Saturday, July 13, 2013

makalah "pelayanan data akta kelahiran di Desa Mekarjaya Kab.Ciamis" (makalah otda)

BAB I PENDAHULUAN a. Latar belakang usaha pelayanan pendataan kependudukan sangatlah penting dimana dimaksudkan agar dapat memudahkan pemerintah dalam hal pendataan, pemerataan tata kelola fasilitas-fasilitas di desa/lurah yang memang pada dasarnya dijadikan patokan atau ukuran terhadap kepatuhan masyarakat tentang pembuatan akta kelahiran serta menjadi evaluasi bagi aparatur desa/lurah dalam mensosioalisasikan pentingnya memiliki akta kelahiran. Melalui pendataan pula, dapat dioptimalkan tentang rencana pembangunan-pembangunan di desa yang disesuaikan dengan jumlah penduduk dan target keberhasilan terhadap program pemerintah tentang kb (keluarga berencana) serta mengadakan kerja sama dengan pihak swasta untuk ikut serta dalam memberdayakan masyarakat apabila jumlah penduduk yang didata terbilang banyak baik itu dengan cara pendidikan pelatihan wirausaha dan penampungan tenaga kerja yang awalnya diambil berdasarkan padat atau tidaknya jumlah penduduk dalam suatu daerah. Yang diharapkan melalui pendataan yang efektiflah tindak pemberdayaan dan pembangunan semakin jelas dan meningkatkan ilmu pengetahuan terhadap generasi muda bangsa dengan melihat terhadap jumlah penduduk dalam suatu daerah serta latar belakang setiap penduduk baik itu pendidikan dan sosial ekonominya ,karena pada dasarnya Perkembangan sebuah ilmu sangat ditentukan oleh kemampuan dalam menjawab berbagai masalah-masalah sosial dan alam yang menjadi bidang garapannya. Semakin fungsional sebuah ilmu dalam arti mampu menjalankan sekurang-kurangnya lima fungsi utama ilmu akan semakin banyak pendukungnya. Hal tersebut pada gilirannya akan mendorong semakin banyak orang yang mempelajari dan menghasilkan teori maupun konsep baru. Sebaliknya, apabila sebuah ilmu tidak fungsional dalam menjawab kebutuhan masyarakat, maka ilmu tersebut akan ditinggalkan oleh masyarakat dan akhirnya akan mati. Kemampuan suatu ilmu untuk menjawab berbagai kebutuhan masyarakat akan sangat tergantung pada epistemologinya, karena salah satu hal yang membedakan antara ilmu satu dengan ilmu lainnya adalah dari segi metodologinya. Demikian juga halnya dengan Ilmu Pemerintahan. Dari berbagai literature dapat lihat bahwa bahwa pemerintahan disamping sebagai sebuah pengetahuan (knowledge) adalah sekaligus juga meruapakan sebuah kemahiran (know-how). Karena itu Ilmu Pemerintahan diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan dalam kehidupan manusia, termasuk dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dewasa ini. Dalam sejarah perkembangannya kebijakan otonomi daerah di Indonesia mengikuti pola seperti pada jam yaitu beredar antara sangat sentralistik dan sangat desentarlistik. Apabila kebijakan yang dilaksanakan sangat sentralistik maka bandulnya akan ditarik kembali kepada arah titik keseimbanganm desentralistik demikian pula sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dengan mengikuti perkembangan pelaksanaan otonomi daerah melalui peraturan perundang-undangan yang mengaturnya mulai dari UU nomor 1 tahun 1945 sampai dengan UU Nomor 22 tahun 1999. Otonomi Daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi di bidang pemerintahan. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai tiga tujuan. Pertama, tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara pada tataran infrastruktur dan suprastruktur politik. Kedua, tujuan administrasi, yakni efektivitas dan efisiensi proses-proses administrasi pemerintahan sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat, tepat, transparan serta murah dan Ketiga, tujuan social ekonomi, yakni meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat. Dengan memiliki tujuan-tujuan yang telah disebutkan diatas, maka target otonomi daerah memang dipusatkan untuk melayani masyarakat sebagai langkah awal pencapaian ketiga tujuan tersebut adalah melalui pelaksanaan pendataan kependudukan. b. identifikasi masalah pendataan kependudukan dimaksudkan agar tercapainya pemerataan pembangunan,terwujudnya pelaksanaan tujuan instansi pemerintah dalam melaksanakan fungsi dan tujuan pokoknya sebagai wadah yang melayani masyarakat dalam meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap tertib administrasi kependudukan. Sebagai tercapainya tujuan tertib administrif seyogyanya terdapat faktor-faktor yang medukung antara lain adalah pelayanan yang disediakan oleh pihak aparatur pemerintahan desa/lurah, jangka waktu pembuatan akta kelahiran, dan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan. BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah suatu keadaan di mana setiap daerah memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan daerahnya secara optimal, baik individu maupun kelompok masyarakat. Individu otonom adalah manusia yang diberi keleluasaan untuk memunculkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Dengan menyelenggarakan otonomi, segala persoalan diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkannya (dari, oleh, dan untuk masyarakat daerah) kecuali untuk persoalan di mana daerah tidak dapat menyelesaikan-nya sendiri dalam konteks keutuhan negara dan bangsa, diserahkan kepada pemerintah pusat untuk menyelesaikannya. Dengan adanya keberagaman dalam penerapan otonomi karena faktor perbedaan dalam interpretasi konsep otonomi, kemampuan dan keunikan dari masing-masing daerah, serta keterbatasan pemerintah pusat menyebabkan otonomi daerah dilaksanakan secara gradual. Penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan payung hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, meskipun belum sempurna dalam menjawab aspirasi masyarakat daerah dan tuntutan daerah yang berbeda-beda. