Friday, January 31, 2014

Salah Paham

Kadang,

Saat da'i mengajak jamaah untuk ziarah kubur, jamaah memahaminya sebagai ajakan untuk berdoa pada ahli kubur, maka kesyirikan tak dapat dihindari,


Saat da'i mengajak jamaah untuk berzikir, jamaah memahaminya sebagai ajakan untuk bersemedi, meminta pertolongan makhluk halus. Syirik lagi,


Saat dai mengajak jamaah untuk bersedekah, jamaah memahaminya sebagai ajakan untuk bersesajen. Lagi-lagi syirik terjadi,

Bukan tidak mungkin, kejadian di atas memang benar-benar banyak orang alami,

Kesalahpahaman antara jamaah dan da'i,


Makanya, sebelum berdakwah, hendaknya da'i pahami dulu bahasa jamaah, kadar pemahaman jamaah juga harus diketahui,

Agar tidak ada kesalahpahaman, dakwah lancar, masuk ke hati,

Ini yang namanya "uslub", bagaimana seorang da'i menyampaikan tuntunan syar'i,

Da'i jangan hanya mengajak untuk ibadah, tapi juga ajarkan caranya agar kesalahan praktek tidak terjadi,

Makanya, da'i tidak boleh terpaku pada bahasa buku, namun harus menyesuaikannya dengan bahasa yang digunakan secara luas, bahasa jamaah harus dipelajari,

Semoga Islam kembali bangkit, Nusantara kembali jaya,

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^

Pentingnya Kurikulum Dakwah


Mempelajari ilmu fikih itu fardu 'ain, sedangkan mempelajari ilmu usul fikih itu fardu kifayah,
Namun sayangnya, banyak orang sekarang yang meninggalkan yang fardu 'ain, dan lebih suka mengejar yang fardu kifayah,

Namun hal ini tak sepenuhnya kesalahan jamaah,

Karena penyebab utamanya adalah banyaknya da'i yang tak memiliki manhaj dan kurikulum dalam berdakwah,

Hingga jamaahnya merasa sudah menjadi ulama, padahal hanya bermodal sekali mendengar ceramah,

Maka jangan heran kalau banyak orang yang bahkan menganggap hal-hal yang sebenarnya dilarang agama menjadi mubah,

Coba, mari kita lihat, masjid yang memberikan pengajian fikih pada jamaah, adakah?

Jika tidak ada, maka sudah sepantasnya para da'i mulai pasang strategi, agar ibadah para jamaah tidak salah,

Jamaah pun harus gigih mengingatkan para da'i yang mungkin lengah,

Semoga para da'i bisa mantapkan ilmunya, patenkan manhajnya, dan lebih kreatif menggunakan wasilah dakwah,

Semoga kecintaan masyarakat kepada Islam semakin bertambah,

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^

Saturday, January 25, 2014

Arti Sebuah Kepuasan


mirip kan? :D
“Bagus, kan?” ibu bertanya, sambil menatap gorden yang terpasang cantik di pintu setiap kamar. Aku mengangguk, karena memang gorden yang ibu jahit dengan tangan beliau sendiri tak kalah dengan gorden istana yang ku lihat di televisi.


Aku tahu beliau merasa senang, puas, atau apalah perasaan itu disebut. Sebuah perasaan yang dirasakan oleh setiap seniman saat menyelesaikan sebuah karya. Wajah beliau makin cerah saat setiap orang yang berkunjung ke rumah bertanya, “Beli dimana gorden secantik ini?”


Ibu hanya menjawab pendek sambil tersipu, “Saya jahit sendiri,”


Ah, anak mana yang tak bangga jika punya ibu seperti beliau?


***



Aku berjalan mendampingi ibu membeli perlengkapan yang akan ku bawa merantau jauh, ke Negeri Piramid. Yah, boleh dibilang ini adalah simbiosis mutualisme. Ibu yang lihai menawar saat berbelanja bertugas sebagai negosiator, sedangkan aku, anak bujangnya yang tertua, bertugas untuk membawa semua barang belanjaan. Namun jangan samakan aku dengan mesin traktor!


