بسم الله الرحمن الر حيم
إن الحمد لله نحمده تعالى ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهديه الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، واشهد أن محمد عبده ورسوله {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون} سورة: آل عمران– الآية: 102
OLEH:AL FADHIL USTAZ MUHAMAD NAJIB SANURI
Sholat dalam Tasawuf
TIGA SUDUT PANDANG TASAWUF
Tasawuf sumbernya ada 3 macam (tasawuf indal akhlaq wal adab, tasawuf indal Fuqaha, tasawuf inda ahlil Ma’rifat ) Ini yang perlu diketahui. Tasawuf indal akhlaq wal adab bisa kita terapkan sedini mungkin untuk anak-anak kita. terutama makan dengan tangan kanan, masuk kamar mandi dengan kaki kiri, keluar kaki kanan ini tasawuf akhlak wal adab. Karena sumbernya tasawuf adalah min akhlaq wal adab, dari pekerti dan tatakrama.
Yang kedua adalah tasawuf indal fuqaha: bagimana fiqih ini tidak berhenti hanya secara fiqhiah belaka. Contoh orang kalau sudah menjalakan wudhu mau sholat, setelah dipake shalat wudhunya kemana? Selesai kan?! Nah orang tasawuf tidak mau. Tasawuf menuntut sejauhmana anda membawa wudhu ini terlepas daripada kefardhuan yang sudah anda laksanakan. Apakah anda wudhu didalam shalat hanya terikat oleh syarat-syarat atau hukum-hukum syari’at. Anda dituntut oleh ulama tasawuf agar wudhumu bisa mewudhui bathiniah Anda atau tidak. Dan seterusnya. Disinilah hebatnya ilmu tasawuf.
Tasawuf inda ahli ma’rifat, nah disni banyak orang terjebak. Dalam dunia tasawuf, dalam ilmu ma’rifat mereka yang perbendaharaannya belum mumpuni, belum mencukupi seringkali terjebak. Akhirnya dia memunculkan analis-analis, seolah-olah tasawuf berbau Budha tasawuf, berbau Hindu. Karena apa? Mereka tidak tahu. Ilmu ma’rifatnya saja mereka tidak mengerti, apa sebetulnya ma’rifat itu. Dari kekosongan itu, mereka belajar menganalis tasawuf; orang-orang yang sudah ahli Marifat, tinggi sekali, dengan bahasanya yang luar biasa. Wong dalam Tasawuf fuqaha saja mereka sudah tidak bisa memahami. Contoh Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al Ghazali menjawab dunia falsafah, menjawab dunia tauhid aliarn ilmu kalam pada waktu berkembang macem-macem faham. Dijawab dengan tasawuf fuqaha, yaitu dengan munculnya ‘Ihya Ulumiddin’. Mengapa dalam kitab Ihya ulumiddin banyak hadits - hadits maudhu’ disamping dhaif. Karena apa? Pendapatnya ahli falasifah dijawab oleh Imam Al Ghazali dengan hadits yang maudhu saja, masih lebih baik haidits maudhu’ daripada pendapat-pendapat kaum falasifah. Masih tepat, karena apa? Walaupun ini maudhu, tapi yang menggunakannya adalah orang-orang yang mengerti ma’rifat kepada Allah. Makanya disini digunakan oleh Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali.
SHOLAT SESUAI ILMU TASAWUF
menurut ilmu tasawuf, maka apabila orang itu sholat walau dg sarat rukunnya tapi dia makan barang haram, dan melakukan segala perbuatan tercela, seperti sombong zina, membunuh, membicarakan kejelekan orang, mengadu domba, melakukan riba, minum arak, dan perbuatan dosa yang lain maka solatnya tak sah, dalam artian tidak menerim phala, atau makin salat makin menjadi-jadi dosanya.