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memuat tentang seberapa jauh peranan pemerintah pusat dalam menangani persoalan daerah, dan seberapa jauh yang menjadi wewenang daerah. Sampai saat ini, daerah diberi wewenang untuk menangani persoalan yang telah ditanganinya dan lima kewenangan masih ditentukan di pusat, yaitu agama, peradilan, pertahanan, keamanan, serta keuangan. Sedangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 memuat tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. b. isi perubahan undang-undang tentang otonomi daerah : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan agar mampu melahirkan kepemimpinan daerah yang efektif dengan memperhatikan prinsip -demokrasi, persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan daerah yang demokratis yang memperhatikan prinsip persamaan dan keadilan, penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara yang memenuhi persyaratan; c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi perubahan, terutama setelah putusan Mahkamah Konsiitusi tentang calon perseorangan; d. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum diatur mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang raenggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya; e. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum diatur mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang meninggal dunia, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus; f. bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, perlu adanya pcngaturan untuk mengintegrasikan jadv/al penyelenggaraan pemilihan kepala daerah sehingga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Femerintahan Daerah perlu diubah; g. bahwa berdasarkan pertinibangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (4), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 26 ditambah 4 (empat) ayat, yakni ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut; Pasal 26 (1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas: a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; b, membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi; d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. daerah; f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan g, melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan, (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. (3) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enamj bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya (4) Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua orang calon wakii kepala daerah berdasarkan usui partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD (5) Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari calon perseorangan dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD (6) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. (7) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. 2. Ketentuan Pasal 42 ayat (1) huruf i dihapus dan penjelasan huruf e diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan, sehingga Pasal 42 berburiyi sebagai berikut: Pasal 42 (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama; b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan keija sama internasional di daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pei-iberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negen bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota; e. memilih wakil kepala daerah Jam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah; f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan; i. dihapus; j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. (2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 3. Ketentuan Pasal 56 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 56 berbunyi sebagai berikut: Pasal 56 (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang ini. 4. Ketentuan Pasal 58 huruf d dan huruf f diubah, huruf 1 dihapus serta ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf q, sehingga Pasal 58 berbunyi sebagai berikut: Pasal 58 Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah; c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat; d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota; e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter; f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; l. dihapus; m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak; n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri; o. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selarna 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah; dan q. mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya. 5. Ketentuan Pasal 59 ayat (1) diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 5 (lima) ayat, yakni ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c), ayat (2d), dan ayat (2e), ayat (3) dihapus, di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), dan di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5a) dan ayat (5b), sehingga Pasal 59 berbunyi sebagai berikut : Pasal 59 (1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah; a. pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. b. pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang, (2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. (2a) Pasangan calon perseorangan sebag tirnana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mendalwrkan diri sebagai pasangan calon gubernur/ wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan: a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000,000 (dua juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen); b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen); c. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen); dan d. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). (2b) Pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan: a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen); b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen); c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500,000 (lima ratus ribu) sampai. dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen); dan d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). (2c) Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2a) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi dimaksud. (2d) Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2b) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecpmatan di kabupaten/kota dimaksud. (2e) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan ayat (2b) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan tanda penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dihapus. (4) Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat, (4a) Dalam proses penetapan pasangan calon perseorangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat. (5) Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan calon partai politik, wajib menyerahkan: a. Surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung; b. kesepakatan tertulis antarpartai politik yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon; c. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan partai politik yang bergabung; d. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan; e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon; f. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; g. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; h. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya; i. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; j. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan k. visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis. (5a) Calon perseorangan pada saat mendaftar wajib menyerahkan: a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pasangan calon perseorangan; b. berkas dukungan dalam bentuk pernyataan dukungan yang dilampiri dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan tanda penduduk; c. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon; d. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; f. surat pernyataan nonaktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di daerah wilayah kerjanya; g. surat pembericahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; h. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan i. visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis. (5b) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) huruf b hanya diberikan kepada satu pasangan calon perseorangan. (6) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya. (7) Masa pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon. 6. Di antara Pasal 59 dan Pasal 60 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 59A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 59A (1) Verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur dilakukan oleh KPU provinsi yang dibantu oleh KPU kabupaten/kota, PPK, dan PPS. (2) Verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dilakukan oleh KPU kabupaten/kota yang dibantu oleh PPK dan PPS. (3) Bakal pasangan calon perseorangan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota menyerahkan daftar dukungan kepada PPS untuk dilakukan verifikasi paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai. (4) Bakal pasangan calon perseorangan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur menyerahkan daftar dukungan kepada PPS untuk dilakukan verifikasi paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai. (5) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak dokumen dukungan bakal pasangan calon perseorangan diserahkan. (6) Hasil verifikasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam berita acara, yang selanjutnya diteruskan kepada PPK dan salinan hasil verifikasi disampaikan kepada bakal pasangan calon. (7) PPK melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan bakal pasangan calon untuk menghindari adanya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari satu bakal pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari. (8) Hasil verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU kabupaten/kota dan salinan hasil verifikasi clan rekapitulasi disampaikan kepada bakal pasangan calon. (9) Dalam pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota, salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dipergunakan oleh bakal pasangan calon dari perseorangan sebagai bukti pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan. (10) KPU kabupaten/kota melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan bakal pasangan calon untuk menghindari adariya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari satu bakal pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari. (11) Hasil verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU provinsi dan salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi disampaikan kepada bakal pasangan calon untuk dipergunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan jumlah dukungan untuk pencalonan pernilihan gubernur/wakil gubernur. 