Saat ditanya tentang hukum sesuatu perbuatan, sangat naif jika seorang alim hanya berpatokan pada teks-teks syariat,
Ia tak boleh berpikiran sempit, namun harus mempertimbangkan segala sesuatu dengan cermat,
Selain mengkaji dalil-dalil, ia pun harus melihat keadaan orang yang bertanya, kondisi, serta tempat,
Sehingga, sebuah perbuatan yang secara dalil hukumnya boleh-boleh saja, bisa jadi saat dikaji lapangan, malah menjadi haram karena mengandung banyak mudharat,
Contohnya menyembelih hewan saat ingin membangun rumah, yang di sebagian daerah menjadi adat,
Ia tak boleh berpikiran sempit, namun harus mempertimbangkan segala sesuatu dengan cermat,
Selain mengkaji dalil-dalil, ia pun harus melihat keadaan orang yang bertanya, kondisi, serta tempat,
Sehingga, sebuah perbuatan yang secara dalil hukumnya boleh-boleh saja, bisa jadi saat dikaji lapangan, malah menjadi haram karena mengandung banyak mudharat,
Contohnya menyembelih hewan saat ingin membangun rumah, yang di sebagian daerah menjadi adat,
Menyembelih itu boleh-boleh saja, namun saat penyembelihan itu dilakukan dengan dasar keyakinan bahwa tanpa sembelihan itu rumah yang dibangun akan mudah runtuh, ini kan gawat,
Pun juga kebiasaan lain yang mungkin hukum aslinya boleh, namun dikait-kaitkan dengan hal keramat,
Saat hal itu terjadi, aqidah bisa tergadai, berganti maksiat,
Pun, jangan sampai seorang ulama hanya terpaku pada situasi kondisi sehingga melupakan dalil pokok syariat,
Karena saat hal ini terjadi, maka aturan syariat cenderung dilonggar-longgarkan, seperti kasus liberalisme yang akhir-akhir ini kembali hangat,
Saat mereka menemukan dalil yang bertentangan dengan keadaan masyarakat yang bermaksiat, bukan keadaan yang diperbaiki, namun dalil yang dipreteli dengan alasan, "Pemahaman kita tentang dalil kan berbeda-beda. Pasti ada pemahaman lain dari dalil ini yang belum kita dapat,",
Ini yang disebut mencari pembenaran, bukan kebenaran, jauhi hal ini, jangan dekat-dekat,
Intinya adalah, menganalisis dalil syariat dan mengetahui situasi keadaan merupakan dua sayap utama saat melakukan ijtihad (penelitian hukum syariat). Jika salah satunya luput, maka hukum yang dihasilkan hampir bisa dipastikan cacat,
Semoga seorang yang mengaku alim bisa lebih berhati-hati dan teliti agar tidak menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat,
Semoga yang belum mencapai taraf 'Alim' juga tidak lancang untuk melakukan ijtihad yang butuh hafalan serta nalar cermat,
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
No comments:
Post a Comment