SHOLAT DALAM PANDANGAN AHLI SUFI
· Takbirotul Ihram
Di sini maksudnya, berpisah dari Alam Mulki dan fanalah hamba. ketika mengucapkan ‘Allohu Akbar’. Hanya sifat ‘yang menyembah’ saja yang tinggal sebagai penzohiran. wujud Alloh ‘Yang Disembah’. Ia bergerak dengan gerak Alloh. Ia berkata-kata dengan kata-kata Alloh. Takluknya dalam rahasia Titik bagi Alif – ‘Tiada’. Seperti kata Abu Yazid Busthomi, “Ariftu Robbi bi Robbi’. (Aku mengenal Tuhanku dengan Tuhanku).[4]
· Membaca Fatihah
Ketika membaca Fatihah, terbukalah Pintu Alam Malakut bagi ‘yang menyembah’. Dia menyaksikan kalimat Alloh melalui penyingkapan (syuhud) akan firman Alloh; “Maliki yaw middin” di dalam Kerajaan Alloh Ta’ala. Dari takluknya ‘Tiada’ ia menjadi Titik dari NurNya (Nur Muhammadi) . Dengan Nur Muhammad inilah ‘yang menyembah’ mengenal dirinya ‘man arofa nafsahu’ - sebagai ‘Ruh-Nya’ yang pernah dihimpunkan di Alam Lahut semasa Adam baru sempurna kejadiannya, yakni ketika Jibril menepuk tulang sulbi Adam, maka keluarlah semua ruh anak cucu Adam dari tulang sulbi Adam itu.
Adapun ‘Ruh-Nya’ itu pada hakikatnya adalah satu jua, yaitu daripada Sirulloh.Ruh anak cucu Adam itu hanyalah bayangan (menumpang) dari Ruh-Nya.Tanpa hadirnya Nur Muhamad, ‘yang menyembah’ tak mungkin bisa berhadap di depan Alloh Ta’ala. Dengan perwujudan Nur Muhammad inilah maka ‘yang menyembah’ .... “ Kepada Engkaulah kami sembah dan kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan mereka yang Engkau berikan ni’mat, bukan (jalan) mereka yang Engkau murkai, dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.”. Maka di Amin kan akhir Fatihah itu oleh para malaikat dari setiap 7 lapis langit, yaitu dari: Alam Mulki, Alam Malakut, Alam Jabarut, Alam Bahut, Alam Lahut, Alam Ahut dan yang tertinggi Alam Al-Insan yang di sinilah kemuncaknya Sholat itu. Adapun maksud ‘jalan yang lurus’ bagi kalangan sufi ialah Mi’roj. Sebagaimana sabda Nabi SAW; “Sholat itu adalah mi’roj bagi mukmin”. Tujuan Mi’roj itu ialah Penyatuan, yakni kembalinya ‘yang menyembah’ kepada ‘Yang Disembah’.
· Rukuk
Takluknya kepada huruf 'Lam' terzohirnya dari Alif - 'yang menyembah' menampakkan 'Yang Disembah'. Alif adalah Kanzun Mahfiyyan (Yang Tersembunyi). Yang Tersembunyi ingin dikenali maka dizohirkan Lam sebagai tabirnya. Sabda Nabi SAW,"Dirikanlah sholat seolah-olah kau melihat Alloh". Para Arif Billah telah berkata bahwa"Siapa yang kenal dirinya, kenallah Tuhannya." 'Yang menyembah' dinatijahkan seperti 'angin', manakala tatkala 'yang menyembah' pada posisi berdiri tadi, natijahnya adalah 'api' – fana dalam wujud. Api itu sifatnya membakar - yakni melenyapkan keakuan diri. Pada tahap 'rukuk' ini, 'yang menyembah' berada dalam suatu tarikan yang tersangat kuat dari Nur Muhammad. Justru itulah ia dinatijahkan kepada angin (tunduk dan menderu). 'Yang menyembah' ditarik masuk ke dalam Alam Jabarut dan berpisah dari Alam Malakut. Justru itulah kata para Arif Bilah , "Barangsiapa mencari Tuhan jauh dirinya, niscaya akan sesat.". sebabbnya Allah teramat dekat dengan kita ,Pada tahap ini 'yang menyembah' melepas qolbunya dan yang tinggal padanya adalah Roh-Nya yang akan naik ke lapisan yang lebih tinggi untuk kembali kepada Tuhan. Alam Jabarut yang menghubungkan Perbendaharaan Wujud (batas larangan yang tak bisa ditembus melainkan kepada Nur Muhammad) di antara yang 'maujud' - 'yang menyembah'. 'Yang menyembah' mengenal dirinya di Alam Jabarut, maka tersingkaplah baginya seluas-luasnya wujud Alloh tanpa tabir bahwa 'yang menyembah' telah bersatu dengan 'Yang Disembah' sebagaimana adanya di dalam Misykat itu ialah Cahaya-Nya. (Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. ). Maka bertasbihlah 'yang menyembah', "Maha suci Tuhanku yang Maha Agung dengan sifat kepujiannya”
Jika difahami ayat itu, maka pengertian bersatu dengan 'Yang Disembah' yang dimaksudkan di sini bukanlah mengambil kefahaman 'Hulul' sebagaimana yg diyakini oleh Mansur Al-Hallaj. Yang lebih ditekankan di sini ialah Wahdatusy-Syuhud (Kesaksian Penyatuan).