7. Ketentuan Pasal 60 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diubah, dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (3a), ayat (3b) dan ayat (3c), serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (6), sehingga Pasal 60 berbunyi sebagai berikut: Pasal 60 (1) Pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) diteliti persyaratan administrasinya dengan melakukan klarifikasi kepada instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat terhadap persyaratan pasangan calon. (2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada calon partai politik dengan tembusan pimpinan partai politik, gabungan partai politik yang mengusulkan, atau calon perseorangan paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal penutupan pendaftaran, (3) Apabila pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau Pasal 59 ayat (5), partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon atau mengajukan calon baru paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/ kota. (3a) Apabila belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Pasal 59 ayat (5a) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf i, calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota. (3b) Apabila belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (5a) huruf a, calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon paling lama 14 (empat belas) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota. (3c) Apabila calon perseorangan ditolak oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 atau Pasal 59 ayat (5a), pasangan calon tidak dapat mencalonkan kembali. (4) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian ulang tentang kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (3a), dan ayat (3b) sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lama 14 (empat belas) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkannya atau calon perseorangan. (5) Apabila hasil penelitian berkas calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota, partai politik, gabungan partai politik, atau calon perseorangan tidak dapat lagi mengajukan calon, (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan administrasi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan KPU. 8. Ketentuan Pasal 62 ayat (1) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (la), ayat (Ib), dan ayat (Ic), serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 62 berbunyi sebagai berikut: Pasal 62 (1) Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya dan/atau pasangan calonnya serta pasangan calon atau salah seorang dari pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota, (1a) Pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota, (1b) Pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dikenai sanksi tidak dapat mencalonkan diri atau dicalonkan oleh partai politik/gabungan partai politik sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah untuk selamanya di seluruh wilayah Republik Indonesia. (1c) Apabila pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) setelah ditetapkan oleh KPU sebagai pasangan calon sehingga tinggal 1 (satu) pasang calon, pasangan calon tersebut dikenai sanksi sebagaimana diatur pada ayat (1b) dan denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). (2) Apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik calonnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti. (3) Apabila pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), pasangan calon perseorangan dimaksud dinyatakan gugur dan tidak dapat diganti pasangan calon perseorangan lain. 9. Ketentuan Pasal 63 ayat (1) dan ayat (3) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (la) dan ayat (Ib), serta ditambah 4 (empat) ayat, yakni ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut: Pasal 63 (1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meninggal dunia clapat mengusulkan pasangan calon pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pasangan calon meninggal dunia, (1a) KPU provinsi dan/atau KPU kabupateri/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menetapkannya paling lama 4 (empat) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran, (1b) Dalam hal salah seorang dari atau pasangan calon meninggal dunia sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon paling lama 10 (sepuluh) hari, (2) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur, (3) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara, calon kurang dari 2 (dua) pasangan tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 60 (enam puluh) hari. (4) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengusulkan pasangan calon pengganti paling lama 7 (tujuh) hari sejak pasangan calon meninggal dunia. (5) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi usulan pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan menetapkannya paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak pendaftaran pasangan calon pengganti. (6) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon perseorangan berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai dengan hari pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 60 (enam puluh) hari. (7) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 30 (tiga puluh) hari. 10. Ketentuan Pasal 64 ayat (2) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut; Pasal 64 (1) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 30 (tiga puluh) hari. (2) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lama 4 (empat) hari terhitung sejak pendaftaran pasangan calon pengganti. (3) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon perseorangan berhalangan tetap pada saat dimulainya pemungutan suara putaran kedua sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota menetapkan pasangan yang memperoleh suara terbanyak ketiga pada putaran pertama sebagai pasangan calon untuk putaran kedua. 