Suasana Pasar Aua Kuniang memang tak seramai saat sebelum lebaran tiba, namun tetap saja sesaknya masih bisa membuat beberapa orang kambuh asma. Tak heran, karena pasar ini adalah pusat grosir tekstil di Sumatera. Ditambah lagi lokasinya yang mengelilingi terminal paling sibuk di Bukittinggi.


Saat aku asyik memperhatikan suasana pasar, ibu tiba-tiba berhenti. Beliau melihat sebuah toko yang menjual banyak gorden cantik. Ibuku masuk, melihat, dan mengusap beberapa gorden, mengetes kelembutan dasar kainnya.


Sesaat terjadi percakapan antara ibu dan wanita penjaga toko. Aku tahu ibu tidak berniat membeli, karena beliau lebih suka menjahit sendiri. Ibu pun keluar dari toko,  menatapku dengan muka datar.


Murah kirono arago gorden disiko pado manjaik surang, Bib,” [1]ujar ibu sedikit lesu.


Tentu saja, gorden yang dijual di sini dibuat secara masal, sehingga biaya produksinya akan lebih murah dibanding harga gorden yang dibuat satuan.


“Memangnya harganya berapa, Bu?”


“Yah, rugi sekitar sepuluh ribu, ditambah lagi tenaga dan waktu yang digunakan selama menjahit,”


Sejenak aku teringat wajah antusias ibu saat beliau menjahit gorden-gorden yang menghias rumah kami. Aku teringat saat beliau tetap menjahit meskipun masih banyak tugas rumah tangga yang harus beliau kerjakan. Aku teringat bahwa ibu menyelesaikan semuanya, tugas beliau sebagai guru, sebagai istri, sebagai ibu, sebagai seniman jahit, dalam satu waktu. Bahkan lebih dahsyatnya, semua itu beliau lakukan dua pekan sebelum lebaran, pada saat beliau puasa. Ah, betapa luar biasanya beliau, betapa beruntungnya Ayah karena mendapatkan istri seperti beliau.


Tiba-tiba aku mendapat jawaban luar biasa untuk menghibur beliau.


“Tapi rasa bahagia saat gorden yang ibu jahit selesai tidak dapat diganti dengan uang sepuluh ribu, bukan? Rasa bahagia yang ibu rasakan saat orang takjub melihat hasil keringat ibu tidak bisa diganti dengan uang, bukan? Yang penting ibu senang bukan, jika rumah kita dihias oleh karya yang ibu jahit sendiri?”


Ah, tentu saja aku tahu bagaimana rasanya bahagia saat menuntaskan sebuah karya. Bukankah aku juga seniman, meskipun karya seniku semuanya berbentuk dua dimensi. Gambar, poster, ataupun kaligrafi. Berbeda dengan ibu, yang karya seninya kebanyakan dibuat dengan mesin jahit kesayangannya.


Sejenak ibu tersenyum, “Ah, iya juga,”


Langkah kaki beliau kembali normal. Kami berjalan beriringan menuju tempat Ayah menunggu kami.


***


Orang bilang, materi dan harta itu seperti air laut, makin diminum, makin bertambah rasa dahaga. Makanya, banyak orang yang punya kelebihan materi, namun ternyata hatinya kosong, hampa.


Terbukti bahwa tak segalanya bisa dibeli dengan materi. Cinta, kasih sayang, rasa bahagia, pun juga rasa puas yang dirasakan seniman saat menyelesaikan sebuah karya. Pun juga rasa puas penjahit saat menyelesaikan jahitannya.


