بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
IBADAT PUASA
Penjelasan Tentang Puasa Ramadhan Dalam Al-Quran
Ayat ke-185 Surat al-Baqarah, maksudnya:
"Bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah. Oleh itu, sesiapa dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadan (atau mengetahuinya), maka hendaklah dia berpuasa bulan itu dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah dia berbuka, kemudian wajiblah dia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
(Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan dan Dia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadan) dan supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat petunjukNya dan supaya kamu bersyukur." (Surat al-Baqarah : ayat 185)
Pada ayat ini terdapat beberapa permasalahan yang akan dijelaskan, yaitu:
- Ramadhan adalah bulan turunnya al-Quran.
- Al-Quran sebagai petunjuk, menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah.
- Kewajiban berpuasa bagi yang mukim, tidak sakit, dan tidak berhalangan untuk puasa.
- Allah memberi keringanan tidak berpuasa bagi yang musafir atau sakit
- Allah menginginkan kemudahan, dan tidak menginginkan kesulitan untuk kita.
- Menyempurnakan bilangan
- Bertakbir pada akhir puasa sebagai bentuk syukur
A. Ramadhan Bulan Turunnya al-Quran
Allah turunkan al-Quran pertama kali pada Lailatul Qadr (malam kemuliaan) pada sepuluh hari yang terakhir pada bulan Ramadhan:
“Sesungguhnya Kami menurunkan (al-Quran) pada Lailatul Qodr.” (Surah al-Qadr : ayat 1)Awalnya, al-Quran diturunkan secara utuh ke Baitul Izzah (suatu tempat di langit dunia) pada bulan Ramadhan. Kemudian secara beransur-ansur diturunkan sesuai dengan keadaa: sebagai jawaban terhadap pertanyaan seseorang, sebagai teguran pada kaum muslimin, sebagai penghibur jiwa dan mengukuhkan hati kaum muslimin, dan sebagainya. Turunnya al-Quran kerana peristiwa-peristiwa tersebut terjadi bukan hanya pada bulan Ramadhan saja.
Dalam sebagian hadits dinyatakan bahawa al-Quran diturunkan pada malam 25 Ramadhan.
“Dan al-Quran diturunkan selepas 24 dari Ramadhan.” (H.R Ahmad dari Watsilah bin Asqa’, al-Munawi menyatakan bahwa para perawinya dipercayai, dan dihasankan oleh al-Albany).Sebahagian Ulama menafsirkan makna hadis tersebut dengan pemahaman: al-Quran diturunkan pada malam 24 Ramadhan (as-Siirah anNabawiyyah libni Katsir (1/393)). Oleh itu, hadis di atas mempunyai dua tafsiran:
- Al-Quran diturunkan pada malam 25 Ramadhan. Ini adalah pendapat al-Hulaimi dan dinukil serta disepakati oleh adz-Dzahaby (Faidhul Qadiir karya al-Munawi).
- Al-Quran diturunkan pada malam 24 Ramadhan. Ini adalah pendapat yang dinukil Ibnu Katsir dalam as-Siroh anNabawiyyah karyanya (1/393)).
B. Al-Quran sebagai Petunjuk bagi Manusia
Dalam ayat ini, Allah menyatakan al-Quran sebagai:
“…petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah …(Surah al-Baqarah : ayat 185)Kewajiban berpuasa bagi yang mukim, tidak sakit, dan tidak berhalangan untuk puasa
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, maksudnya:
“Maka barangsiapa yang mempersaksikan (masuknya) bulan (Ramadhan), berpuasalah.”
Ibnu Katsir menyatakan bahawa ayat ini merupakan kewajiban dari Allah bagi barangsiapa yang bermukim dan sihat ketika masuknya bulan Ramadhan untuk berpuasa.
Ayat ini sekaligus sebagai penghapus hukum tentang puasa pada ayat sebelumnya - ...barangsiapa yang mahu, silakan berpuasa, barangsiapa yang mahu membayar fidyah, silakan, meski mampu berpuasa. Setelah turunnya ayat ini, maka tidak ada pilihan lain bagi semua pihak yang mampu dan tidak berhalangan untuk berpuasa.