11. Ketentuan Pasal 75 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 75 berbunyi sebagai berikut: Pasal 75 (1) Kampanye dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. (2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelura hari pemungutan suara. (3) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan atau oleh pasangan calon perseorangan, (4) Tim kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didaftarkan ke KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon. (5) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersama-sama atau secara terpisah oleh pasangan calon dan/atau oleh tim kampanye, (6) Penanggung jawab kampanye adalah pasangan calon, yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye. (7) Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang di provinsi, kabupaten/kota bagi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dan kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. (8) Dalam kampanye, rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri kampanye. (9) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota dengan memperhatikan usul dari pasangan calon. 12. Ketentuan Pasal 107 ayat (2) dan ayat (4) diubah, sehingga Pasal 107 berbunyi sebagai berikut: Pasal 107 (1) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. (2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. (3) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas, (4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. (5) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua. (6) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (7) Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (8) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dirtyatakan sebagai pasangan calon terpilih. 13. Di antara ayat (5) dan ayat (6) Pasal 108 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a), sehingga Pasal 108 berbunyi sebagai berikut: Pasal 108 (1) Dalam hai calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah. (2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih, (3) Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah. (4) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih. (5) Dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik, gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari. (5a) Dalam hal pasangan calon terpilih dari calon perseorangan berhalangan tetap, pasangan calon yang meraih suara terbanyak kedua dan ketiga diusulkan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari, (6) Untuk memilih wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), pemilihannya dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari. 14. Ketentuan Pasal 115 ditambah 3 (tiga) ayat, yakni ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), sehingga Pasal 115 berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan orang yang kehilangan hak pilihnya tersebut mengadukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). (3) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalarn Undang-Undang ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-oHh surat sah atau tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (4) Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (5) Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam pemilihan kepala daerah menurut Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). (6) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (7) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung bekal pasangan calon perseorangen kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 diancam dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). (8) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU kabupaten/kota, dan anggota KPU provinsi yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). (9) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU kabupaten/kota, dan anggota KPU provinsi yang dengan sengaja tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). 15. Ketentuan Pasal 233 ayat (1) dihapus, ayat (2) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 233 berbunyi sebagai berikut: Pasal 233 (1) Dihapus. (2) Pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada bulan November 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang ini paling lama pada bulan Oktober 2008. (3) Dalam hal terjadi pemilihan kepala daerah putaran kedua, pemungutan suara diselenggarakan paling lama pada bulan Desember 2008. 16. Ketentuan Pasal 235 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (2), sehingga Pasal 235 berbunyi sebagai berikut: Pasal 235 (1) Pemungutan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dalam satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2008 sampai dengan Juli 2009 dapat diselenggarakan pada hari dan tanggal yang sama. (2) Pemungutan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dalam satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya dalam kurun waktu 90 (sembilan puluh) hari, setelah bulan Juli 2009 diselenggarakan pada hari dan tanggal yang sama. 17. Di antara Pasal 236 dan Pasal 237 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 236A, Pasal 236B, dan Pasal 236C, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 236A Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah akan berlangsung sebelum terbentuknya panitia pengawas pemilihan oleh Badan Pengawas Pemilu, DPRD berwenang membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, Pasal 236B Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, kepala daerah/wakil kepala daerah yang sudah terdaftar sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah tidak mengundurkan diri dan jabatannya. Pasal 236C Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan. 18. Di antara Pasal 239 dan Pasal 240 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 239A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 239A Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal II Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. BAB III PEMBAHASAN A. DASAR HUKUM I. DASAR HUKUM Perda No. 5 tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 11 Tahun 2001 tentang Retribusi Pelayanan Administrasi Kependudukan dan Akta Catatan Sipil B. KETENTUAN UMUM Permendagri No. 28 tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran dan Pencatatan Sipil di Daerah C. PERSYARATAN 1. Surat Keterangan Kelahiran dari Bidan; 2. Surat Keterangan Kelahiran dari Desa/Kelurahan; 3. Fotocopy KTP; 4. Fotocopy KK ; 5. Dua orang saksi yang telah berusia 21 tahun;. 