Seperti ibuku, yang mungkin sedikit kecewa karena gorden yang beliau jahit ternyata tak lebih murah dari yang dijual oleh pedagang grosir. Aku paham kekecewaan beliau, beliau adalah manajer rumah tangga, yang pastinya memikirkan bahwa sedikit kerugian tadi bisa untuk membeli satu ons bawang. Itu memang tabiat wanita, yang merasa bertanggung jawab terhadap rumah tangganya.


Sore itu, aku menemukan sebuah rumus, sebuah kuota yang selalu aku ingat, hingga kini, setelah 2 tahun lebih aku meninggalkan kampung halaman. “Kepuasan seorang seniman adalah kepuasan unik yang tidak akan bisa dirasakan oleh orang lain, dan tidak akan bisa diganti dengan harta.” Begitulah kita-kira bunyinya.


Bolehlah kau samakan perasaan itu dengan perasaanmu saat melihat teman-temanmu makan dengan lahap, menghabisakan semua masakanmu. Rugi secara materi? Mungkin saja. Tapi coba periksa jauh di dalam hati, ada sebuah perasaan senang yang tak tergambarkan bukan?


Semoga kita bukan orang yang memuja harta dunia, karena terbukti, tak semua hal bisa dibeli dengannya. Dan sepantasnya kita tak lupa untuk berdoa semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^




[1] “Ternyata harga gorden disini lebih murah dibanding harga gorden yang dijahit sendiri, Bib,”

Selamatkan Bahasa Daerah!


Indahnya Bahasa Arab, dilindungi Al-Quran keasliannya,

Indahnya Bahasa Arab, banyak dan luas kosakatanya,
 

Indahnya Bahasa Arab, memiliki seni tinggi saat digunakan sebagai media sastra,

Namun sayang, nyaris tak ada orang Arab yang menggunakannya,

Sayang, seolah lebih banyak orang asing yang mendalaminya,

Bahkan terkadang, orang asing lebih terjamin kefasihannya,


Bahkan bahasa yang dijaga oleh Al-Quran pun bisa punah di daerah asalnya,

Makanya aku takut, jika Bahasa daerah di Indonesia akan seperti Bahasa Arab nasibnya,

Digeser, dilupakan, berganti dengan bahasa ibukota yang diubah sesukanya,

Yah, kita sama-sama tahu, pengaruh televisi, sinetron, semua itu biang keroknya,

Ditambah gengsi, yang bahkan membuat orang bisa melupakan pendahulunya,

Bahasa Arab kalaupun tak lagi dicintai orangnya, akan selalu ada Al-Quran yang akan menjaganya,

Bahasa daerah, jika tak lagi di hati pujangganya, maka tak ada lagi yang akan mengabadikannya,

Aku selalu katakan, menjaga bahasa ibu tak berangkat dari aturan mengikat yang memang tak ada undang-undangnya,

Namun ia berangkat dari pertanyaan dari dalam hati, "Apakah terhadap bahasa ibuku, nenekku, aku masih punya cinta?"

Karena warisan itu bukan cuma harta, namun ada budaya, ada bahasa,

Saat dua warisan terakhir terlupa, apa bedanya kita dengan orang bermental kapitalis pemuja dunia?

Yang orientasinya selalu kepada materi, matanya silau oleh harta,

Selamatkan bahasa daerah Anda, dimanapun berada,

Sebagai bukti bahwa Anda memang memiliki prinsip yang terus dijaga,

Jangan kalah dengan orang Cina, dimanapun berada, bahasanya selalu melekat di lidahnya,

Semoga keaslian bahasa daerah kita selalu terjaga,

Semoga orang tua tak gengsi mewariskan bahasa kepada keturunannya,

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^

Tolong-menolong yang Tak Tepat

Tolong menolonglah sesuai tugas dan kapasitas masing-masing

Semua orang sepakat bahwa tolong menolong itu harus,

Namun banyak yang kelewatan memahami tolong-menolong, hingga kewajiban pribadi jadi tak terurus,
 

Mahasiswa kadang abaikan kuliahnya, karena sibuk "membantu" polisi mengurus kasus,