“Dari Salamah bin al-Akwa’ RA bahawasanya beliau berkata: Kami dulu pada masa Ramadhan pada masa Nabi SAW (diperbolehkan): barangsiapa yang mahu silakan berpuasa dan barangsiapa yang tidak mahu silakan berbuka (namun) membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin. Hingga turunnya ayat: …maka barangsiapa di antara kalian yang mempersaksikan (masuknya) bulan (Ramadhan) berpuasalah.” (H.R alBukhari dan Muslim, lafadznya sesuai riwayat Muslim)Allah ulang penyebutan keringanan tidak berpuasa bagi yang safar atau sakit
Pada ayat sebelumnya (ayat 184), Allah telah memberikan keringanan bagi orang yang sakit atau musafir untuk tidak berpuasa. Mengapa dalam ayat ini (ayat 185) diulang kembali penyebutannya?
“…barangsiapa di antara kalian sakit atau musafir, maka (ganti sejumlah bilangan hari yang ditinggalkan) di hari lain.” (Surah al-Baqarah : ayat 184)Jawapannya adalah:
“…dan barangsiapa yang sakit atau musafir, maka ganti sejumlah bilangan hari yang ditinggalkan) di hari lain (Surah al-Baqarah : ayat 185)
Jika pada ayat 184 Allah menjelaskan keadaan puasa sebelumnya, yang boleh ada pilihan: berpuasa atau membayar fidyah, maka pada ayat 185 Allah hapuskan hukum pada ayat sebelumnya, bahawa semua yang menyaksikan masuknya Ramadhan harus berpuasa. Namun, Allah ulang penyebutan keringanan bagi yang sakit dan safar agar tidak terjadi anggapan bahwa orang yang sakit atau safar menjadi harus berpuasa kerana hukumnya telah diubah (disimpulkan daripada Taisiir al-Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan karya Syaikh Abdurrahman as-Sa’di).
Allah menginginkan kemudahan, dan tidak menginginkan kesulitan untuk kita
“…Allah menginginkan untuk kalian kemudahan dan Dia tidak menginginkan bagi kalian kesulitan…” (Surah al-Baqarah : ayat 185)Allah berikan keringanan bagi orang yang sakit yang tidak mampu berpuasa untuk menggantinya di saat sudah sehat di hari yang lain.
Sebahagian Ulama (dari kalangan Tabi’in) seperti al-Hasan al-Basri dan Ibrahim an-Nakhaei memberikan batasan: jika seseorang sakit sehingga tidak mampu solat dalam keadaan berdiri, maka pada saat itu ia boleh untuk tidak berpuasa (riwayat Ibnu Jarir atThobary)
Antara kemudahan dari Allah adalah bolehnya tidak berpuasa bagi musafir, disyariatkannya meringkas solat yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Demikian juga bolehnya ibu hamil atau menyusui untuk tidak berpuasa jika tidak kuat dalam berpuasa.
“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla meletakkan (keringanan) pada musafir (untuk mengerjakan) setengah solat dan (keringanan) bagi musafir, wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa.” (H.R Abu Dawud, Ibnu Majah dari Abdullah bin Ka’ab)Wanita yang hamil dan menyusui boleh untuk tidak berpuasa. Kalau mereka memilih untuk tidak berpuasa, apa yang harus dilakukan? Mengganti di waktu lain atau membayar fidyah?
Perlu dilihat keadaan yang mendasari alasan tidak berpuasa bagi ibu hamil dan menyusui. Alasannya berbeza bergantung kepada keadaan.
- Sebenarnya mampu berpuasa tetapi bimbang keadaan janin atau bayinya, maka ia tidak berpuasa. Dalam kondisi ini, membayar fidyah. Sebagaimana pendapat Sahabat Nabi Ibnu Abbas.
- Tidak mampu berpuasa karena lemah fizikalnya. Keadaan seperti ini sama dengan orang yang sakit sementara dan musafir. Maka, boleh tidak berpuasa, dan mengganti pada hari lain ketika sudah mampu berpuasa. Sesuai hadis Abdullah bin Ka’ab riwayat Abu Dawud di atas.