6. Surat Kuasa bermaterai Rp.6.000,- bagi yang menguasakan. D. PEDOMAN PELAYANAN AKTA KELAHIRAN 1. Umum. a) Kelahiran merupakan salah satu peristiwa penting yang dialami oleh setiap orang yang harus dicatat dan dikukuhkan oleh negara dalam bentuk Akta Kelahiran. b) Akta kelahiran memberikan jaminan dan kepastian hukum mengenai status keperdataannya yang meliputi identitas, nama dan kewarganegaraannya serta hubungan hukum dengan orang tuanya. c) Setiap orang hanya boleh memiiki 1 (satu) Akta Kelahiran. d) Akta kelahiran berlaku selamanya. e) Penerbitan Akta Kelahiran dilakukan di Dinas Kependudukan, KB dan Catalan Sipil Kabupaten. f) Pelayanan akta kelahiran tidak dipungut retribusi. 2. Persyaratan. a) Akta Kelahiran Umum. Akta kelahiran Umum yaitu akta kelahiran yang diperuntukkan bagi kelahiran seseorang yang pelaporannya belum melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal kelahiran. Persyaratan : 1) Surat pengantar dari Kepala Desa/Kelurahan diketahui Camat. 2) Surat Kelahiran Asli/Foto Kopi yang dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat. 3) Foto kopi Surat Nikah/Akta Perkawinan/Akta Cerai yang dilegalisir instansi yang berwenang. 4) Foto kopi KTP kedua orang tua dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat. 5) Permohonan akta kelahiran yang salah satu atau kedua orang tuanya telah meninggal dunia, melampirkan foto kopi Surat Kematian yang dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat atau foto kopi akta kematian yang dilegalisir instansi yang berwenang. 6) Foto kopi Kartu Keluarga dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat. 7) Dua orang saksi pencatatan dan foto copy KTP. 8) Surat kuasa bermaterai bagi pemohon (orang tua) yang menguasakan kepada orang lain. b) Akta Kelahiran Terlambat. Akta kelahiran Terlambat yaitu akta kelahiran yang diperuntukkan bagi kelahiran seseorang yang lahir mulai 1 Januari 1986 sampai dengan kelahiran seseorang yang pelaporannya melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal kelahiran. Persyaratan: 1) Surat pengantar dari Kepala Desa/Kelurahan diketahui Camat. 2) Surat Kelahiran Asli/Foto Kopi yang dilegalisir Kepala Desa/ Kelurahan dan Camat. 3) Foto kopi Surat Nikah/Akta Perkawinan/Akta Cerai yang dilegalisir instansi yang berwenang. 4) Foto kopi KTP kedua orang tua dilegalisir Kepala Desa/ Kelurahan dan Camat. 5) Permohonan akta kelahiran yang salah satu atau kedua orang tuanya telah meninggal dunia, melampirkan foto kopi Surat Kematian yang dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat atau foto kopi akta kematian yang dilegalisir instansi yang berwenang. 6) Foto kopi Kartu Keluarga dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat. 7) Foto kopi ijazah bagi yang telah memiliki. 8) Surat keterangan satu nama bagi orang tua pemohon akta kelahiran yang mempunyai nama lain selain yang tertera dalam Surat Nikah/Akta Perkawinan dari instansi yang berwenang. 9) Dua orang saksi pencatatan dan foto copy KTP. 10) Surat kuasa bermaterai bagi pemohon (orang tua) yang menguasakan kepada orang lain. 11) Persetujuan dari Kepala Dinas Kependudukan, KB dan Catatan Sipil atas nama Bupati bagi WNI. 12) Penetapan Pengadilan Negeri bagi Orang Asing. c) Akta Kelahiran Dispensasi. Akta kelahiran Dispensasi yaitu akta kelahiran yang diperuntukan bagi kelahiran seseorang yang lahir sebelum 31 Desember 1985. Persyaratan : 1) Surat pengantar dari Kepala Desa/Kelurahan diketahui Camat. 2) Surat Kelahiran Asli/Foto Kopi yang dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat. 3) Foto kopi Surat Nikah/Akta Perkawinan/Akta Cerai yang dilegalisir instansi yang berwenang. 4) Foto kopi KTP kedua orang tua dilegalisir Kepala Desa/ Kelurahan dan Camat. 5) Permohonan akta kelahiran yang salah satu atau kedua orang tuanya telah meninggal dunia, melampirkan foto kopi Surat Kematian yang dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat atau foto kopi akta kematian yang dilegalisir instansi yang berwenang. 6) Foto kopi Kartu Keluarga dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat. 7) Foto kopi ijazah bagi yang telah memiliki. 8) Surat keterangan satu nama bagi orang tua pemohon akta kelahiran yang mempunyai nama lain selain yang tertera dalam Surat Nikah/Akta Perkawinan dari instansi yang berwenang. 9) Dua orang saksi pencatatan dan foto copy KTP. 10) Surat kuasa bermaterai bagi pemohon (orang tua) yang menguasakan kepada orang lain. 11) Persetujuan dari Kepala Dinas Kependudukan, KB dan Catatan Sipil atas nama Bupati bagi WNI. 12) Penetapan Pengadilan Negeri bagi Orang Asing. 