilah islam ber; pendapat paham atau aliran seseorang alim besar dalam islam yang disebut imam seperti mazhab imam Abu Hanifah dan sebagainya.
Ruang lingkup perbandingan mazhab adalah:
Hukum Amaliyah, baik yang disepakati, maupun yang masih diperselisihkan antara para mujtahid dengan membahas cara berrjtihad mereka dan sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum.
Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh para mujtahid bak dari Al-Qur'an maupun sunah atau dalil lain yang diakui oleh syara hukum-hukum vang berlaku di Neaara tempat muqarin hidup. baik hukum nasional maupun positif dan hukum internasional.
Tujuan Melakukan Perbandingan Madzhab
Dapat memahami pendapat-pendapat imam muztahid tentang masalah yang di ikhtilafkan (selisih) diantara mereka dan dapat mengetahui sandaran pendapat tersebut.
Dapat mengetahui dasar-dasar dan faedah-faedah yang dipergunakan oleh setiap imam mazhab dalam menetapkan hukum melalui dalil supaya mengetahui pendapat yang paling kuat berdasarkan dalil yang kuat.
Dapat mengetahui bahwa dalil yang dipergunakan oleh imam mazhab adakalanya Al-qur'an dan adakalanya Hadits dan ada pula yang mempergunakan Qiyas atau kaidah-kaidah yang bersifat umum dan khusus yang dipergunakan mazhab tertentu, tapi tidak dipegunakan mazhan yang lain.
Yang paling diharapkan adalah mengamalkan hukum yang diyakini kuat dalilnya dan tidak boleh berpaling daripadanya.
Untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam Mazhab dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara istibath hukum dari dalilnya oleh mereka. Untuk mengetahui dasar-dasar dan qaidah-qaidah yan digunakan setiap imam mazhab (imam mujtahid). Dalam mengistinathkan hukum dari dall-dalilna. Dimana setiap imam mujtahid tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dengan memperhatikan landasan berpikir para imam mazhab, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab dapat mengetahui hahwa dasar-dasar mereka pada hakikatnya tidak kejuar dari As-Sunnah dan Al-Our'an denoan perbedaan interpretasi.
No comments:
Post a Comment