Seorang musafir mendapat keringanan daripada Allah untuk meringkas solatnya yang asalnya 4 rakaat (Zuhur, Asar, dan Isyak) menjadi 2 rakaat saja. Jika ada yang berkata: keadaan musafir pada masa dahulu penuh dengan penderitaan: panas, penat, kendaraan primitif dan tradisional, masa tempuh lama. Berbeza dengan sekarang yang sudah banyak kemudahan. Kendaraan berhawa dingin, jarak jadi singkat, tidak terlalu penat, dan berbagai kemudahan. Apakah masih relevan kemudahan itu bagi kita ketika ini?
Jawabannya: Ya. Masih berlaku untuk kita saat ini dengan keadaan penuh kemudahan. Asalnya, perintah meringkas/ mengqasar solat itu ketika timbul perasaan tidak selesa ketika perang. Dalam keadaan itu boleh untuk mengqasar solat. Seperti disebutkan dalam an-Nisaa’ ayat 101.
Setelah suasana aman, Umar kemudian bertanya kepada Rasulullah SAW: Apakah keringanan dari Allah itu masih berlaku untuk kita pada saat sudah aman. Rasulullah SAW bersabda:
“Itu adalah sedekah Allah untuk kalian, maka terimalah sedekah (dari)Nya.” (H.R Muslim dari Ya’la bin Umayyah)Hal itu menunjukkan bahawa walaupun sekarang sudah demikian mudah, terimalah sedekah Allah tersebut. Tetap jalankan qasar dalam solat sebagai musafir (kecuali jika kita solat di belakang penduduk setempat), demikian juga, boleh bagi kita untuk tidak berpuasa jika status kita adalah musafir.
Sesungguhnya Allah suka jika seorang hamba mengambil keringanan yang Allah berikan, sebagaimana Allah benci jika kemaksiatan terhadap-Nya dilakukan;
“Sesungguhnya Allah suka jika keringanan (dari)Nya diambil, sebagaimana Dia benci jika kemaksiatan terhadap-Nya dilakukan.” (H.R Ahmad, dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)Berapa jarak minima perjalanan dikatakan musafir? Ada banyak perbezaan pendapat para Ulama hingga mencapai lebih daripada 20 pendapat tentang jarak musafir. Namun, dapat dikecilkan menjadi dua pendapat yang kuat:
Pendapat jumhur Ulama. Jaraknya jika ditukarkan dalam kilometer adalah kurang lebih 80 km. Tidak ada had jarak khusus. Ia adalah perhitungan berdasarkan kebiasaan (urf). Hal ini kerana memang tidak ditemukan adanya had khusus dari al-Quran mahupun hadis yang shahih. Jika berdasarkan kebiasaan setempat, hal itu terhitung musafir, bukan sekadar perjalanan biasa, sehingga memerlukan bekal, dan sebagainya, maka itu dikira musafir. Jika tidak, maka belum termasuk musafir.
Dalam hadis Anas bin Malik riwayat Muslim, Nabi pernah mengqasar solat dalam jarak perjalanan 3 mil atau 3 farsakh. Tiga mil adalah sekitar 4.5 km, sedangkan 3 farsakh adalah sekitar 13.5 km. Hal itu difahami bahwa pada jarak tersebut sudah keluar dari qariahnya/daerahnya.
Firman Allah Taala:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ ..