3. Tatacara Pelayanan Akta Kelahiran. a. Pencatatan Kelahiran bagi WNI. 1) Di Desa/Kelurahan Berdasarkan pelaporan penduduk Desa/ Kelurahan melakukan : a) Meneliti formulir pelaporan kelahiran dan berkas persyaratan yang meliputi: • Surat kelahiran dari Rumah Sakit/Rumah Sakit Bersalin/Puskesmas/Poliklinik Desa/Dokter praktek swasta/Bidan praktek swasta atau dari Pilot/ Nahkoda pesawat terbang/kapal laut. • KK dan KTP orang tua. • KTP saksi-saksi kelahiran. • Akta Perkawinan/Surat Nikah/Akta Cerai orang tua. • Bagi anak yang proses kelahiranya dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya cukup membawa Berita Acara Pemeriksaan dari Kepolisian setempat. b) Mengisi dan menandatangani Surat Keterangan Lahir. c) Menyerahkan lembaran/bagian ke 3 (tiga) kepada penduduk atau warga yang bersangkutan. d) Mencatat data kelahiran dalam Buku Harian Peristiwa Penting Kependudukan (BHPPK)/Buku Induk Penduduk (BIP) Sementara. e) Menyimpan lembaran/bagian 1 (satu) Surat Keterangan Kelahiran yang dilampiri formulir permohonan Surat Keterangan Lahir yang telah ditandatangani orang tua dan saksi-saksi kelahiran. f) Mengirim lembaran/bagian 2 (dua) Surat Keterangan Kelahiran ke Kecamatan. g) Memberikan surat pengantar dan legalisasi foto kopi KTP orang tua dan foto kopi KK. 2) Di Kecamatan. Berdasarkan berkas pelaporan kelahiran yang diterima dari Desa/Kelurahan, Kecamatan melakukan : a) Verifikasi dan validasi terhadap lembar ke 2 ( dua ) Surat Keterangan Kelahiran beserta berkas persyaratan yang meliputi: • Surat kelahiran dari Rumah Sakit/Rumah Sakit Bersalin/Puskesmas/Poliklinik Desa/Dokter praktek swasta/Bidan praktek swasta atau dari Pilot/ Nahkoda pesawat terbang/kapal laut. • KK dan KTP orang tua. • Akta Perkawinan/Surat Nikah/Akta Cerai orang tua. • Bagi anak yang proses kelahirannya dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya cukup membawa Berita Acara Pemeriksaan dari Kepolisian setempat. b) Melakukan pengarsipan lembaran/bagian ke 2 ( dua ) Surat Keterangan Kelahiran. c) Memberikan pengesahan terhadap surat pengantar yang diberikan oleh Desa/Kelurahan dan memberikan legalisasi terhadap foto kopi KTP orang tua dan foto kopi KK yang telah dilegalisasi dari Desa/Kelurahan. 3) Di DKKBC Kabupaten. a) Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta Kelahiran datang pada Dinas Kependudukan, KB dan Catalan Sipil dengan membawa persyaratan yang telah ditentukan. b) Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta kelahiran menyerahkan berkas permohonan tersebut kepada petugas yang ada di Dinas Kependudukan, KB dan Catatan Sipil. c) Petugas Dinas Kependudukan, KB dan Catatan Sipil akan melakukan vertifikasi dan validasi atas persyaratan yang diajukan oleh penduduk. d) Pelaporan kelahiran bagi WNI dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal kelahiran. e) Untuk pelaporan kelahiran bagi WNI yang melebihi jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dilaksanakan setelah mendapatkan Persetujuan dari Kepala Dinas Kependudukan, KB dan Catatan Sipil atas nama Bupati. f) Apabila persyaratan tidak lengkap/kurang lengkap/tidak benar isinya, berkas dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi dan kepada pemohon diberikan petunjuk/ penjelasan hal-hal yang kurang/tidak benar. g) Apabila persyaratan yang diajukan tersebut telah lengkap, maka petugas akan mencatat dalam Buku Pendaftaran Akta Kelahiran dan selanjutnya melakukan pencatatan dalam Register Akta Kelahiran. h) Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta Kelahiran dan saksi-saksi pencatatan menandatangani Register Akta Kelahiran. i) Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta Kelahiran diberikan tanda bukti pengambilan Kutipan Akta Kelahiran. j) Dinas Kependudukan, KB dan Catatan Sipil akan melakukan proses perekaman data dalam Data Base Catatan Sipil , penerbitan Kutipan Akta Kelahiran serta penandatanganan Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran. k) Menyerahkan Kutipan Akta Kelahiran kepada Orang tua yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta Kelahiran sesuai dengan waktu yang ditentukan melalui petugas pelayanan Akta Kelahiran yang ada pada Dinas Kependudukan, KB dan Catalan Sipil. l) Menyimpan Register Akta Kelahiran dan berkas pelaporan kelahiran tersebut. b. Pencatatan Kelahiran bagi WNI yang Kelahirannya Terjadi Di luar Tempat Domisili Orang Tua. DKKBC Kabupaten berdasarkan laporan penduduk melakukan : 1) Verifikasi dan validasi terhadap formulir pelaporan kelahiran di luar domisili orang tua dan berkas persyaratan yang meliputi: a) Surat pengantar dari Kepala Desa/Kelurahan diketahui Camat. b) Surat Kelahiran Asli/Foto Kopi yang dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat. c) Fotokopi Surat Nikah/Akta Cerai yang dilegalisir instansi yang berwenang. d) Foto kopi KTP kedua orang tua dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat. e) Foto kopi Surat Kematian yang dilegalisir Kepala Desa/ Kelurahan dan Camat atau foto kopi akta kematian yang dilegalisir instansi yang berwenang bagi permohonan akta kelahiran yang salah satu atau kedua orang tuanya telah meninggal dunia f) Foto kopi Kartu Keluarga dilegalisir Kepala Desa/ Kelurahan dan Camat. g) Foto kopi KTP dua orang saksi pencatatan. h) Surat kuasa bermaterai bagi pemohon (orang tua) yang menguasakan kepada orang lain. i) Bagi anak yang proses kelahirannya dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya cukup membawa Berita Acara Pemeriksaan dari Kepolisian setempat. 2) Pelaporan kelahiran bagi WNI dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal kelahiran. 3) Untuk pelaporan kelahiran bagi WNI yang melebihi jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dilaksanakan setelah mendapatkan Persetujuan dari Kepala Dinas Kependudukan, KB dan Catalan Sipil atas nama Bupati. 4) Apabila persyaratan tidak lengkap/kurang lengkap/tidak benar isinya, berkas dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi dan kepada pemohon diberikan petunjuk/penjelasan hal-hal yang kurang/tidak benar. 5) Apabila persyaratan yang diajukan tersebut telah lengkap, maka petugas akan mencatat dalam Buku Pendaftaran Akta kelahiran dan selanjutnya melakukan pencatatan dalam Register Akta Kelahiran. 6) Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta Kelahiran dan saksi-saksi pencatatan menandatangani Register Akta Kelahiran. 7) Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta Kelahiran diberikan tanda bukti pengambilan Kutipan Akta Kelahiran. 