Para guru lupa mengatur target ajaran, sibuk "bantu" KPK memusnahkan para tikus,

Dewan rakyat lupa tugasnya, karena sibuk "bantu" ulama menentukan hukum donor usus,


Ahli tata kota lupa tugasnya karena sibuk "bantu" dokter mencari obat sakit tipus,

Ayolah, tolong menolong itu harus, namun pastikan, tanggung jawab pribadi terhadap maslahat orang banyak telah terurus,

Kenapa negara kita susah maju? Ya karena ini, terlalu peduli pada tugas orang lain, padahal tugas sendiri tak terselesaikan dengan becus,

Setiap individu harusnya paham, bahwa tiap bidang ada ahlinya, khusus,

Kalau tak bisa menghargai spesialisasi masing-masing, kemajuan yang telah diusahakan pasti sia-sia, pupus,

Tolonglah orang lain, namun jangan sampai tanggung jawab pribadi dilupakan, yang seperti ini baru bisa dapat nilai seratus!

Karena kesuksesan sebuah negara adalah akumulasi dari kesuksesan masing-masing bidang, yang dicapai dengan niat tulus,

Semoga Islam kembali bangkit, segala penyakit masyarakat bisa diberangus,

Semoga Indonesia kembali jaya, semua koruptor dan kriminal bisa diringkus,

Semoga masakan Nusantara bisa kalahkan junk food, karena rasanya terbukti mak nyus, (agak tak nyambung, tak apa, lanjut terus.. )

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^

Membedakan Cinta Palsu

Ini baru cinta sejati

Umumnya, sifat dan perasaan tetap ada dan terasa meski empunya tetap diam, 

Marah, sedih, rindu, bijak, bahagia, dendam,


Meski tak nampak, namun tetap bisa dirasa, bagai panas dari api dalam sekam,

Namun ada satu perasaan yang harus diiringi tindakan, tak bisa hanya sekedar diam,

Itulah cinta, yang tak akan dianggap tanpa tindakan, tak sah jika hanya terpendam,


Kata-kata puitis pun tak bisa disebut cinta, karena kata-kata hanyalah penyenang sesaat, cepat tenggelam,

Hati berbunga, tanpa tindakan nyata, well, itu bisa jadi hanya hasrat sekejap, tanyalah lubuk hati terdalam,

Cinta sejati itu seperti ibu, yang langsung terbangun saat anaknya menangis tengah malam,

Seperti ibu yang rela menahan selera asal anaknya bisa makan dengan daging ayam,

Seperti ibu, yang rajin menasihati anaknya makan sayur, meski si anak tak suka bayam,

Juga seperti ayah, yang bekerja tak kenal lelah, yang kadang pulang saat malam makin kelam,

Seperti ayah yang saat anaknya melalaikan shalat, beliau tak ragu naik pitam,

Aku bilang, cinta adalah perbuatan, makanya cinta tanpa kata bukan berarti rasa itu padam,

Ayah dan ibu jarang katakan cinta, namun semua tahu, cinta itu di hati mereka kuat tertanam,

Cinta adalah apa yang dilakukan, bukan apa yang dikatakan, tak sah jika hanya diam,

Semoga ibu dan ayah, sang pemilik cinta sejati, mendapat pahala yang tak berhenti mengalir bagai mata air zamzam,

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^

Sempurna

Banyak yang tak puas dengan praktek hukum negara? Itu biasa,

Namanya juga hukum yang dibuat manusia,


Tak ada gading tak retak, bukankah tak ada manusia yang sempurna?

Bagaimana mungkin hukum yang sempurna bisa dihasilkan oleh manusia yang tak sempurna?

Yang penglihatannya terbatas hanya pada apa yang tampak oleh mata,

Yang nalarnya terbatas hanya pada apa yang bisa dicerna kepala,


Tak salah jika Light Yagami, memilih bertindak di luar jalur hukum, membunuh para kriminal yang makin merajalela,

Sudahlah, itu di Jepang, bukan Indonesia,

Bahkan itu hanya fiksi, bukan dunia nyata,

Bagaimana kita?