"Bulan Ramadhan (ialah bulan yang sungguh mulia lagi berkat), yang padanya diturunkan Al-Qur'an .. (1)
Kelebihan bulan Ramadhan dan keistimewaannya diterangkan pula dalam hadith yang berikut:
_______________________________
7- Dari Abu Hurairah r.a., bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila datang bulan Ramadhan, terbukalah pintu-pintu syurga".(1)
(Hadith Sahih - Riwayat Bukhari)
_______________________________
Diterangkan lagi dalam hadith yang berikut:
8- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ. (رواه مسلم)
8- Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila masuk bulan Ramadhan, terbukalah pintu-pintu rahmat dan tertutuplah pintu-pintu neraka serta terbelenggulah syaitan-syaitan (daripada merasuk mangsanya)".(1)
(Hadith Sahih - Riwayat Muslim)
Menurut huraian ulama' rahimahumullah., bahawa terbukanya pintu-pintu syurga dan tertutupnya pintu-pintu neraka, serta terbelenggunya syaitan-syaitan di sepanjang bulan Ramadhan, boleh difaham menurut maksudnya yang zahir untuk menghormati bulan yang mulia itu. Dan boleh juga difahamkan sebagai satu gambaran bahawa orang-orang yang berjaya merebut peluang mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai jenis ibadat - yang wajib dan yang sunat dan berjaya pula mencegah dirinya daripada melakukan perkara-perkara yang dilarang, maka amalnya yang baik itu akan membawanya masuk ke syurga dan amalnya itulah juga yang menyelamatkannya dari hasutan syaitan dan dari azab neraka.
______________________________
Diterangkan lagi dalam hadith yang berikut:
9- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ يُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ. (رواه الترمذي والنسائي)
9- Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad s.a.w., sabdanya: "Apabila bermula malam yang pertama dari bulan Ramadhan .. menyerulah malaikat, katanya: "Wahai orang-orang yang mahukan kebaikan! Tampillah mengerjakannya dan wahai orang-orang yang hendak melakukan kejahatan! Berhentilah dari meneruskannya; (ketahuilah), Allah Taala banyak membebaskan orang-orang yang dijanjikan dengan neraka - daripada memasukinya". Seruan dan keampunan yang demikian, diberikan pada tiap-tiap malam (dalam bulan Ramadhan)." (1)
(Riwayat Tirmizi dan Nasa'i)
Bulan Ramadhan ialah bulan yang mulia dan diberkati Allah. Tiap-tiap amal kebajikan yang dikerjakan padanya digandakan pahalanya.
Dalam hadith ini Rasulullah s.a.w. menyatakan: Apabila tiba bulan Ramadhan, malaikat menyeru umat manusia menggunakan peluang yang baik itu dengan mengerjakan amal-amal kebajikan lebih dari biasa dan sebaliknya mana-mana yang hendak melakukan kejahatan janganlah mereka terdorong melakukannya.
Malaikat juga menerangkan dalam seruannya itu tentang kemurahan Allah Taala membebaskan orang-orang yang berdosa yang dijanjikan dengan azab seksa. Mudah-mudahan peluang yang baik dalam bulan yang mulia itu digunakan dengan sepenuhnya. (2)
________________________
Lebih lanjut diterangkan lagi dalam hadith yang berikut:
10- عَنْ سَلْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيمٌ مُبَارَكٌ شَهْرٌ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، شَهْرٌ جَعَلَ اللَّهُ صِيَامَهُ فَرِيضَةً وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطُوُّعًا، مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيهِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعَينَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةِ، وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ، وَشَهْرٌ يُزَادُ فِي رِزْقِ الْمُؤْمِنِ فِيهِ، مَنْ فَطَّرَ فِيهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوبِهِ وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ وَكَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيْسَ كُلَّنَا يَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِي اللَّهُ هَذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى تَمْرَةٍ أَوْ عَلَى شَرْبَةِ مَاءٍ أَوْ عَلَى مَذْقَةِ لَبَنٍ، وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلَهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوكِهِ فِيهِ غَفَرَ اللَّهُ لَه وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ، وَاسْتَكْثِرُوا فِيهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ وَخَصْلَتَيْنِ لَا غِنَاءَ بِكُمْ عَنْهُمَا فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ فَشَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَتَسْتَغْفِرُونَهُ، وَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ لَا غِنَاءَ بِكُمْ عَنْهُمَا فَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الْجَنَّةَ وَتَعُوذُونَ بِهِ مِنَ النِّارِ، وَمَنْ سَقَى صَائِمًا سَقَاهُ اللَّهُ مِنْ حَوْضِي شَرْبَةً لَا يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ الْجَنَّةَ. (رواه ابن خزيمة في صحيحه)
10- Dari Salman r.a, katanya: Rasulullah s.a.w. telah berucap kepada kami (dalam salah satu khutbahnya) pada hari yang akhir dari bulan Syaaban sabdanya (1): "Wahai umat manusia, kamu sedang dinaungi (bulan Ramadhan) yang besar kemuliaannya, lagi berkat. Bulan yang mengandungi satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan (malam Lailatul Qadar).