· I’tidal
'Yang menyembah' adalah yang dibangkitkan - ‘Yang menyembah’ masuk dalam ‘Pintu Kematian.’ “Matikanlan dirimu sebelum mati”. Di sini juga artinya ‘waqof’ (sementara) dalam Sholat.
· Sujud Awal
Takluknya kepada huruf 'Lam' - juga huruf 'Mim'. Nabi Muhammad SAW bersabda,"Aku dizohirkan ke dunia dalam keadaan sujud". 'Yang menyembah' dinatijahkan kepada air. Air adalah sumber kejadian Alam Mulki. Arasy Tuhan berada di atas air. Maka 'yang menyembah' dinatijahkan kepada air, karena di sinilah 'yang menyembah' sampai di Alam Bahut. Alam Bahut adalah Pembatasan Terakhir Segala Penzohiran, Ungkapan Syeikh Akbar Ibnu Arobi; Syajarotul - Kaun (Pohon kejadian) atau sebutan yang sering juga disebut - Sidrotul Muntaha. Pada tahap ini 'yang menyembah' adalah Ruh-Nya yang di dalam Sirr. Sabda Nabi Muhammad SAW ketika mi'roj baginda melihat Wajah Alloh, "Aku tidak tahu di mana aku berada". Pada tahap ini juga 'yang menyembah' menyerap kepada 'Yang Disembah' seolah-olah 'yang menyembah' itulah 'Yang Disembah,' 'Yang Disembah' itulah 'yang menyembah, - yang pada hakikatnya wujud terurai dalam fana fil sifat dan lebur dalam fana fil zat – ‘Melihat Alloh dengan Alloh’ – maka ‘yang menyembah’ diberikan pengetahuanNya – Anal Haq (Akulah Yang Benar’).
Dari sisi tahap ini, lihatlah kepada ‘Basmalla’. Hanya ‘Ba’ dalam Basmallah saja yang tercantum dengan Alif. Sabda Nabi SAW; “Seluruh kitab Al-Qur’an itu terkandung dalam Al-Fatehah. Dan seluruh Al-Fatehah itu terkandung dalam Basmallah. Dan Basmallah terkandung dalam huruf ‘Ba’. Dan rahasia ‘Ba’ itu adalah Titik di bawahnya” Inilah yang dimaksudkan oleh Syekh Ibnu ‘Arobi Wujud Kesatuan – Wahdatul Wujud. Maka bertasbihlah ‘yang menyembah’, “Maha suci Tuhanku yang Maha Mulia dengan sifat kepujian-Nya.”
· Duduk diantara 2 Sujud
Takluknya pada huruf ‘Ha’ besar dan juga ‘Ha’ kecil (maksudnya selepas huruf Jim). ‘Yang Menyembah’ telah dikurniai ‘Baqo’ setelah fana fil sifat dan fana fil zat. Dengan dikurniai ‘Baqo’, barulah ‘yang menyembah’ dapat memasuki Perbendaharaan Rahasia Tuhan – Ilahiyat - pada sujud yang akhir nanti, sebagaimana diistilahkan oleh para Arif Billah melalui tiga tahapan, Yaitu ; ( Ahadiat, - Wahdat, - Wahadiat ). Pada tahap ini ‘yang menyembah’ berada di Alam Lahut – Alam Tiada, yang tiada sesuatu pun yang tercipta, tiada awal dan akhir, ‘yang menyembah’ menyaksikan kekosongan tanpa perbatasan, dan disinilah awalnya Diri yang kemudiannya dizohirkan sebagai Adam. Di kalangan sufi, ia juga diistilahkan ‘Negeri ‘Adami’. Diri (‘yang menyembah’) dinisbahkan kepada air yakni Air Mutlak, inilah asal-usul manusia dari alam tiada ‘La’.