Kita tak perlu lagi susah mencari hukum yang sempurna, karena kita manusia beragama,

Yang percaya bahwa Dia Maha Sempurna, Maha Bijaksana,

Dan Dia juga telah turunkan hukum-Nya melalui Nabi-Nya,

Sempurna? Pasti! Tergantung bagaimana kita menjalankannya,

Karena kesempurnaan hukum saja tak cukup, juga dibutuhkan keterujian pribadi yang bekerja,

Baik dari segi kejujuran, maupun keterampilannya,

Jika saat ini negara kita masih menggunakan sistem hukum warisan Belanda,

Kenapa tak coba praktekkan yang lebih bernuansa agama?

Ayo, katanya benci penjajahan, tapi warisannya tetap dipertahankan semati-matinya,

Karena negara kita bukan negara tak bertuhan, mengapa masih ragukan apa yang sudah diturunkan oleh-Nya?

Karena sejarah telah buktikan bahwa penjajah kita tak membawa kebaikan, mengapa masih membawa-bawa warisan Belanda?

Karena kita ingin sukses dunia, selamat akhirat, yang keduanya hanya bisa diraih dengan mempraktekkan agama,

Semoga Islam kembali bangkit, Nusantara kembali jaya,

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^

Karena Kita Bukan Keledai yang Bisa Dibohongi


Tiba-tiba aku teringat tentang bagaimana mesranya (seharusnya) hubungan Islam dan negara ini,
 
Kemerdekaan Indonesia diraih oleh ulama dan santri, 

 
Ini kebenaran sejarah yang penguasa tutup-tutupi,

Tapi kita bukan keledai bebal yang bisa dibohongi,

Jika sejarah dianalisis, tidak sekedar dibaca, maka Islam sebagai motor penggerak perjuangan akan kita dapati,


Jangan heran, karena sebelum dijajah, Indonesia memang dimakmurkan oleh kerajaan-kerajaan Islam yang disegani,

Namun sayang, setelah merdeka, bukannya kejayaan itu kembali, namun menjauh, oleh Barat dan Cina kini dikuasai,

Perdagangan, sosial, budaya, bahkan politik, menurutmu siapa yang kini mendominasi?

Tak masalah jika di Amerika, negara tak berbangsa, Namun Indonesia adalah negara berbangsa, yang punya penduduk asli,

Bukan bersikap rasis, aku hanya berpikir realistis dan tak ingin dibodoh-bodohi,

Aku merasa aneh, mereka yang berjuang untuk bangsa ini justru tak lagi dihargai,

Dilupakan, miskin, tak satupun peduli,

Padahal mereka berjuang dulu, rela untuk mati,

Indonesia adalah negara Islam, itu pasti dan tak bisa diganggu-gugat lagi,

Dilihat dari pilihan kata dalam Pancasila, dilihat dari sejarah perjuangan sebelum merdeka, dilihat dari jumlah rakyat yang ada, semuanya memang menunjukkan bahwa memang Islamlah yang berjasa bagi bangsa ini,

Dan lagi, semboyan "Merdeka atau mati" adalah ajaran Islam, "Menang atau syahid", pernah dengar kan ungkapan ini?

Kini yang perlu kita renungkan, cintakah kita pada Islam? Pada Allah? Pada Nabi?

Jika sudah cinta, kemudian dipraktekkan, maka negara impian yang melebihi Jepang bisa diwujudkan, 'gemah ripah loh jinawi',

Ini tugas siapa? Tentu ini tugas kita sebagai generasi Islam masa kini,

Peran pemerintah pun dibutuhkan, sebagai pemangku amanat (bukan kekuasaan) negeri,

Jika bukan kita, siapa lagi?

Semoga Islam kembali bangkit, semoga Nusantara kembali jaya,

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^