"Bulan yang puasanya dijadikan Allah satu perintah yang diwajibkan dan (selain dari itu) disunatkan mengerjakan sembahyang tarawih pada malam harinya".
"Barangsiapa mendampingkan diri kepada Allah dalam bulan Ramadhan dengan sesuatu dari perkara-perkara kebajikan - samalah seperti ia mengerjakan satu perintah Allah yang diwajibkan pada bulan-bulan yang lain. Dan barangsiapa yang menunaikan satu perkara yang diwajibkan Allah pada bulan itu - samalah seperti ia menunaikan tujuh perkara yang diwajibkan Allah pada bulan-bulan yang lain".
"Bulan Ramadhan juga ialah bulan kesabaran, sedang kesabaran itu pahalanya ialah syurga; ia juga bulan untuk masing-masing bersedekah dan memberikan bantuan dan ia juga bulan yang padanya ditambahkan rezeki orang-orang yang beriman".
"Barangsiapa menjamu seorang yang berpuasa untuk berbuka puasa, maka perbuatannya yang baik itu menyebabkan ia diampunkan dosanya dan menjadi penebus dirinya dari neraka dan ia pula mendapat pahala seperti pahala orang yang berpuasa yang dijamu itu dengan tidak mengurangkan pahala orang itu sedikit pun".
"Sababat-sababat Baginda berkata: "Ya Rasulullah, kami semua bukanlah orang-orang yang ada sesuatu untuk menjamu orang-orang yang berpuasa. " Lalu Rasulullah s.a.w. menerangkan: "Allah Taala akan memberikan pahala yang tersebut kepada sesiapa yang menjamu orang yang berpuasa untuk berbuka puasa sama ada dengan sebiji buah tamar (kurma) atau segelas air sejuk atau dengan sedikit susu yang bercampur air. "Bulan Ramadhan juga ialah bulan yang awalnya dipenuhi dengan rahmat, pertengahannya dipenuhi dengan keampunan dan akhirnya dipenuhi dengan pahala yang menjadi penebus dari neraka".
"Barangsiapa meringankan beban kerja khadamnya (orang gajinya) dalam bulan Ramadhan akan diampunkan Allah dosanya dan dibebaskan dari neraka".
"Banyakkanlah kamu mengerjakan empat perkara dalam bulan Ramadhan iaitu dua perkara dilakukan untuk mendapat keredhaan Tuhan kamu dan dua perkara lagi kamu sangat-sangat perlukan. Ada pun dua perkara yang dilakukan untuk mendapat keredhaan Tuhan kamu itu ialah: Pertama - mengucap:
أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلاَّ الله
Kedua - (banyakkanlah) beristighfar (memohon ampun) kepadanya dengan menyebut:
أستغفر الله
Ada pun dua perkara lagi yang sangat-sangat kamu perlukan itu pula ialah: Pertama (banyakkanlah) memohon kepada Allah Taala supaya dimasukkan kamu ke dalam syurga, serta berlindung kepadanya dari azab neraka - dengan menyebut:
نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ.
"Dan selain itu, (sabda Baginda lagi): Barangsiapa memberi minum seseorang yang berpuasa (semasa berbuka puasa), Allah Taala akan memberi minum kepadanya dari kolam-Ku (kolam al-Kauthar) dengan sekali minum sahaja (yang menjadikan dia) tidak akan merasa dahaga (selama-lamanya) sehingga ia masuk ke dalam syurga.(2)
(Diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam kitab sahihnya).
Demikian mulianya dan berkatnya bulan Ramadhan dan demikian pula besarnya pahala yang diberikan bagi tiap-tiap amal kebajikan yang dikerjakan di sepanjang bulan yang membawa rahmat itu.
No comments:
Post a Comment