Pada tahap ini juga ‘yang menyembah’ adalah di dalam Sirr-Nya – Ruh-Nya dalam keghoiban Nur Muhammad. Haqiqot Ruh-Nya adalah Nur Muhammad. Di sinilah ia bermunajat; “ Tuhanku ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, afiatkanlah aku dan maafkanlah aku.”
· Sujud Akhir
Takluknya pada rahsia huruf ‘Ha’ – yang tak kelihatan atau bunyi diujungnya ‘Hu’ dan juga huruf ‘Mim’. Pada tahap ini ‘yang menyembah’ berada di Alam Ahut’ pada nisbahnya air yang di bawah ‘Arasy Tuhan . Yang tinggal pada ‘yang menyembah’ adalah Sirulloh. Di dalam Sirr, inilah Aku. Kata Ahli Sufi, ‘Air dalam gelas, tak dapat dibedakan lagi. Air itulah gelas. Gelas itulah air.” ‘Yang menyembah’ itulah ‘Yang Disembah’ dalam gedung makrifat, bukan dalam gedung syari’at, gedung thoriqot dan gedung haqiqot. Pahamkanlah ini ‘Yang menyembah’ tidak bisa menjadi ‘Yang Disembah’ dalam arti haqiqot. Ini hanya pada makrifat semata-mata. Ingatlah, bukan faham hamba yang bertukar menjadi Tuhan. Camkan air di dalam gelas, bersatu dalam kejernihan. Lihatlah pada ‘ombak’- ombak hanya pada nama yang diberikan padahal itu air yang beriak dan menggelora.
Pada sujud akhir inilah, ‘yang menyembah’ memasuki Wilayah Ilahiyat:
· Ahadiat – Zat Mutlak atau Zat wajibal wujud
· Wahdat – Zat Yang Maha Esa
· Wahadiat – ILAH - Zat yang maha kaya daripada tiap-tiap sesuatu yang lain dan sesuatu yang lain memerlukannya.
Zat ingin dikenali sebagai Kanzun Mahfiyyan. Di sinilah terbitnya ungkapan ‘Kun’ jadilah maka jadilah ia.
· Duduk Tahiyat Akhir
Takluknya pada huruf Dal. Pada tahap ini ‘yang menyembah’ berada di Alam Al-Insan, dinisbahkan kepada tanah ketika ia duduk – dalam kesempurnaan. Dia yang mengenal dan Dialah yang dikenal pada akhirnya. Dialah yang turun dan naik dalam mi’roj.“Rahasia Insan RahasiaKu, RahasiaKu Rahasia Insan”.
Di Alam Insan, ‘yang menyembah’ diliputi dengan Wujud, Ilmu, Nur dan Syuhud, maka Zat adalah rahasianya, Sifat adalah ruhnya, Asma’ adalah qolbunya dan Af’al adalah tubuhnya. Di sinilah ia mengucapkan Selamat sejahtera (tahiyat) ke atas Nabi dan rahmat Alloh dan keberkatan-Nya. Juga kepada hamba-hamba yang solihin sekaliannya. Dialah yang menyaksi dan dialah yang bersaksi tiada Tuhan melainkan Alloh dan Muhammad adalah utusan Allah swt.
· Salam
“Salamun qowlam mir-robbir- rohiim”. Inilah salam ahli syurga. Syurga inilah yang dinikmati oleh ‘yang menyembah’, yakni syurga yang di dalamnya tanpa bidadari, sungai, buah-buahan dan pepohonan. Di syurga inilah ‘yang menyembah’ terlena memandang Wajah Alloh.