8) Dinas Kependudukan, KB dan Catalan Sipil akah melakukan proses perekaman data dalam Data Base Catatan Sipil, penerbitan Kutipan Akta Kelahiran serta penandatanganan Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran. 9) Menyerahkan Kutipan Akta Kelahiran kepada Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta Kelahiran sesuai dengan waktu yang ditentukan melalui petugas pelayanan Akta Kelahiran yang ada pada Dinas Kependudukan, KB dan Catatan Sipil. 10) Menyimpan Register Akta Kelahiran dan berkas pelaporan kelahiran tersebut. 11) Memberitahu unit kerja yang mengelola pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di Kabupaten/Kota tempat domisili yang bersangkutan tentang pencatatan dan penerbitan Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran penduduk yang bersangkutan. c. Pencatatan Kelahiran bagi Orang Asing. DKKBC Kabupaten berdasarkan laporan penduduk melakukan : 1) Verifikasi dan validasi terhadap berkas dan persyaratan yang meliputi : a) Surat kelahiran dari Rumah Sakit/Rumah Sakit Bersalin/Puskesmas/Poliklinik Desa/Dokter praktek swasta/Bidan praktek swasta atau dari Pilot/Nahkoda pesawat terbang/kapal laut. b) Akta Perkawinan/Surat Nikah orang tua. c) KTP dan KK orang tua, bagi orang asing dengan status tinggal tetap. d) Foto kopi KTP saksi-saksi pencatatan. e) Surat Keterangan Tinggal terbatas (SKKT) orang tua, bagi orang asing yang status tinggal terbatas. f) Dokumen imigrasi orang tua bagi orang asing pemegang izin singgah atau visa kunjungan. 2) Pelaporan kelahiran bagi orang asing dilakukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal kelahiran. 3) Untuk pelaporan kelahiran bagi orang asing yang melebihi jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dilaksanakan setelah mendapatkan Penetapan Pengadilan Negeri. 4) Apabila persyaratan tidak lengkap/kurang lengkap/tidak benar isinya, berkas dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi dan kepada pemohon diberikan petunjuk/penjelasan hal-hal yang kurang/tidak benar. 5) Apabila persyaratan yang diajukan tersebut telah lengkap, maka petugas akan mencatat dalam Buku Pendaftaran Akta Kelahiran dan selanjutnya melakukan pencatatan dalam Register Akta Kelahiran. 6) Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta Kelahiran dan saksi-saksi pencatatan menandatangani Register Akta Kelahiran. 7) Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta Kelahiran diberikan tanda bukti pengambilan Kutipan Akta Kelahiran. 8) Dinas Kependudukan, KB dan Catatan Sipil akan melakukan proses perekaman data dalam Data Base Catalan Sipil , penerbitan Kutipan Akta Kelahiran serta penandatanganan Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran. 9) Menyerahkan Kutipan Akta Kelahiran kepada Orang tua/yang bersangkutan/kuasanya pemohon Akta kelahiran sesuai dengan waktu yang ditentukan melalui petugas pelayanan Akta Kelahiran yang ada pada Dinas Kependudukan, KB dan Catatan Sipil. 10) Menyimpan Register Akta Kelahiran dan berkas pelaporan kelahiran. d. Pencatatan Kelahiran bagi WNI di Luar Negeri. 1) Persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran WNI di Luar Negeri dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku di Negara setempat. 2) Peristiwa kelahiran WNI di Luar Negeri yang telah dicatatkan, dilaporkan ke DKKBC Kabupaten selambat-lambatnya, 60 (enam puluh) hari sejak orang tua/keluarga yang bersangkutan kembali ke Indonesia. 3) Pelaporan kelahiran di DKKBC Kabupaten menggunakan formulir pelaporan Kelahiran WNI di Luar Negeri dengan melampirkan persyaratan : a) Paspor. b) Tanda masuk dari Imigrasi. c) KTP dan KK terakhir (bagi yang memiliki). d) Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri (SKDLN). e) Keterangan lahir/Akta Kelahiran dari negara tempat anak dilahirkan. 4) Berdasarkan pelaporan kelahiran tersebut DKKBC Kabupaten menerbitkan Bukti Pelaporan Kelahiran di Luar Negeri. E. BIAYA -Akta Kelahiran Umum/bayi diberikan secara cuma-cuma - Akta Kelahiran Istimewa Rp. 30.000,- & Keterangan sementara Rp. 10.000,- F. WAKTU PENYELESAIAN - Akta Kelahiran Umum/Bayi 1 (satu) hari/bisa ditunggu - Akta Kelahiran Istimewa kurang lebih selama 30 (tiga puluh) hari G. Data penduduk Desa Mekarjaya Data penduduk Desa Mekarjaya pada bulan september 2012 : Total penduduk bulan lalu : Laki-laki 1782 : perempuan 1838 Jumlah 3620 Total penduduk lahir : Laki-laki 3 Perempuan 3 Total penduduk mati : Laki-laki 2 Perempuan 3 Total penduduk pindah : Laki-laki 0 Perempuan 2 Total penduduk datang : Laki-laki 7 Perempuan 3 Total penduduk bulan ini : Laki-laki 1790 Perempuan 1839 Jumlah 3629 Total kepala keluarga : Laki-laki 971 Perempuan 199 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Pelayanan Pendataan kependudukan yang dilakukan oleh instansi pemerintah haruslah diiringi dengan pengadaan fasilitas-fasilitas yang ditujukan untuk melayani masyarakat secara pelayanan prima sehingga masyarakat yang dilayani merasa nyaman dalam mengikuti tertib administrasi kependudukan. Agar pemerataan pembangunan termasuk pendidikan bagi generasi penerus cita-cita bangsa indonesia ini menjadi merata karena program pendataan yang baik dan benar. B. SARAN Adapun cara yang dapat saya ajukan demi mencapai tujuan pelayanan prima dalam tertib administrasi yaitu : • Aparatur pemerintah dapat mengoptimalkan waktu dengan memanfaatkan teknologi informasi dengan baik dan benar ketika sedang melayani masyarakat • Tersedianya ruang tunggu yang lebih nyaman dan dapat menampung banyak volume masyarakat yang antri mendaftar data kependudukan/ akta kelahiran. • Biaya pembuatan akta kelahiran yang efesien sehingga dapat terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. • Proses pembuatannya yang cepat dan tidak bertele-tele dengan biaya administrasi yang lain membuat pengefektifan tujuan dan sasaran dalam melayani masyarakat.

No comments:

Post a Comment