Thursday, February 27, 2014

Takuruang di Lua

Ijinkan aku berbagi tentang kisah kancil dan buaya,
Kisah saat di pinggir sungai, kancil digigit kakinya oleh buaya,

Kancil takut? Pasti! Namun menariknya ia masih bisa mencari solusi lolos dari bahaya,

Ia tanyakan pada buaya, "jumlah buaya di sungai ada berapa?"

Buaya tentu tidak bisa menjawab, dan dengan lihai kancil pun menawarkan bantuannya,

Ia bersedia membantu menghitung jumlah buaya, asal dilepaskan terkaman kakinya,


Dan kancil juga menyuruh buaya untuk berbaris agar terlihat rapi dan mudah menghitungnya,

Kancil pun mulai berjalan di punggung satu persatu buaya,

Hingga ia sampai di ujung sungai satunya,

Menarik, karena akhirnya ia tak jadi dimangsa buaya,

Bahkan lebih hebatnya lagi, ia bisa jadikan buaya sebagai jembatan, menyebrangi sungai yang tidak bisa dengan berenang melewatinya,

Ini mungkin kira-kira penjelasan prinsip orang Minang, "Takuruang di lua",

Sesaat terkesan kancil akan "dikurung" oleh buaya,

Namun akhirnya malah buaya yang "terkurung", karena kancil lihai akalnya,

Bukan, bukan licik! Ini cerdas namanya,

Karena jika licik tak mengenal kawan dan lawan, maka cerdas atau cerdik hanya menyerang mereka yang jahat, buruk wataknya,

Cerdik dan licik berbeda,

Aku bersyukur diceritakan kisah kancil sehingga aku bisa berpikir cerdik, tidak seperti yahudi yang licik dalam praktek bisnisnya,

Atau juga licik seperti pedagang asing di Tanah Abang yang tega membakar kios pesaingnya,

Itulah kira-kira bedanya, antara cerdik dan licik, sangat ketara,

Semoga kita terhindar dari sifat licik, juga tidak menjadi korban orang licik, dengan selalu meminta perlindungan-Nya,

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^

No comments:

Post a Comment