Perlu kita renungi ini adalah sutu konsep atau pandangan dari para Arif Bilah yang pemahamannya sudah jauh dari manusia awam, yang perlu kita tekankan sholat (sujud) adalah salah satu rahasia diri kita, jadi tidak perlu diungkapakan dengan kata-kata bagaimana aku sholat (sujud), cukuplah untuk diri kita pribadi,. (semuanya jadi kosong). tapi jika kita berkholwat silahkan berbicara sebebas - bebasnya.
PERBANDINGAN SHOLAT DALAM PERSEPEKTIF FIQIH DAN TASAWUF
· Sholat dalam persepektif fiqih ( sholat formal )
Sebagai ibadah terpokok dalam Islam, shalat dipastikan menjadi "trade mark" bagi siapapun yang mengaku beragama Islam, artinya ke-Islaman seseorang secara lahir dapat dilihat dari shalatnya. Jika shalatnya "baik" maka orang tersebut dikenal sebagai Islam santri atau Islam "hijau" (terkadang disebut Islam putih). Sebaliknya jika shalatnya "jelek" atau malah tidak shalat, maka orang tersebut akan dikatakan sebagai Islam KTP atau Islam abangan.
Lebih dari sekedar "trade mark" , ada sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh at-Turmudziy dll, bahwa Rasulullah SAW menegaskan betapa pentingnya shalat:
إن أول ما يحاسـب به العبد يوم القيامة من عمله صـلاته فإن صلحت فقد أفلح وأنجح وإن فسدت فقد خاب وخسر...(الحديث(
"Sungguh, amal seorang hamba yang pertama kali diperhitungkan pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka dia benar-benar telah beruntung. Tetapi bila shalatnya jelek, maka dia sungguh-sungguh amat merugi...".
Dalam tataran fiqih, shalat dikatakan "baik" manakala telah memenuhi syarat (sesuatu yang harus dipenuhi sebelum melakukan shalat) dan rukun (sesuatu yang harus dipenuhi ketika mengerjakan shalat) nya. Sebagaimana dapat dibaca dalam kitab-kitab fiqih, syarat shalat ada dua macam ( Syarat wajib sholat dan Syarat sah-nya sholat ).
Syarat wajib sholat yaitu ;
1. Islam
2. Baligh ( bagi laki-laki bila sudah mimpi keluar mani, sedang bagi perempuan bila sudah haidl)
3. Berakal sehat (tidak gila)
Sedangkan, Syarat sahnya sholat, yaitu :
1. Mengetahui waktu shalat
2. Suci dari hadats (baik hadats kecil maupun hadats besar) dan najis
3. Menutup aurat (bagi laki-laki adalah bagian badan antara pusat dan lutut, sedang bagi perempuan adalah seluruh tubuh selain muka dan dua tapak tangan)
4. Menghadap arah qiblat bagi yang memungkinkan
Sementara, Rukun sholat adalah :
1. Berdiri bagi yang mampu (kalau tidak mampu maka duduk, dan jika tidak sanggup maka telentang dengan posisi kaki di arah qiblat)
2. Takbiratul Ihram (mambaca Allaahu Akbar pertama) disertai niat shalat
3. Membaca surat al-Fatihah (dalam keadaan berdiri bagi yang mampu)
4. Ruku' (membungkuk 90 derajat)
5. I'tidal (berdiri tegak sesudah ruku')
6. Sujud (7 anggota badan harus menyentuh tempat shalat, yaitu dahi, dua tapak tangan bagian dalam, dua lutut dan jari-jari dua kaki) dengan posisi pantat diangkat lebih tinggi dari kepala
7. Duduk di antara dua sujud
8. Duduk tahiyyat/tasyahhud (membaca at-tahiyyaat/syahaadatain)
9. Membaca tahiyyat/tasyahhud dan shalawat Nabi.
10. Mengucapkan salam (sambil menengok ke kanan dan ke kiri)
11. Tertib (semua rukun shalat dikerjakan secara urut)
Seorang muslim/ah yang telah melaksanakan shalat dengan memenuhi syarat dan rukun tersebut, berarti telah menunaikan kewajibannya. Mengenai bacaan/doa (selain rukun di atas) yang mengiringi/menyertai semua gerakan dalam shalat hukumnya adalah sunnah (sebaiknya dibaca, tetapi kalau tidak dibacapun shalatnya tetap sah)